Kamis, 28 November 2013

power suply switching



Saat ini peralatan elektronika yang menggunakan adaptor semakin banyak dan semakin beraneka ragam. Mulai dari peralatan elektronik yang murah seperti radio sampai dengan handphone. Kebutuhan adaptor sebagai sebuah alternatif sebagai pengganti baterai lebih disukai karena baterai tidak dapat tahan lama dan secara otomatis membuat biaya operasional sebuah alat elektronik tersebut menjadi lebih besar. Dengan sebuah adaptor tidak lagi dibutuhkan baterai tetapi kelemahannya tidak dapat dibawa-bawa dengan mudah karena adaptor harus selalu tersambung ke jaringan listrik PLN,  walaupun demikian adaptor tetap digunakan. Dari berbagai macam adaptor yang terdapat dipasaran, adaptor konvensional dengan transformator penurun tegangan serta regulator tegangan sederhana lebih banyak ditemukan daripada adaptor dengan teknologi switching.
Adaptor juga dikenal dengan nama power supply. Power suplai yang baik harus mampu memberikan tegangan regulasi yang baik serta mampu memberikan arus yang cukup kepada beban. Tegangan yang tidak terregulasi pada output power supply dapat menyebabkan perlatan elektronika yang menggunakan power supply tersebut akan rusak terutama bagian regulasi tegangan (jika ada) tetapi jika peralatan tersebut tidak mempunyai rangkaian regulasi tegangan internal maka dapat dipastikan perlatan elektronik tersebut akan rusak. Rangkaian regulasi tegangan yang baik tidaklah sederhana dan pada kesempatan kali ini akan dibahas mengenai power supply dengan rangkaian regulasi switching. Power supply dengan regulasi switching ini lebih dikenal sebagai power supply switching. Kata "Switch" itu sendiri mempunyai arti yang banyak bisa juga artinya beralih, tetapi untuk dunia elektronik kata switch tersebut lebih diartikan ke "saklar", nah prinsip saklar "switching" sama dengan Pensaklaran, inilah yang digunakan pada power supply switching, pada power supply switching juga terdapat travo tapi bentuknya tidaklah seperti travo linear, kumparan pada travo switching tidak banyak inti kumparan yang digunakan menggunakan ferit (inti besi).
           switching+adaptor
Gambar. Rangkaian Pensaklaran

Analogi prinsip kerja switching dari gambar rangkaian diatas akan kita ketahui bagaimana lampu yang menjadi beban dari gambar diatas menyala dan mati, sudah tentu lampu akan menyala saat switch atau saklar ditekan maka arus dc akan mengalir disaat saklar tertutup, dan lampu akan mati kembali saat saklar terbuka atau dilepas, artinya pemakaian arus tidak secara terus menerus disaat ditekan saja, bisa kita asumsikan sebagai tips untuk menghemat pemakain listrik saat diperlukan saja ada pemakaaian arus, cara kerja untuk menekan saklar diatas tidak dengan cara manual melainkan menggunakan rangkaian yang dapat menggerakkan saklar sangat cepat (Khz), seolah olah  lampu akan mati-hidup/ berkedip karena cepatnya switch tadi bekerja lampu seakan tidak mati sama sekali (hidup).
Nah prinsip inilah yang kemudian digunakan untuk membuat power supply switching, dengan keadaan arus yang tidak mengalir secara terus menerus atau mempunyai jeda waktu mati (mili detik) akan mengurangi panas meskipun sangat singkat sekali, jadi penggunaan kabel dan komponen-komponen lain bisa mempergunakan ukuran yang lebih kecil. Prinsip dasarnya begitu tapi untuk keperluan perangkat elektronik yang komplek tidak seperti contoh lampu diatas rangkaian dibuat seolah oleh harus tetap hidup tidak boleh mati walaupun waktunya singkat, oleh karena itu ditambahkanlah beberapa komponen yang dapat membantu guna memperbaikinya.
switching-power

Penggunaan induktor dan penambahan capasitor pada rangkaian diatas untuk memperbaiki tegangan yang keluar ke beban tidak drastis habis/ hilang dari beban saat switch dilepas atau terputus, atau sebagai penyanggah saat arus mati, karena proses kerja saklar bekerja dengan sangat cepat dibutuhkanlah komponen yang benar-benar bisa bekerja pada tegangan tinggi umumnya menggunakan MOSFET (G,D,S) yang berbentuk menyerupai transistor (B,C,E), agar rangkaian dapat bekerja secara terus menerus dan feedback dari induktor tidak berbalik ke Mosfet biasanya ada penambahan dioda untuk meredam arus bolak-balik(AC) yang ditimbulkan karena arus dc yang terputus-putus lewat pada induktor bisa menghasilkan arus AC sebagai penyempurnaan rangkaiannya dipasanglah dioda.
switching+dioda

Jadi guna dioda diatas untuk menghilangkan arus ac yang dihasilkan oleh induktor akibat putus nyambungnya arus dc tersebut, sedangkan untuk menggerakkan transistor mosfet tadi harus ada rangkaian lagi, mosfet hanya sebagai saklar saja, dari gambar awal saklar membutuhkan tenaga dari luar agar kontak yang terdapat didalam saklar bisa terhubung dan arus bisa lewat (Transistor FET pengganti Saklar), pada terapannya transistor atau mosfet juga membutuhkan penggerak dari luar juga tapi berupa tegangan.
Tegangan regulasi dihasilkan dengan cara men-switching transistor seri ‘on’ atau ‘off ’. Dengan demikian duty cycle-nya menentukan tegangan DC rata-rata. Duty cycle dapat diatur melalui feedback  negatif. Feedback ini dihasilkan dari suatu komparator tegangan yang membandingkan tegangan DC rata-rata dengan tegangan referensi. Regulator switching pada dasarnya mempunyai frekuensi yang konstan untuk men-switching transistor seri. Besarnya frekuensi switching tersebut harus lebih besar dari 20KHz agar frekuensi switching tersebut tidak dapat didengar oleh manusia. Frekuensi switching yang terlalu tinggi menyebabkan operasi switching transistor tidak efisien dan juga dibutuhkan inti ferrit yang besar atau yang mempunyai permeabilitas tinggi.Untuk regulator switching dengan transistor seri dapat digunakan frekuensi switching (unibase frequncy) pada 200KHz. Pada frekuensi ini masih dapat digunakan transistor darlington biasa dengan bandwidth minimum pada 1MHz seperti 2N6836 dengan maksimum frekunsi switching pada 10MHz atau BDW42 dengan maksimum frekuensi 4MHz. Besarnya bandwidth ini sangat berpengaruh pada efisiensi kerja switching regulator tersebut.Untuk dioda clamp harus digunakan dioda dengan karakteristik fast recovery rectifier atau dikenal dengan dioda schottky. Dioda ini berguna untuk mempertahankan titik kerja dari switching transistor dengan melakukan ‘clamp’ (memotong) tegangan spike yang dihasilkan oleh transistor switching tersebut. Salah satu dioda schottky adalah 1N5819 dengan tegangan breakdown pada 40V. Kelebihan dari dioda schottky adalah kecepatan responnya terhadap penyerahkan tegangan.
Fungsi Power Supply dalam komponen komputer sangat vital, karena power supply merupakan pembagi arus untuk semua perangkat khususnya motherboard. Power Supply berfungsi untuk mengubah tegangan dari arus AC menjadi tegangan DC, di karenakan hardware di dalam komputer hanya dapat beroperasi dengan arus DC.
Pengertian dari power supply adalah sebuah perangkat yang terdapat di dalam CPU yang berfungsi untuk menyalurkan arus listrik ke berbagai peralatan komputer.
Fungsi power supply yang kurang baik/rusak dapat menghasilkan tegangan DC  yang tidak rata dan banyak riaknya (ripple). Jika digunakan dalam jangka waktu yang cukup lama akan menyebabkan kerusakan pada komponen computer, misalnya Harddisk. Kelebihan power supply switching adalah efisiensi daya yang besar sampai sekitar 83% jika dibandingkan dengan power supply dengan regulasi biasa yang menggunakan LM78xx. Efisiensi yang rendah pada regulator LM78xx dikarenakan kelebihan tegangan input regulator akan dirubah menjadi panas sehingga sebagian besar daya input akan hilang karena dirubah menjadi panas tersebut. Bagaimanapun juga semua regulator harus mendapatkan tegangan input yang lebih tinggi daripada tegangan regulasi output untuk mendapatkan tegangan yang teregulasi.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgeUQxi1go1U5014OZt5y3XRGnFpQRK2X1c7OdJXTGjK3ZiUFCrGjS61c6iXULrULDnxmwKU9ZkKYZ78tHkRrjN87G2ttwXFRP0-GmNywlAS05Tw3Rt2z8ROj9nB5-SljxL3hN5TeUTH0-_/s400/IMAGE002.JPG

Gambar . Blok Diagram Switching Regulator
Jenis konektor kabel Power Supply
  1. Konektor 20/24 pin ATX Motherboard
  2. Konektor 4 pin peripheral power (untuk periferal seperti Hardisk, CD-ROM, Kipas)
  3. Konektor 4/8 pin 12V (untuk motherboard server)
  4. Konektor 6-pin PCIe  (untuk kartu grafis jenis PCIe)
  5. Konektor floppy (untuk floppydisk drive)
  6. Konektor SATA (untuk hardisk / optical drive berjenis sata)

Jenis
Power Supply

A. Power Supply jenis AT
            Power supply yang memiliki kabel power yang dihubungkan ke motherboard terpisah menjadi dua konektor power (P8 dan P9). Kabel yang berwarna hitam dari konektor P8 dan P9 harus bertemu di tengah jika disatukan. Pada power supply jenis AT ini, tombol ON/OFF dihubungkan langsung pada tombol casing. Untuk menghidupkan dan mematikan komputer, kita harus menekan tombol power yang ada pada bagian depan casing. Power supply jenis AT ini hanya digunakan sebatas pada era komputer pentium II. Pada era pentium III keatas atau hingga sekarang, sudah tidak ada komputer yang menggunakan Power supply jenis AT.

B.
Power Supply jenis ATX

            Power Supply ATX (Advanced Technology Extended) adalah jenis power supply jenis terbaru dan paling banyak digunakan saat ini. Perbedaan yang mendasar pada PSU jenis AT dan ATX yaitu pada tombol powernya, jika power supply AT menggunakan Switch dan ATX menggunakan tombol untuk mengirikan sinyal ke motherboard seperti tombol power pada keyboard.
Rangkaian Regulator Switching
Terdapat berbagai macam rangkaian regulator switching tetapi semua rangkaian regulator tersebut selalu mempunyai 4 elemen dasar :
1. Switching Transistor
2. Dioda Clamp
3. LC Filter
4. Rangkaian kontrol
Ada beberapa variasi dari rangkaian regulator switching. Perbedaaanya adalah pada posisi transistor switchingnya. Variasi regulator switching tersebut dapat dilihat pada gambar.2 Transistor seri merupakan transistor yang diseri antara tegangan sumber (+DC Unregulated) dan tegangan output regulasi (+Vo). Untuk rangkaian pada gambar 2c dan 2d cocok untuk rangkaian kontrol tegangan teregulasi pada industri karena rangkaian kontrolnya terpisah/terisolasi dengan transistor serinya. Biasanya antara rangkaian kontrol dengan transistor serinya dipisahkan dengan menggunakan optoisolator (MOCxx atau 4N3x). Pada rangkaian pada gambar 2a dan 2b, rangkaian kontrolnya mendapatkan tegangan dari output tegangan teregulasi sehingga rangkaian tidak akan ‘start’ jika tidak diberi tegangan awal. Sedangkan pada rangkaian 2c dan 2d rangkaian kontrolnya mendapatkan tegangan dari +DC Unregulated sehingga akan tetap bekerja walaupun terjadi kerusakan/kesalahan pada Remote Sense atau Induktor yang menyebabkan tegangan output regulasi menjadi nol.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiRf00AdcPXs49eR8EeBiYT1gHJIWkPEPNgKgkh1gIpNfphZIb-bqgaGNAHfZOhANFIOwrY2-OtiX46ci45V0OV6RP3hkyOCy_dTy37c6v8wg6MahZrex-6GBbh7euca51OQOtNYqSaXfan/s400/2.JPG
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEifJe2E53EXqtoUS-rMHq_95L-TO3Ac4UJIubwpWDxnkTIN2Aj7RC_qsgpjsI8COYCQeqdyt44oNukZwqNGN6gljQJS9Z4fZwOHPB0hcrwSnYfvRE36AEdOfMT_M0TKS6zVAlxFtzEOF2Fi/s400/1.JPG
              Gambar. 2 Variasi Switching Regulator
Filter Input dan Penyearah Input
Penyearah input dan filter input terdiri dari penyearah bridge (full wave rectifier) dan sebuah filter kapasitor. Untuk meningkatkan efisiensi dari regulasi maka resistor seri tidak digunakan. Perlu diperhatikan dalam memilih dioda bridge yang digunakan karena terdapat arus ‘surge’ yang besarnya sampai kira-kira 12A. Arus ‘surge’ merupakan arus pengisian kapasitor pada saat rangkaian regulator ini dihidupkan pertama kali. Arus ‘surge’ ini menjadi besar karena tidak terdapat resistor seri. Rangkaian penyearah dan filter input ini akan menghasilkan tegangan DC yang tidak teregulasi.
Output Filter
Rangkaian filter output tidak terlalu rumit. Rangkaian filter output hanya terdiri dari induktor (L) dan kapasitor (C). Nilai induktor dan nilai kapasitor yang digunakan dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan :

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi0wGT1xMl845E9ei6GNNa0PiNwqbpvrwDwYDVKSb4yaFgBKt0oQRYVHvyT1nBMQg5qQ7t7PH1F78VbAlCcDmdwoySsHB7Q-SaBQy1xRzTn49ULXPRGBDJni9oO1-ipRjf3sWWbkPBJvHxY/s400/IMAGE006.GIF
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjVX8X7KAJYuh9lWM85BW-8snP8gmQJEN28yCi5qVSkyAjUnt4XaYrahxSShjuNkB50-dDMSfrP2vy78tfM3OKfqu93k9yFSBJA9g0TjSVYVoFiY3VVZSUPIDcFqQG-bkkAav1r7k-xLIMM/s400/IMAGE008.GIF
Dimana vo = tegangan ripple yang diinginkan.
Vo = tegangan regulasi output.
Vin = tegangan DC tak teregulasi.
f = frekuensi switching.
Sebuah rangkaian regulator yang baik harus mempunyai tegangan ripple harus sekecil mungkin. Tegangan ripple harus dalam level puluhan mV bahkan lebih kecil. Untuk nilai kapasitor yang digunakan biasanya menggunakan 2 kali nilai yang didapatkan dari persamaan di atas karena Faktor disipasi dari kapasitor elektrolit untuk frekuensi tinggi tidak terlalu baik Dapat juga digunakan kapasitor tantalum dengan nilai sedikit di atas nilai yang dihasilkan oleh persamaan di atas. Selain itu filter output juga berfungsi sebagai filter adanya tegangan spike yang ditimbulkan oleh switching transistor (kondisi terburuk) agar tidak sampai ke perlatan elektronik (beban). Sehingga di dalam mendisain sebuah regulator switching diperlukan parameter-parameter :
1. Tegangan input tak teregulasi
2. Tegangan output teregulasi yang diinginkan
3. Frekuensi kerja dari switching transistor
4. Arus output dari regulator switching
5. Tegangan ripple output teregulasi.
Selain bandwidth dari transistor switching, arus kolektor (Ic) dan tegangan kolektor-emitor (VCE) juga perlu diperhatikan dalam proses disain regulator switching ini. Arus kolektor (Ic) akan mempengaruhi besarnya arus output yang dapat disupply oleh regulator switching dalam kondisi normal. Sedangkan tegangan kolektor-emitor (VCE) akan mempengarui tegangan input (tegangan DC tak teregulasi) yang dapat diterima oleh transistor switching tersebut.
Ide Dasar Operasi Kerja Switching Regulator
Tingginya efisiensi dari regulator switching dipengaruhi oleh efisiensi kerja dari switching transistor seri. Pada saat transistor switching ‘ON’ maka semua tegangan input akan dilewatkan filter LC. Pada saat transistor switching ‘OFF’ maka tegangan input tidak akan melewati transistor switching sehingga tegangan yang masuk ke filter LC adalah nol.Sehingga dengan duty cycle 50% maka transistor switching akan ‘ON’ atau ‘OFF’ dalam sela waktu yang sama dan tegangan rata-rata yang dihasilkan dari kondisi ini dapat ditentukan dengan persamaan :
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEifNdnxnF6344aR0D4eOHwBO4EgdM-qWB0by1cmbTt2UglpuCXTQ5NWv_gZtfCvU9RLTyzqUcOmh8OzojImt6ubWdAnuZ1hO1tguUzh7jPcW_AyAj-LZYWo6rAv99KJL8IIc5_N6DQ_At36/s400/IMAGE010.GIF
Dimana D = Duty Cycle dari transistor switching. Perubahan dari duty cycle ini akan mempengaruhi besarnya tegangan output teregulasi. Sehingga untuk mengkompensasi penurunan/kenaikan tegangan input tidak teregulasi dapat diatur dengan merubah duty cycle dari transistor switching ini.Kondisi ‘ON’-‘OFF’ dari transistor switching ini terjadi berulang-ulang sehingga dengan duty cycle yang tetap akan menghasilkan gelombang kotak yang periodik.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgV_lVGqrwN1F5WwZt3kTbvVpKLWZgO8sUwerx9xbBiNWtHw9Pbm35opEmoUc922dQDgd7SJyJu0AjBtJxCG4Pi4FpIdsIMRYeUaszeQX5IVRodmVzRyes4YF8fr_r0XhFhHHmlqsrU7KIf/s400/IMAGE012.JPG
Gambar .3 Operasi Dasar Switching Regulator
Pada saat switch tertutup maka IL akan mengalir dari Vin ke beban. Karena terdapat perbedaan tegangan antara tegangan output dan tegangan input maka IL akan naik. Pada saat switch terbuka maka energi yang tersimpan di dalam induktor akan memaksa agar IL tetap mengalir ke beban, IL akan turun.Arus rata-rata yang melewati induktor sama dengan arus beban. Karena tegangan Vo dijaga konstan oleh kapasitor maka Io akan konstant. Ketika IL naik di atas Io maka kapasitor akan diisi dan pada saat IL turun di bawah Io maka kapasitor akan discharge.Kondisi ini akan terus berulang sehingga akan menghasilkan suatu gelombang yang periodik dan operasi kerja regulator dalam kondisi steady state. Operasi dalam kondisi steady state ini akan menghasilkan :
1. Tegangan rata-rata pada induktor akan = 0 sampai Vo.
2. Arus DC yang mengalir dari induktor akan sama dengan arus yang mengalir ke beban. Akan muncul tegangan ripple yang kecil.
3. Tegangan DC pada kapasitor sama dengan tegangan beban dengan tegangan ripple yang kecil.
Perubahan pada arus beban (Io) sangat sukar dikompensasi dan respon transien dari beban pada umumnya tidak baik. Jadi perubahan pada arus beban akan menyebabkan perubahan duty cycle sementara. Ada beberapa kasus yang terjadi jika arus beban berubah :
1. Duty cycle akan naik sampai maksimal (100%) sehingga transistor switching akan selalu ‘ON”.
2. Induktor memerlukan beberapa waktu untuk menaikan level tegangan DC yang baru. Kondisi ini diperngaruhi oleh permeabilitas dari inti ferrit yang digunakan.
3. Duty cycle kembali pada nilai semula.





SEJARAH MINANGKABAU



Minangkabau adalah negeri yang berada di dalam keresidenan Sumatera Barat. Penduduk memberi lambang sebuah tanduk kerbau karena menurut mereka daerah ini asalnya tempat perkelahian kerbau kepunyaan orang minang yang mengalahkan kerbau kepunyaan orang jawa zaman dahulu sehingga diberi nama Minangkabau. Pada sejarah, Minangkabau lebih dikenal sebagai bentuk kebudayaan daripada bentuk kerajaan karena kisah tambo yang turun-temurun secara lisan mengisahkan waktu dan peristiwa secara samara-samar, bahkan ditambahi dengan bumbu yang kedongeng-dongengan. Catatan sejarah lain mengatakan bahwa kekuasaan asing yang sering bercokol diminangkabau dari bagian utara dan selatan menempatkan pusat kekuasaannya pada tempat yang berbeda-beda sehingga sedikit banyak mengubah wajah kebudayaannya. Mungkin pula kegetiran hidup ini memotivasi untuk menghapus sejarah masa silam dengan menciptakan tambo yang kedongeng-dongengan serta memperkukuh sikap untuk mempertahankan ajaran falsafah mereka yang kemudian mereka namakan adat .
Menurut hasil penyelidikan kerajaan Minangkabau sejak dahulu kala dikendalikan oleh tiga orang raja (rajo nan tigo selo) yang masing-masing dengan kekuasaannya sendiri-sendiri. Pertama penguasa tertinggi adalah Rajo Alam, raja yang sebenarnya dari alam Minangkabau dan berkedudukan di Pagaruyung, yang kedua Rajo Adat, yang berkuasa di  bidang Adat dan berdiam di Baso, yang ketiga Raja Ibadat yang berkuasa di bidang agama berdiam di Sumpu Kudus. Ketiga raja ini  dibantu oleh empat pejabat tinggi kerajaan yang disebut Besar Empat Balai; mereka adalah  Bandaro (Tuanku Titah) yang memakai gelar Datuk Pamuncak. Masing-masing dari bandaro diberi daerah tempat dan boleh menagih pajak.
            Warna kulit orang Melayu-Minangkabau umumnya coklat muda. Pada umumnya kulit wanita lebih muda dari pria. Mereka senang memanjangkan kuku-kuku jari tangan, terutama empu jari, kelingking dan jari manis, sering kali kukunya diwarnai merah. Warna matanya coklat tua, rambutnya coklat hitam dan sering berombak. Pada kaum pria janggut dan kumis umumnya jarang tumbuh lebat. Pada 40% dari orang-orang yang diselidiki ditemui memiliki mata yang sipit kemiring-miringan, pada 25% seperti lipatan mongol, yang membedakan dua tipe wajah yaitu tipe yang kecil serta halus dan tipe yang kasar, kurang inteligensianya.Pertama yaitu pada tipe yang kecil dan halus wajahnya ditandai dengan wajah yang lonjong kecil, kening yang tinggi lonjong, hidung yang kecil, bibir tipis. Pada tipe yang kasar wajahnya datar dan lebar, dengan tulang rahang menonjol, hidung yang lebar dan pesek. Dibawah ini sejarah singkat minangkabau dari beberapa masa yaitu:

·         Zaman Prasejarah
Pada tahun 500 SM secara bergelombang Austronesia adalah bangsa pertama yang datang ke Minangkabau, mereka pendukung kebudayaan neolitikum(zaman batu). Gelombang kedatangan orang dengan perahu dari pulau Sumatera itu yang telah banyak mempengaruhi kebudayaan karena nenek moyang orang Minangkabau telah diketahui sebagai bangsa pengembara di lautan.

·         Zaman Awal Sejarah
Bangsa-bangsa yang mendiami pulau Sumatera sampai abad ke-4 SM sesungguhnya masih samara. Sejarah Sumatera semakin jelas ketika Anexecritus yang berada di India menemukan perahu-perahu dari Sumatera secara teratur mengunjungi negeri itu. Pada abad ke-1 Masehi duta dari Sumatera bernama Rachias berasal dari kota Argyre wilayah yang kaya emas terletak di sebelah Selatan India telah datang ke istana kaisar Romawi, Claudius sampai pada kemashuran wilayah di Selatan India dengan emasnya ini telah menyebabkan pujangga Walmiki mencantumkan nama wilayah itu sebagai Suwarnadwipa.

·         Zaman Melayu
Pada  abad ke-1M sejarah mencatat lebih memperkenalkan  nama Swarnadwipa dari pada melayu. Kemudian diabad ke-5 Masehi hanya ada satu kerajaan, yakni kerajaan Kuntala yang didirikan para penganut Budha dari Gandhara India Selatan dengan membentuk kerajaan yang kuat di pulau Sumatera. Mereka membuat hubungan dengan Cina pada tahun 441. Pusat kerajaan Kuntala diperkirakan di dekat perbatasan Jambi dengan Riau sekarang. Tidak diketahui dengan pasti apa sebab kerajaan Kuntala ini dikenal namun yang dikenal kemudian berdasarkan catatan Cina, atas nama Melayu setengah abad kemudian kerajaan Melayu itu dinamakan Sriwijaya. Konon Sriwijaya mendirikan pusat kerajaan di tepi Batangkampar perkampungan yang sampai saat sekarang terkenal dengan kampung Mahat. Mungkin karena lokasi di Batangkampar tidak menguntungkan, maka sekitar tahun 682 M pusat kerajaan berpindah lagi ke tepi sungai Musi di bagian Selatan Sumatera. Kerajaan Melayu atau Sriwijaya pada suatu masa mencapai kejayaannya, sehingga menguasai seluruh Sumatera, Semenanjung, Jawa, dan Kalimantan, kemudian beralih  ke Jawa Timur setelah rajanya yang bernama Wisnu menikah dengan putri Raja Mataram. Pemindahan kedudukan pusat kerajaan itu tampaknya telah mengalihkan nama Sriwijaya menjadi Syailendra . Kemudian terjadilah perebutan tahta antara turunan raja Wisnu dan kerabat kerajaan Mataram yang menyebabkan Balaputradewa, salah seorang ahli waris tahta turunan raja Wisnu kembali ke Sumatera yang menobatkan dirinya sebagai raja dengan gelar Sri Maharaja dikenal pula sebagai Swarnabumi, yang wilayahnya meliputi seluruh Sumatera, Semenanjung, dan sebagian Muangthai. Kerajaan Melayu atau Swarnabhumi sangat mengganggu lalu lintas perdagangan Kerajaan Cola dari India Selatan yang melintasi selat Malak menuju Cina di sebelah Timur yang menyebabkan untuk pertama kalinya raja Cola melancarkan serangan pada tahun 1017 diulangi lagi pada tahun 1025 dengan lebih hebat, sehingga raja Sri Maharaja Sanggaramawijaya dapat mereka tahan. Hal itu hanya berlangsung selama setengah abad saja. Di bekas kerajaan Cola itu munculah kerajaan Melayu yang dikenal dengan Dharmasraya yang didirikan oleh turunan Maharaja yang menyingkir ke hulu Batanghari. Kerajaan ini tumbuh dan meluas sampai menguasai Kamboja dan Sri Lanka dengan raja-rajanya yang menyandang gelar Mauliwarman. Dharmasraya itu juga dikenal dengan nama Malaypura yang kedudukan pusatnya di Siguntur.

Zaman Aditiawarman

Pada tahun 1070 adalah zaman baru dalam sejarah di pulau Sumatera bagian tengah, dari sanalah suatu kerajaan Minangkabau bermula dan kemudian berakhir di Pagaruyung di ujung abad ke-19. Kerajaan Dharmasraya hanya berusia sekitar dua abad. Pada tahun 1275 kerajaan Singasari di bawah raja Kartanegara melakukan gerakan politik dan militer ke Dharmasraya dengan nama yang dikenal sebagai “Ekspedisi Pamalayu ”. Tahun 1292 timbul perang di kalangan para pangeran di Singasari, Kertanegara terbunuh oleh Jayakatwang yang ingin merebut singgasana dengan bantuan pasukan Kublai Khan. Setelah itu, Raden Wijaya balik menyerang pasukan Kublai Khan dan terusir kembali ke laut kemudian menobatkan dirinya menjadi raja dan mengubah nama Singasari menjadi Majapahit .
Dikenal pada sejarah ini dua orang putri Melayu bernama Dara petak dan Dara Jingga . Dara Petak telah diangkat raden Wijaya sebagai permaisurinya memperoleh gelar Indraswati lahirlah satu-satunya putra laki-laki Raden Wijaya, yaitu Jayanagara. Sedangkan Dara Jingga, yang diperistri seorang kerabat istana yang tidak begitu dikenal namanya, kembali ke Dharmasraya setelah hamil. Di Dharmasraya itulah lahir seorang laki-laki yang kemudian terkenal dengan nama Aditiawarman. Dharmasraya telah ditinggalkan bala tentara Singasari raja turunan Mauliwarman yang menobatkan dirinya menjadi raja dan menamakan pusat kerajaannya dengan nama Malaypura.
            Sepeninggal Raden Wijaya, Keraton Majapahit tidak lagi aman karena para pangeran ingin menyingkirkan Jayanegara yang berdarah Melayu dari tahta dengan berbagai pemberontakan dan usaha pembunuhan akan tetapi, Jayanegara berhasil kembali ke tahtanya berkat bantuan Gajah Mada namun, pada tahun 1328 Jayanegara mati terbunuh . Ada dugaan bahwa peristiwa berdarah itu didalangi sendiri oleh Gajah Mada yang tidak puas kepada kepemimpinan Jayanegara yang lemah itu. Enam tahun kemudian Jayawisnuwardani kembali ke Kahuripan dan dinobatkan sebagai raja-bawahan peristiwa itu menyebabkan Aditiwarman yang merasa berhak menduduki tahta tidak mempunyai kesempatan lagi. Ia lalu kembali ke Malayapura pada tahun 1343. Di sana ia dinobatkan menjadi raja lalu memindahkan pusat kerajaan dari Siguntur, dekat Sijunjung ke Pagaruyung. Semasa pemerintahannya, Aditiawarman telah membuat tidak kurang dari 17 prasasti yang bertebaran di sekitar Pagaruyung sehinggan pada masa itulah bermulanya system pemerintahan Minangkabau. Ditahun 1373 Majapahit yang telah mulai lemah itu melakukan tindakan balasan dengan menghadang utusan Cina yang hendak membalas kunjungan Aditiawarman di lautan, barulah ketika Aditiawarman meninggal tahun 1375 pasukan Majapahit datang menaklukkan kerajaan Pagaruyung. Setelah itu kekuasaan Majapahit sebagai kerajaan terbesar di Nusantara dibawa pasang surut yang deras Pagaruyung pun menggunakan kesempatan itu. Pada tahun 1409 Majapahit mencoba menundukkannya lagi, tetapi mereka dapat dikalahkan di Padang Sibusuk di hulu Batanghari. Sejak itu kerajaan yang didirikan Aditiawarman benar-benar terlepas dari keuasaan Majapahit.

·         Zaman Pagaruyung
            Pagaruyung merupakan pusat pemerintahan raja-raja Minangkabau. Pada masa pemerintahan Aditiawarman organisasi pemerintahan kerajaan disusun menurut system organisasi yang berlaku di Majapahit. Kemudian organsisasi pemerintahan itu secara berangsur berubah dengan penyesuaian baik dalam komposisi dan fungsinya maupun  dalam hal nama-nama jabatannya.
Perbandingan organisasi pemerintahan antara keduanya ialah sebagai berikut:
Majapahit
Mantri katrin (maha menteri yang tiga) : mahamentrei hino, mahamenteri sirikan, dan mahamenteri halu.
Catur rakrian (penguasa yang empat) : rakrian demung, rakrian kanurun, rakrian rangga, dan rakrian tumenggung. Berlima dengan maha patih disebut panca ring wilwatika.
Darmajaksa yang berdua : pembesar keagamaan Budha dan Hindu.
Saptapapatri (upapati yang tujuh) : pembesar yang melaksanakan dan mengatur masalah hokum dan keamanan.


Pagaruyung
Raja tiga Sila (tungku tiga sejarangan) : cati bilang pandai, datuk katumanggungan, dan datuk perpatih nan sabatang yang merupakan pimpinan pusat pemerintahan.
Basa Empat Balai : bandaharo di Sungai Tarab, andomo di Saruaso, mangkudum di Sumanik, dan tuan gadang di Batipuah yang merupakan pembesar pemerintahan pusat.
Raja dua sila : raja adapt di Buo dan raja ibadat di Sumpur Kudus.
Gadang nan bertujuh : tujuh orang pembesar yang melaksanakan tertib hokum dan keamanan.
Pada dasarnya system pemerintahan di wilayah terdiri atas dua pola. Di Majapahit wilayah bawahan dengan pimpinan raja bawahan yang umumnya anggota raja di pusat pemerintahan dan wilayah mancanegara daerah taklukan yang dipimpin raja pola yang dipakai di Minangkabau sedangkan di Pagaruyung wilayah rantau kerajaan yang dipimpin oleh raja kecil sebagai wakil raja di Pagaruyung dan wilayah luhak yang dipimpin para penghulu. Wilayah itu masing-masing diatur menurut system yang berbeda satu sama lain, sebagaimana yang diungkapkan Luhak bapanghulu, rantau beraja. Pada tahun 1560 diketahui bahwa untuk pertama kalinya seorang raja Pagaruyung memeluk Islam dengan sebutan Sultan Alif. Kedudukan raja masa itu sesungguhnya sudah sangat lemah karena umumnya penduduk telah menganut agama Islam. Berbagai wilayah telah terbelah-belah, kerajaan kecil di wilayah rantau telah melepaskan diri.
Sejarah Minangkabau kembali diliputi kabut tebal selama seabad sampai muncul nama Sultan Ahmadsyah pada tahun 1650-1670. Perang saudara itu tampaknya mulai berkobar ketika Belanda mulai memainkan peranannya dalam merebut monopoli dagang dari tangan Aceh. Belanda mencoba mendekati Sultan Ahmadsyah yang menjadi raja di Pagaruyung dengan mengakuinya sebagai maharaja yang berkuasa. Sebagai imbalannya Belanda memperoleh konsesi hak monopoli perdagangan dan hak mendirikan loji (gudang) di beberapa tempat di pesisir Barat. Ketika Sultan Ahmadsyah meninggal disebutlah seorang yang bernama Raja Alif sebagai penggantinya. Akhirnya, perang saudara tidak terhindarkan lagi. Sekurang-kurangnya pimpinan kerajaan terpecah tiga. Perpacahan itu dijadikan Belanda sebagai alasan untuk membatalkan semua perjanjiannya.
Pada tahun 1730 yang menjadi raja di Pagaruyng Sultan Bagagar Alamsyah. Belanda membuat perjanjian baru dengannya, yang sudah tentu sangat mengungtungkan pihak Belanda, sebab kedudukan raja Pagaruyung itu telah demikian lemah. Setalah ia meninggal, penggantinya –Sultan Sri Maha Diraja- terpaksa lagi memperbarui perjanjian dengan Belanda pada tahun 1780. Bahkan yang terakhir ini meminta perlindungan bagi wilayahnya yang telah digerogoti pengikutnya sendiri. Situasi di Eropa juga mempengaruhi situasi perebutan kekuasaan di Minangkabau. Sampai dua kali Padang menjadi benteng Belanda, dikuasai Inggris. Yang pertama pada tahun 1781-1785 berhubung dengan permusuhan antara kedua Negara yang kedua pada waktu Perang Napoleon.Pada masa itu di Minangkabau tengah terjadi pertarungan sengit antara pengikut Paderi dan pengikut raja Pagaruyung. Sultan Alam Bagagarsyah, kemenakan Sultan Muning Alamsyah, minta bantuan Inggris untuk melawan Paderi. Raffles lalu memasuki wilayah pedalaman Minangkabau dan bermarkas di Simawang di dataran tinggi yang strategis di tepi Danau Singkarak. Setelah Inggris menyerang kembali Kota Padang kepala Belanda seusai Perang Napoleon, Sutan Alam Bagagarsyah beserta empat belas orang penghulu hendak menyerahkan Minangkabau kepada Belanda, asal Belanda mau memerangi Paderi. Perjanjian penyerahan itu berlangsung pada tahun 1821. Dengan demikian berarti Kerajaan Pagaruyung sudah tidak ada.

Awal Penjajahan Belanda

Pada tahun 1596 setelah berlayar 14 bulan, empat buah kapal Belanda berlabuh di Banten sesudah mampir di pulau Enggano. Kemudian atas prakarsa pemerintahnya, didirikanlah sebuah persekutuan dagang dengan nama VOC (Vereenigde Oost-Indische Companie). Pada awal abad ke-17 Belanda telah menguasai dan menaklukkan beberapa kepulauan yang menghasilkan rempah-rempah yang menjadi komoditi utama perdagangannya, seperti Ambon, Tidore, Ternate, dan Banda. Sejak awal abad ke-17 itu Belanda boleh berdagang dengan Minangkabau asal memperoleh persetujuan raja Aceh dengan membayar cukai lebih dahulu. Sejak itu armada dagang Belanda mulai agak leluasa melakukan perdagangan dengan Bandar dagang di pantai Barat Minangkabau . Saling serang Belanda dengan Aceh berlangsung kembali. Aceh masih menguasai semua Bandar perdagangan itu. Akhirnya terjadi juga perdamaian. Belanda harus mengganti berbagai kerugian yang ditimbulkan peperangan itu. Aceh memberikan konsepsi kepada Belanda dengan mengizinkannya membuka kantor dagang di Padang. Semenjak persetujuan itu Belanda mendapat basis untuk melakukan siasat dengan menghasut penguasa di sepanjang pantai Barat Minangkabau agar membesakan dirinya dari Aceh. Raja-raja kecil yang terpikat pada hasutan Belanda mendapat perlawanan rakyatnya sendiri yang mendapat hasutan Aceh. Raja Indrapura, yang selama ini merupakan raja muda kerajaan Pagaruyung yang membebaskan dirinya dari rajanya berkat bantuan Aceh, mencoba pula membebaskan dirinya dari kekuasaan Aceh dengan bekerja sama dengan Belanda. Oleh karena Belanda merasa kedudukannya telah aman di pesisir Utara. Raja Pagaruyung yang selama ini telah digerogoti Aceh hampir semua raja muda yang diangkatnya telah membelot darinya, kini menginginkan pengakuan hak kuasa di seluruh wilayah Minangkabau pada masa jayanya. Belanda menyetujui keinginan itu. VOC mengangkat raja Pagaruyung sebagai mantra raja yang bertindak sebagai kuasa Pagaruyung di seluruh pesisir. Semenjak itu, atas nama raja Pagaruyung, Belanda melakukan penaklukan ke semua kota pantai sampai ke Barus.

·         Zaman Islam
Sejak Iskandar Zulkarnaen di India telah ada perahu Sumatera berlayar secara teratur ke negeri itu. Rempah-rempah dan emas dari Sumatera telah menjadi bahan perdagangan yang utama yang diangkut pedagang Arab dengan memakai perahu mereka sendiri atau dengan memakai perahu Sumatera. Keharuman rempah-rempah pulau Sumatera itu telah mengundang khalifah Muawiyah untuk mengirim surat kepada Sri Maharaja Lokitawarman, raja Sriwijaya yang berkedudukan di Sabak itu agar memeluk agama Islam. Kedatangan saudagar Arab di Sumatera telah menimbulkan pemukiman mereka di pantai Timur dan Barat Aceh. Dari Aceh inilah sejak abad ke-8 dan ke-9 Masehi agama Islam memasuki Minangkabau dan menjadi lebih giat pada awal abad ke-13. Ketika Majapahit melakukan ekspedisi ke Pase, yang tentu saja membawa pasukan yang berasal dari Dhamasraya yang juga sudah dikenal sebagai Minangkabau. Setelah itu terjadilah sejarah minangkabau pada zaman Paderi, Perang Paderi dan zaman Pembaruan yang tidak dijelaskan pada sumber penulisan sehingga penulis hanya bisa  meresume sejarah ini sampai zaman islam.

FALSAFAH ALAM

Orang Minangkabau menamakan tanah airnya Alam Minangkabau oleh karena itu, ajaran dan pandangan hidup mereka yang dinukilkan dalam pepatah mengambil ungkapan dari bentuk, sifat, dan kehidupan alam. Alam unsurnya dari empat, yang mereka sebut nan ampek .

·         Manusia dan Individu
            Falsafah Alam Minangkabau meletakkan manusia sebagai salah satu unsur yang statusnya sama dengan unsur lainnya seperti, tanah, rumah, suku, dan nagari. Persamaan status itu mereka lihat dari keperluan budi daya manusia itu sendiri. Setiap manusia, secara bersama atau sendiri memerlukan tanah, rumah, suku, dan nagari sebagaimana mereka memerlukan manusia atau orang lain bagi kepentingan lahir dan batinnya.Sangat sulit menurut alam pikiran mereka jika seseorang tidak memiliki keperluan hidup lahir dan batin itu. Tanpa dapat menjelaskan kedua hal itu, ia akan dipandang bukan orang Minangkabau. Dan sebagai manusia ia akan dipandang orang kurang sebab itu setiap manusia dipandang dalam status yang sama. Tagak samo tinggi, duduak samo randahi (tegak sama tinggi, duduk sama rendah). Kenyataan alam sebagaimana mereka lihat secara fungsional itu tidak lah menyebabkan penilaiannya berbeda. Demikian pulalah dengan manusia dalam fungsi dan perannya yang saling berbeda menurut kodrat dan harkat yang diberikan alam kepadanya, tetapi nilainya tetaplah sama. Nan buto paambuih lasuang, nan pakak palapeh badia, nan lumpuah pauni rumah, nan kuaiak pambao baban, dan binguang disuruh-suruah, nan cadiak lawan barundiang (nan buita penghembus lesung, nan pekak pelepas bedil, yang lumpuh penghuni rumah, yang kuat pemikul beban, yang bodoh disuruh-suruh, yang pintar lawan berunding).

·         Pola Penyesuaian yang Serasi
Sebagai falsafah yang berguru ke alam mereka memandang falsafah Minangkabau sebagai yang tak lapuak dek hujan, tak lakang dek panek (takkan lapuk karena hujan, takkan lekang karena panas) karena keabadiannya. Keabadian itu bukan karena statis atau beku, melainkan karena kemampuannya menyesuaikan diri dengan keadaan yang senantiasa berubah, sebagaimana alam itu pun senantiasa berubah pula, tetapi harkatnya akan tetap abadi. Ada perubahan yang terjadi karena kehendak alam atau kehendak keadaan yang di luar kemampuan manusia.

·         Hidup Bertahan dan Mempertahankan Hidup
Falsafah alam Minangkabau menafsirkan kehidupan sebagai suatu dinamika yang mengandung pergeseran dan perubahan secara terus-menerus. Pola penyesuaian yang serasi ialah menyesuaikan diri dengan keadaan yang lebih baik melawan dunia orang , tidak sebaliknya, yakni menyesuaikan diri kepada kehidupan yang lebih rendah Nan gadan jan malenda, nan cadiak jan manjua(yang besar jangan melanda, yang cerdik jangan menjual) . Namun, mereka juga memahami hukum dialektis yang mereka sebut bakarano bakajadian(bersebab berakibat). Sewaktu-waktu akan timbul persengketaan di antara mereka yang tidak dapat diselesaikan. Dalam sikap mempertahankan atau memagar diri dan lingkungannya pola babiliak ketek babiliak gadang(berbilik kecil, berbilik besar) sangat dipegang teguh. Sasaran dalam mempertahankan kehidupan lingkungan pada batas-batas tingkatannya yang bersifat aktif itu ialah malawan dunia urang (melawan dunia urang) agar kadar kedudukan mereka sama dengan yang lain. Bentuk sikap mempertahankan dan memagari itu menuntut kebersamaan yang hampir secara total. Pemahaman bebas dan kewajiban itu hampir boleh dikatakan tidak ada, karena alasan harga diri dan rasa persamaan. Inilah beberapa uraian contoh falsafah alam minangkabau yang dapat penulis resume berdasarkan sumber, masih ada beberapa lagi namun tidak dijelaskan secara rinci yaitu :
         Harga Diri
         Malu Yang Tidak Dapat Dibagi
         Pola Awak Samo Awak
         Rasa dan Periksa Kesamaan dan Kebersamaan
         Seiya Sekata
         Pola Penyesuaian Yang Serasi
         Hidup Bertahan dan Mempertahankan Hidup.

ASAL USUL LAHIRNYA SUKU

            Pada mulanya orang Minangkabau hidup dalam empat golongan suku yang bernama Bodi, Caniago, Koto, dan Piliang. Kedua suku pertama menganut aliran politik yang juga disebut kelarasan Bodi Caniago pimpinan Datuk Perpatih nan Sabatang. Dua suku berikutnya menganut aliran politik yang juga disebut Kelarasan Koto Piliang pimpinan Datuk Ketumanggungan suatu kesatuan yang utuh (totalitas)
karena perkembangan keadaan dalam sejarah juga oleh kedatangan kekuasaan asing yang menjarah Minangkabau jumlah suku yang empat menjadi bertambah. Tambo mencatat bahwa perombakan pertama terhadap dua aliran system politik dilakukan oleh Datuk Nan Sakelap Dunia yang menginginkan hak yang sama seperti kedua saudaranya dengan cara memisahkan diri dari lima kaum dan membentuk lima suku baru untuk mencapainya mereka mempunyai pimpinan yang ditaati secara bulat. Pimpinan itu mempunyai hirarki yang tertinggi, yaitu apa yang dinamakan saiyo sakato itu. Artinya, bermufakat dengan sungguh-sungguh untuk segala apa yang diputuskan pimpinan mereka. Mufakat harus berada pada garis hukum dan garis kepatutan pada rukun mufakat yakni kebulatan pendapat. Seiya-sekata dapat juga timbul karena ada rasa segan untuk menyatakan suatu pendapat yang berbeda dan pendapat umum. Dalam mufakat diperlukan pikiran yang berbeda agar masalah dapat dipecahkan dengan semasak_masaknya.



·         Pemekaran Suku
Jika pada mulanya dikenal hanya ada empat suku maka kehadiran Kerajaan Pagaruyung ikut menambah jumlah suku. Lainnya prinsip-prinsip yang dianut suku menurut alirannya semula kian melonggar. Terutama di wilayah rantau suku yang semula menganut aliran koto piliang beralih menganut aliran bodi caniago ada juga suku yang lenyap karena kepunahan warganya. Lahir dan mekarnya suku disebabkan beberapa hal:
1.         Pertambahan penduduk
Dalam Sistem perkawinan sangat terlarang perkawinan antara orang yang sukunya sama. Untuk mengatasi kesulitan mendapat jodoh, suku yang sangat berkembang itu terpaksa membelah sukunya menjadi dua atau tiga. Untuk membedakan suku yang lama dengan suku yang baru tidak perlu mencari nama baru, suku baru dapat diberikan nama suku lama dan ditambah dengan nama sampiran tergantung pada jumlah kaum atau keturunan yang ikut dalam suku baru, tergantung aliran kelarasan yang dianut suku itu.
2.         Permukiman baru
Bila nagari tidak dapat lagi memberikan kesejahteraan karena wilayahnya sempit maka mereka harus mencari pemukiman baru dengan cara berkelompok yang mungkin berasal dari satu atau beberapa ninik. Pemukiman yang baru itu berada di laur wilayah nagari masing-masing bisa dekat dan bisa jauh sekali dengan beberapa alternatif yakni: (a) Setiap anggota suku bergabung dengan suku yang telah lebih dahulu ada di tempat itu (b) Beberapa ninik atau kaum dan suku yang sama berasal dari nagari yang sama membentuk suku baru di nagari tempatan itu. (c) Orang-orang dan satu suku dan satu nagari itu tidak bisa berintegrasi dengan suku yang ada nagari tempatan karena di sana tidak ada suku yang sama dengan suku mereka. Mereka lalu berkelompok dalam sukunya. (d) Orang-orang dan beberapa nagari yang mempunyai suku yang sama bergabung mendirikan sukunya sendiri di nagari tempatan yang baru itu. (e) Orang dari bermacam-macam suku dan nagari yang sama bergabung untuk mendirikan suku yang baru di nagari tempatan itu.
3.         Migran
Orang asing atau bukan orang Minangkabau dapat menjadi warga yang sama utuhnya dengan penduduk asli, baik secara individual maupun berkelompok mereka tetap dipandang sebagai orang asing walaupun melalui proses asimilasi. Jika laki-laki asing menikahi wanita Minangkabau, ia tetap dipandang sebagai orang asing, sedangkan anaknya secara otomatis menjadi orang Minangkabau dan jika perempuan asing menikah dengan orang Minangkabau, maka dipandang sebagai orang asing begitupula anaknya.

UNDANG – UNDANG DAN HUKUM

Suatu suku bangsa yang mempunyai pemerintahan sendiri tentulah mempunyai undang-undang dan hukum yang tertulis atau tidak tertulis. Bila undang-undang dan hukum yang tidak tertulis itu masih ditaati dengan setia oleh warganya, maka ia menjadi pandangan hidup yang ampuh dan sebagai alat pemersatu suku bangsa itu. Undang-undang dan hukum itu telah dipandang sebagai adat. Minangkabau adalah suku bangsa yang masih setia kepada adat istiadat nenek moyangnya meskipun sebagai suku bangsa ía telah melebur kedalam kesatuan suku-suku bangsa yang menjadi warga serumpunnya Hiduik dikaduang adaik, mati dikanduang tanah (hidup dikandung adat, mati dikandung tanah) yang mengandung makna bahwa antara hidup dan mati mereka sudah tahu tempatnya dan tidak akan ada pilihan lain. Sebagai suku bangsa yang mengambil alam sebagai sumber falsafah hidupnya, sifat adat mereka lentur. Mereka dapat menyesuaikan diri dengan keadaan yang berubah itu dengan memakai pola Nan elok dipakai, nan buruak dibuang (yang elok dipakai, yang buruk dibuang). Maksudnya, kaidah yang baik dapat dipakai, dan hal-hal yang tidak berfaedah bagi kehidupannya disisihkan Adat. Adat bagi mereka adalah kebudayaan secara utuh yang dapat berubah. Namun, ada adat yang tidak dapat berubah 4 kategori adat: (1) adat yang sebenarnya adat, (2) adat-istiadat, (3) adat yang diadatkan, dan (4) adat yang teradat.Yang dimaksud dengan adat yang sebenarnya adat ialah adat yang asli yang tidak berubah, yang tak lapuk oleh hujan yang tak lekang oleh panas. Yang dimaksud dengan adat-istiadat ialah kebiaaan yang berlaku di tengah masyarakat umum atau setempat. Yang dimaksud dengan adat yang diadatkan ialah adat yang dijadikan sebagai undang-undang dan hukum yang berlaku. Yang dimaksud dengan adat yang teradat ialah keputusan yang dilahirkan oleh mufakat atau konsensus masyarakat yang memakainya seperti yang dimaksud Patah tumbuah, hilang baganti .
Cupak nan Dua. Oleh karena adat itu ada yang tetap dan ada yang berubah, maka mereka memperkenalkan nilai adat itu dengan istilah cupak. Jenis cupak itu ada dua yang lazim mereka sebut cupak nan duo (cupak yang dua), yaitu cupak usali dan cupak buatan (cupak asli dan cupak buatan). Yang dimaksud dengan cupak usali ialah nilai-nilai yang mereka terima secara turun-temurun dan nenek moyang. Sedangkan cupak buatan ialah nilai-nilai yang dibuat kemudian atas kesepakatan atau karena keterpaksaan keadaan. Dalam menilai perubahan yang terjadi karena kehendak sejarah mereka melihat ajaran-ajaran pokok penilaian demikian dikatakan barih baukua jo pepatah, balabeh bajangko jo petitih(batis berukur dengan pepatah, belebas beruku: dengan petitih). Batang-tubuh yang dibawa sejak lahir yang tidak dapat berubah sepanjang hidup.
·         Undang-undang Luhak dan Rantau
Undang-undang ini yang mengatur sistem pemerintahan pada dua wilayah yang berbeda di Minangkabau pada zaman kerajaan masih berdiri. Luhak dan yang lainnya disebut rantau. Dalam tambo disebutkan bahwa luhak bapangulu, rantau barajo(luhak berpenghulu, antau baraja), yang artinya pemerintahan di wilayah luhak diatur penghulu, sedangkan di rantau diatur raja. Pada dasarya, wilayah luhak terletak di nagari-nagari yang berada di selingkar Gunung Merapi. Sedangkan wilayah rantau terletak di Iuarnya, terutama di wilayah pelabuhan di bagian timur atau di bagian barat Minangkabau. Dalam tambo dikisahkan bahwa alam Minangkabau mempunyai luhak nan tigo (luhak nan tiga): Luhak Tanak Data (Tanah Datar) Again, dan Lima Puluak (Lima Puluh) atau Limo Puluh Koto (Lima Puluh Kota). Kemudian luhak tersebut berkembang menjadi empat dengan munculnya Luhak Kubuang Tigo Balek (Kubung Tiga Belas). Letak luhak ini di sekitar Gunung Talang. Perbedaan ciri antara luhak-luhak itu terlihat pada bentuk rumah gadang, model pakaian resmi penghulu atau pengantin dan pengiringnya.
Ciri yang dilukiskan tambo tentang ketiga luhak: (1) Luhak Agam, buminya hangat, airnya keruh, ikannya liar. (2) Luhak Tanah Datar, buminya lembang, airnya tawar, ikannya banyak. (3) Luhak Lima Puluh, buminya sejuk, airnya jernih, ikannya jinak.
Sistem pemerintahan luhak berbeda dengan rantau. Pemerintah luhak berpencar di nagari-nagari dengan pemerintahannya sendiri-sendiri yang mempunyai empat buah suku. Setiap suku mem punyai beberapa buah perut (kaum dan turunan ibu) dan penghulu suku. Keempat penghulu suku inilah yang menjadi pemegang pemerintahan nagari secara kolektif. Sedangkan yang memimpin penduduk ialah kepala kaumnya masing-masing, yang disebut penghulu kaum. Sedangkan kampung atau pemukiman penduduk diatur seorang yang dinamakan tuo (ketua) kampung, sebagai organik pimpinan pemerintahan nagari. Kepala rumah tangga disebut rungganai, yaitu seorang laki-laki yang ketua dan keluarga yang mendiami rumah itu, menurut stelsel matrilineal. Pimpinan pemerintahan yang berada di tangan penghulu mempunyai kelengkapannya, yakni dubalang (hulubalang), punggawa (pegawai), manti (nienteii cau mantni), dan maim (muahm atau kiai). Keempat mereka ini disebut urang nan ampek (orang yang empat) Kelengkapan lain, seperti petugas pengawas kehutanan dan inigasi disebut tuo (tua atau ketua) misalnya yuo utan itu tuo rimbo untuk pengawas hutan dan rimba, tuo banda (bendar) untuk pengawas irigasi.
Secara etnografis rantau ialah wilayah Minangkabau yang terletak di luar wilayah luhak nan tiga. Batas-batas wilayah rantau tergantung pada pasang naik dan pasang surut kekuatan Kerajaan Pagaruyung. Wilayah rantau pada mulanya merupakan wilayah untuk mencari kekayaan secara individual oleh penduduk. Seorang penguasa dijabat secara turun-temurun menurut stelsel patrilineal dengan gelar jabatan yang sesuai dengan langgam tradisional yang telah ada di tempat itu oleh arus perpindahan penduduk ke rantau yang demikian besarnya, baik secara individual maupun secara suku, maka secara lambat laun nagari-nagan di wilayah itu tumbuh menjadi nagari dengan menumbuhkan jabatan penghulu sebagai belahan dan nagari asalnya  karena itu nagari-nagari di wilayah rantau merupakan wilayah Minangkabau secara etnis tetapi kebudayaannya lebih banyak berbaur dengan kebudayaan luar. Pergi ke rantau merupakan produk kebudayan Minangkabau. Falsafah materialisme Minangkabau mendorong anak muda agar kuat mencari harta kekayaan guna memperkukuh atau meningkatkan martabat kaum kerabat agar setaraf dengan orang lain.

·         Undang-undang Dua Puluh
Undang-undang dua puluh merupakan undang-undang yang mengatur persoalan hukum pidana. Ia terbagi dalam dua bagian. Yang pertama undang-undang delapan dan yang kedua undang-undang dua belas. Dalam undang-undang ini tidak dicantumkan ancaman hukuman karena, ancaman hukuman terhadap pribadi yang melakukan pelanggaran hukum tidak sesuai dengan sistem masyarakat komunal yang berasaskan kolektivisme.

·         Undang-Undang Delapan
Undang-Undang Delapan terdiri dari delapan pasal yang mencantumkan jenis kejahatan. Setiap pasal mengandung dua macam kejahatan, yang sifatnya sama tetapi kadarnya berbeda delapan pasal tersebut:
1.      Tikam bunuah (tikam bunuh) ialah pembuangan yang melukai orang atau milik orang dengan menghilangkan nyawa orang atau milik orang dengan menggunakan kekerasan.
2.      Upeh racun (upas racun)  ialah perbuatan menyebabkan sescorang menderita sakit setelah mencelan makanan atau minuman yang telah diberi ramuan yang berbisa atau beracun
3.      Samun saka (samun sakar) ialah perbuatan merampok milik orang dengan cara melakukan pembunuhan dengan cara kekerasan atau aniaya.
4.      Sia baka (siar bakar) ialah perbuatan membuat api yang mengakibatkan milik orang lain sampai terbakar.
5.      Maliang curi (maling curi) ialah perbuatan mengambil milik orang dengan melakukan perusakan atas tempat penyimpannya secara sambil lalu selagi pemiliknya sedang lengah.
6.      Dago dagi (daga dagi) ialah perbuatan pengacauan dengan desas-desus sehingga terjadi kehebohan sehingga merugikan yang bersangkutan.
7.      Kicuah kicang (kicuh kicang) ialah perbuatan perempuan yang mengakibatkan kerugian orang lain.
8.      Sumbang salah (sumbang salah) ialah perbuatan yang menggauli seseorang yang tidak boleh dinikahi;perzinaan dengan istri orang.

·         Undang-Undang Dua Belas
Undang-undang Dua Belas ialah bagian dari undang-undang dua puluh, yang mencantumkan dua belas pasal, yang dapat menjadi alasan untuk menangkap dan menghukum seseorang. Undang-undang ini terdiri dari 2 bagian, yang masing-masing mempunyai enam pasal. Bagian pertama disebut bagian tuduk. Yakni pasal-pasal yang dapat menjadikan seseorang sebagai tertuduh dalam melakukan kejahatan. Setiap pasal nengandung 2 macam alasan tuduhan yaitu:
1.      Tatumbang taciak (tertumbang terciak) ialah tersangka tidak dapat menangkis tuduhan yang didakwakan kepadanya (mengakui tuduhan)
2.      Tatando tabukti (tertanda terbukti) ialah ditemukannya milik terdakwa di tempat kejahatan.
3.      Tercancang tarageli (tercencang teregas) ialah ditemukannya bekas, akibat, atau milik terdakwa di tempat kejahatan.
4.      Taikek takabek (terikat terkebat) ialah terdakwa tepergok sedang melakukan kejahatan.
5.      Talala takaja (terlatar terkejar) ialah terdakwa dapat ditemukan di tempat persembunyiannya dapat ditangkap dalam suatu pengejaran.
6.      Tahambek rapukua (terhambat terpukul) ialah terdakwa dapat ditangkap setelah pengepungan setelah dipukul atau dikeroyok.
Enam pasal lainnya dan bagian Undang-undang Dua Belas ialah apa yang dinamakan Cemo (Cemar). Keenam pasal itu lebih merupakan prasangka terhadap seseorang sebagai orang yang telah melakukan suatu kejahatan hingga ada alasan untuk menangkap atau untuk memeriksanya. Keenam pasa itu ialah:
1.      Basuriah bak sipasin, bajajak bak bakiak (bersurih bagai sipasin, berjejak bagai herkik): ditemukan jejak seseorang atau tanda-tanda di enam, jika diikuti ternyata menuju ke arah tersangka.
2.      Enggang lalu, ata jatuah (enggang lewat, atal jatuh) : di tempat kjahatan terjadi, seseorang terlihat sedang berada di tempat itu.
3.      Kacondongan mato urang banyak (kecenderungan mata orang banyak): bahwa seseorang telab menarik perhatian orang banyak karena hidupnya telah berubab tanpa diketahui sebab-musababnya.
4.      Bajua nurah-nsurak (menjual murah-murah): didapati seseong menjual suatu benda dengan harga yang sangat murab, seolah-olah menjual benda yang bukan miliknya.
5.      Jalan bagageh-gagek (berjalan tergesa-gesa): didapati seseorang berjalan dengan tergesa-gesa pada suatu saat dan tempat yang tidak tepat, seolah-olah ia sedang ketakutan.
6.      Dibaok pikek, dibao Iangau (dibawa pikat, dibawa lalat): didapati .seseorang hilir-mudik pada suatu tempat tanpa diketahui maksudnya tlengan jelas sehingga meninibulkan kecurigaan.
7.       
·         Ancaman Hukum
Ancaman hukuman bagi tertuduh kejahatan berdasarkan asas kekeluargaan awak sama awak. Maksudnya, setiap orang yang bersalah patut dihukum. Tibo di mato indak dipiciangkan, tibo di paruik indak dikampihkan (kena mata, tidak dipicingkan, kena perut, tidak dikempiskan). Untuk setiap kejahatan atau kesalahan yang dilakukan oleh seseorang karena ia adalah anggota dan kaumnya yang bertanggung jawab ialah kerabat. Si penderita harus diberi pampasan oleh kerabat si pelaku. Berat ringan pampasan itu ditetapkan oleh empat pasal :
1.      Mancancang Memampeh, mambunuh mambangun (mencencang memampas, membunuh membangun) ialah terhadap siapa yang menimbulkan kerusakan terhadap seseorang atau milik seseorang berkewajiban memberi pampasan atau ganti rugi. Yang dimaksud dengan membunuh membangun ialah terhadap siapa yang membunuh seseorang atau milik seseorang harus menghidupkan yang terbunuh itu kembali.
2.      Mamakan mamuntahkan, maambiak mengambalikan (memakan memuntahkan, mengambil mengembalikan) ialah jika kesalahan itu berupa “memakan” milik orang lain, ia berkewajiban mengeluarkannya kembali apa yang dimakannya itu.
3.      Sasek suruik, gawa maubah (sesat surut, gawal mengubah) ialah orang mempunyai hak dan kewajiban untuk memperbaiki kesalahannya.
4.      Bautang mambaia, bapiutang manarimo (berutang membayar berpiutang menerima) ialah setiap orang yang berutang wajib membayar.
·         Timbangan Hukum
Ancaman hukum pampasan tergantung pada berat ringan kesalahan. Ada empat macam jenis hukuman yang dapat dikenakan pada yang melakukan kesalahan. Namun, tidak ada jenis hukuman mati, hukuman penjara atau hukuman siksa. Keempat jenis hukuman itu merupakan pampasan atas dasar pertimbangan yang setimpal dengan sifat kesalahannya sebagai berikut :
1.      Ditimbang jo bicaro (dirimbang dengan bicara): bentuk hukum damai, setelah yang melakukan kesalahan mengakui dan meminta maaf.
2.      Ditimbang Jo budi (dItimbang dengan budi): kerabat yang bersalah berkewajiban mengadakan perjamuan di hadapan orang banyak dan terdakwa atau seorang anggota kerabat terdakwa menyatakan kesalahannya.
3.      Ditimbang jo amek perak (ditimbang dengan emas dan perak): kesalahan dipampas dalam bentuk harta.
4.      Ditimbang jo badan nyao (ditimbang dengan badan dan nyawa):y ang bersalah harus menyerahkan nyawa dan badannya kepada kerabat penderita apabila sifat kesalahan itu berupa pembunuhan.

·         Hukum Buang
Hak memberikan hukuman kepada seseorang ialah sukunya sendiri, sebab orang itu adalah anggotanya. Pihak lain berkewajiban memperkuat hukuman itu. Bila kejahatan itu bersifat berat maka tidak bisa diampuni lagi oleh sebab tingkah lakunya tidak akan dapat berubah. akan dikenakan hukum buang. Ada empat jenis atau tingkat hukum buang :
1.      Buang siriah (buang sirih) ialah pengucilan oleh kaumnya sendin, sehingga hak dan kewajiban terhadap kaumnya dicabutdan sebaliknya.
2.      Bang biduak (buang biduk) ialah pengucilan oleh seluruh kaum dari nagari tempat kediamannya.
3.      Buang tingkarang (buang tingkarang) ialah tindakan pengusiran dan nagari kediamannya.
4.      Buang daki (buang deki) ialah pengusiran dan nagari kediamannya dan seluruh harta bendanya dirampas serta diberikan kepada pendenta kejahatan.
Jangka waktu hukum buang tidak ditentukan, tergantung kepada perubahan tingkah laku orang buangan itu dan kesepakatan orang yang alkan mene nmanya kembali.



·         Peradilan
Sistem peradilan dalam masyarakat Minangkabau bersifat kekeluargaan. dilakukan bentingkat yang disebut bakandang ketek, bakandang gadang gadang (berkandang kecil, berkandang besar). Bakandang ketek ialah kejahatan Yang dilakukan anggota kerabat terhadap kerabatnya sendiri Yang berhak dan berkewajiban mengadilinya  hanyalah kerabatnya pula. Kalau kejahatan itu dilakukan anggota suatu kaum terhadap kaum yang berbeda sukunya maka yang mengadili pimpinan nagari bakandang gadang. Peradilan perkara yang diangkat ke tingkat bakandang gadang ialah peradilan yang dilaksanakan dalam balairung orang yang tersangkut didampingi penghujunya sebagai pembela. Penghulu pihak ketiga yang tidak terlibat akan menjadi pengadil atau juri dan hakim.

·         Pelaksana Peradilan
Pelaksana peradilan tetap berpegang pada pola awak samo awak, bertolak pada usaha bagai maelo rambuik dalam tampuang, rambuik, udak putuih, tapuang ndak tasirak(menghela rambut dan tepung, rambut tidak putus, tepung tidak berserak). Maksudnya, beda keputusan telah diambil, diharapkan persengketaan baru tidak sampai tumbuh sehingga  menimbulkan kesengsaraan yang tidak terderitakan oleh yang terkena hukuman. Empat pedomannya yaitu:
1.      Dicari jo bicaro (dicari dengan bicara) ialah upaya untuk meneari perdsamaian antara kedua belah pihak yang bersengketa.
2.      Dicari Jo hukum (dicari dengan hukum) ialah apabila perdamaian antara kedua bdah pihak tidak tereapai, lalu persengketaan diselesaikan menurut undang-undang yang berlaku.
3.      Dicari Jo alua dan patuik (dicari dengan alur dan patut) ialah apabila kesalahan pelaku tidak terbukti dan ancaman hukuman telah dapat ditemukan, maka akan dipertimbangkan lagi berdasarkan kemampuan terdakwa untuk menjalankannya.
4.      Dicari Jo sakato (dicari dengan sekata)  ialah apabila keputusan telah diambil, maka kedua belah pihak harus menerima keputusan dan sama-sama melaksanakannya. Andai kata belum dapat kata sepakat dikenakan tidak dapat dipikul terdakwa beserta kerabatnya, meskipun sudah dapat dipahami sebagai keputusan yang adit perlu lagi dilanjutkan untuk menekan kata sepakat mengenai hal itu.
Akan tetapi penghulu mempunyai wewenang untuk mengambil kebijaksanaan lain apabila sistem yang semula tidak akan dapat menyelesaikan perkara. Empat macam kebijakan:
1.      Hukum di tangah batang (hukum di tengah batang) ialah hukum dijatuhkan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak yang bersengketa.
2.      Hukum maniti batang (hukum meniti batang)  ialah hukum dijatuhkan jika kedua bdah yang bersengketa tidak dapat memperoleh kata sepakat tentang bentuk hukuman itu.
3.      Hukum diguliang barang (hukum diguling batang) ialah hukum dijatuhkan ketika bukti telah cukup meskipun terdakwa tetap memungkikan tuduhan.
4.      Hukum di baliak batang (hukum di balik batang) ialah hukum dijatuhkan tanpa mengadili terdakwa terlebih dahulu.
Meskipun ancaman hukum dapat diputuskan, setiap orang yang berhak mengambil keputusan akan selalu diingatkan pada pedoman hukuman yaitu:
1.      Putuih dipangka (putus di pangkal) ialah penyelesaian perkara telah tenjadi sebelum dibawa ke peradilan, karena yang pendakwa menarik kembali pengaduannya.
2.      Putuih dek damai (putus karena damai) ialah penyelesaian perkara telah terjadi sebelum dibawa ke peradilan karena kedua belah pihak telah melakukan kesepakatan untuk berdamai.\
3.      Putuih dek talatak (putus karena terletak) ialah peradilan tidak dapat menjatuhkan hukuman karena kedua belah pihak sama-sama tidak mau menerima keputusan yang akan ditetapkan. Oleh karena itu, peradilan dihentikan sampai kedua belah yang kata sepakat untuk menerima apa pun bentuk keputusan Yang bakal ditetapkan peradilan.
4.      Putuih dek hukum (putus karena hukum) ialah putus karena hokum ialah penyelesaian persengketaan beredasarkan hukum yang berlaku.
PENGHULU

Orang Minangkabau hidup bergolong-golongan dan berkelompok yang beraneka ragam. Golongan yang terpenting ialah kekerabatan sedarah dan turunan ibu (matrilineal). Golongan itu bertingkat-tingkat. Dan tingkat yang paling kecil sampai ke tingkat yang paling besar merupakan suatu kesatuan yang utuh. Dalam suatu nagari golongan itu berbaur dengan golongan lain. Di samping golongan seturunan darah, mereka hidup berkelompok dalam berbagai jenis perkampungan secara berbaur erat dalam bentuk integrasi dan asimilasi antargolongan. mereka mempunyai perserikatan dalam jenis pekerjaan, keahlian, kegemaran, dan sebagainya tanpa terikat pada golongan turunan darah, kelompok permukiman, dan status soial. Untuk mengatasi kesulitan hidup di dalam nagarinya sendiri, baik karena kepadatan maupun karena tanah yang tidak subur atau karena lain-lain hal, umumnya mereka pergi merantau.

·         Tata Cara Menjadi Warga Minangkabau
Menjadi penduduk suatu negara mempunyai tata cara tersendiri. Dalam sejarah Minangkabau temyata bahwa setiap suku bangsa dan mana pun asalnya dapat menetap di negeri itu, terutama di wilayah rantau, disebabkan rantau merupakan wilayah kolonisasi raja juga menjadi daerah kegiatan perekonomian. Banyak berhubungan dengan orang asing, terutama dalam hal perdagangan untuk menjadi warga Minangkabau dengan hak-hak yang sama diperlukan tata cara. Tata cara itu dinamakan mengisi adat: Cupak diisi limbago dituang (cupak diisi lembaga dituang) maksudnya memenuhi suatu kewajiban pada keadaan yang berbeda-beda. Tata cara demikian disebut Hinggok mancakam, tabang manumpu(hinggap mencekam, terbang bertumpu). Jika seorang Minangkabau meninggalkan nagarinya ia pamit pada penghulunya, lalu melapor ke penghulu di nagari tempatnyanya. Dengan mengisi adatnya. Jika untuk tinggal sementara, tata cara mengisi adat cukup dengan membawa tetapi, kalau ia ingin menetap, syarat mengisi adatnya ialah dengan membawa sirih dalam carano (sirih dalam carana) dalam memajukan permintaannya. Yang memerlukan persetujuan warga suku yang dipimpin penghulu terlebih dahulu. Bila yang meminta itu orang asing, maka persetujuan akan dimintakan juga kepada seluruh penghulu yang ada di nagari itu penghulu yang ditempati orang asing itu. Seekor kerbau akan dipotong untuk perjamuan bagi seluruh penduduk nagari, sebagai tanda orang asing itu telah menjadi penduduk nagari, sebagai kemenakan Datuk Bagindo dari Suku Piliang, umpamanya. Dengan pengesahan itu, haknya sebagai warga suku dan warga nagari telah sah untuk dibawa sehilir semudik yang artinya untuk dibawa berunding atau mendapat perlindungan. Orang Minangkabau yang menetap di suatu nagari tanpa melalui prosedur adat dianggap sebagai orang dagang yang diperlakukan sebagai orang luar yang tidak jelas asal-usulnya. Mereka dapat memilih pimpinannya dengan nama jabatan penghulu dagang.

·         Nama Suku dan Aliran Kelarasannya
Kelarasan Bodi Caniago dan Kelarasan Koto Piiang Lambat laun suku itu berkembang menjadi Iebih dan empat puluh buah. Pada mulanya suku-suku itu merupakan penganut laras yang ada. Selain Laras nan Dua, muncul pula laras ketiga yang bernama Laras nan Panjang di bawah pimpinan Datuk nan Sakelap Dunia yang membentuk lima suku Sedangkan orang asing yang jadi kaula Raja Pagaruyung mendirikan suku Melayu, Mandahiling, Kampai, Singkuang dan Bendang. Pengambilan nama-nama suku beraneka ragam umpanya yang berasal dari tumbuh-tumbuhan.

·         Keragaman Penghulu
Go1ongan dan kelompok dalam masyarakat mempunyai pimpinan yang berada di tangan mamak. Pengertian mamak secara harfiah ialah saudara laki-laki ibu. Secara sosial semua laki-laki dan generasi yang lebih tua adalah mamak. Yang tidak terrnasuk mamak adalah laki-laki kerabat dekat ayah yang dipanggilan dengan bapak. Mamak juga merupakan pemimpin. Pemimpin golongan dan kelompok geneologis yang berdasarkan stelsel matrilineal itu ialah mamak menurut tingkatannya masing-masing. Pemimpin suku ialah penghulu. Jabatan penghulu bertingkat-tingkat:
1.         Penghulu suku disebut juga sebagai penghulu pucuk menurut kelarasan Koto Piliang atau penghulu tuo (penghulu tua) menurut kelarasan Bodi Caniago. Penghulu pucuk atau penghulu tua ialah penghulu dan empat suku pertama yang datang membuka nagari tempat kediamannya, mereka merupakan pimpinan kolektif pada nagari itu. Mereka dinamakan penghulu andiko (andika).
2.         Penghulu payung, yaitu pemimpin warga suku yang telah membelah diri, karena terjadi perkembangan pada jumlah warga suku pertama. Penghulu ini tidak berhak menjadi penghulu tua yang menjadi anggota pimpinan nagari.
3.         Penghulu indu yaitu pemimpin warga suku yang telah membelah diri dan kaum sepayungnya disebabkan alasan pembengkakan jumlah warga mereka, perselisihan dalam perebutan gelar atau jabatan.

·         Gelar Penghulu
Mamangan mengatakan bahwa orang Minangkabau sehagam ketek banano, gadang bagala (kecil bernama besar bergelar). Artinya selagi kecil mereka diberi dan setelah besar, yang umurnnya setelah menikah, mereka memperoleh gelar. Hal itu hanya berlaku khusus untuk laki-laki. Setiap laki-laki yang menikah akan memperoleh gelar. Sehari-hari gelar itulah yang dipanggil kepadanya. Memanggil nama kecil dapar diartikan sebagai penghinaan. kerabat pihak istri Gelar itu merupakan warisan kerabat. Umumnya gelar terjadi dalam satu kata. Warga suku asal memaka narna-nama yang bersumber dari bahasa sansekerta yang disesuaikan dengan lafal Minangkabau juga memakai bahasa minang kabau asli malenggang,kaciak dari kecik gunung, payung  balimo. Bahkan kemudian ada gelar yang bersumber dari bahasa arab. Pada umumnya gelar itu diawali dengan gelar kehormatan seperti sutan. Variasi lain dari gelar awal itu menunjukkan fungsinya dalam masyarakat kebudayaan minang kabau, terutama fungsi keagamaan. Variasi lain dari gelar awal itu bisa pula dengan memakai gelar pusaka Sedangkan dirantau pesisir dipakai gelar sutan, bagindo, dan sidi tando bagi yang bernama tando.Gelar warisan dari ayahnya. padang dan sekitarnya lazim dipakai gelar sutan dan marah sebagai warisan dari ayah. Bagi orang luhak agam, gelar sutan merupakan gelar orang muda.Ukuran tua dan muda dalam hal ini ditentukan dengan kelahiran cucu.Orang yang belum punya cucu dipandang masih muda, tetapi kalau sudah punya cucu dipandang sudah tua.Sebagai orang tua maka gelar sutan tidak dipakainya lagi, dan diganti dengan gelar angku (engku).Kalau seseorang pada awalnya bergelar sutan bandaro, ketika telar tua bergelar angku bandaro.Ada kalanya perubahan gelar itu secara keseluruhan. Dalam pergaulan sehari-hari, panggilan gelar itu tergantung pada orang yang memanggilnya. Dalam suasana yang formal gelar itu disebutkan secara lengkap. Apabila setiap warga masyarakat diberi gelang setelah ia gadang, maka penghulu yang menjadi orang gadang basa batuah (maha besar bertuah) pun diberi gelar panggilan datuk. Gelar itu dipakai pada awal gelar warisannya.Macam gelar warisan tergantung pada status kepenghuluannya. Kalau statusnya penghulu Andiko, gelar warisannya memakai nama tunggal. Kalau penghulu belahan, akan dipakai gelar warisan ganda dengan tambahan kata sifat yang lazim dipaki sehari-hari. Kalau terjadi lagi pembelahan, maka gelar itu diberi kata sisipan nan. Keterangannya sebagai berikut :
1.         Datuk Marajo merupakan gelar penghulu andiko dari suku yang mula-mula membangun nagari tempat kediamannya.
2.         Datuk Marajo Basa (dengan kata sifat tambahan) merupakan gelar penghulu dari suku Datuk Marajo yang telah dibelah. Lazim pula bahwa Datuk Marajo Basa yang telah menjadi penghulu andiko dinagarinya yang baru, yang hendak memutuskan hubungan dengan nagari asal Untuk membedakan dengan penghulu dari nagari asal,  ia lalu memakai kata akhir dari gelar yang semestinya.
3.         Datuk Marajo nan Basa merupakan gelar penghulu suku dari Datuk Marajo yang telah membelah dirinya untuk kedua kalinya yang masih menetap dinagari asal atau yang telah bermukim di nagari lain.
4.         Datuk Marajo Basa nan Kuning merupakan gelar penghulu dari suku Datuk Marajo Basa yang telah membelah dirinya pula.
Gelar datuk bukan monopoli orang yang berjabatan penghulu saja dipakai orang yang dihormati karena jabatannya. Lazimnya ia disebut panungkek (penongkat). Gelar yang dipakainya merupakan dua kata, dimulai dengan kata tugasnya. Orang-orang yang berjabatan tinggiada kalanya diberi gelar datuk sebagai gelar kehormatan.Gelar ini tidak dapat diwariskan.

·         Yang Berhak Menjadi Penghulu
Jabatan penghulu ialah jabatan yang diwariskan darininiak ka mamak, dari mamak ka kamanakan(dari ninik ke mamak, dari mamak ke kemenakan) sesuai dengan hukum stelsel matrilineal. secara sosiologis semua warga sukunya pada nagari kediamannya.Namun tidak semua laki-laki warga suku itu berhak dicalonkan sebagai penghulu yang berhak dicalonkan menjadi pengganti penghulu ialah kemenakan dibawah dagu yang memiliki pertalian darah. Ada empat jenis kemenakan dalam struktur kebudayaan Minang kabau yakni sebagai berikut:
1.      Kamanakan dibawah daguak (kemenakan dibawah dagu) kemenakan yang ada hubungan darah, dekat maupun yang jauh nan sajangka, nan saeto, dan nan sadapo (yang sejengkal, yang sehasta, yang sedepa)
2.      Kamanakan dibawah dado (kemenakan dibawah dada) kemenakan yang ada hubungan karena sukunya sama, tapi penghulunya lain.
3.      Kamanakan dibawah pusek (kemenakan dibawah pusat) kemenakan yang hubungannya karena sukunya sama, tapi berbeda nagari asalnya.
4.      Kamanakan dibawah lutuik (kemenakan dibawah lutut) orang lain yang berbeda suku dan nagari, tapi minta perlindungan ditempatnya.

·         Alasan Mendirikan Penghulu Baru

1.      Mati batungkek budi (mati bertongkat budi) ialah mendirikan penghulu baru karena yang lama meninggal dunia upacara penggatian penghulu itu merupakan peristiwa yang luar biasa, perjamuan pada hari pelantikan formal dilakukan dipekuburan sebelum jenazah penghulu lama dikebumikan karena peristiwa itu melukiskan kekompakan kaum dari penghulu itu.
2.      Hiduik bakarelaan (hidup berkerelaan) ialah mendirikan penghulu baru karena yang lama mengundurkan diri secara sukarela sebab usia atau lainnya.
3.      Mambangkik batang tarandam (membangkitkan batang terendam) Ialah mendirikan penghulu baru setelah bertahun-tahun tidak dapat dilaksanakan karena belum tersedia dana yang cukup untuk mengadakan perjamuan yang layak.
4.      Mangambangkan nan talipek (mengembangkan yang terlipat) Ialah mendirikan penghulu baru yang tidak dapat dilaksanakan pada waktunya karena belum didapat kesepakatan semua warga terhadap calon pengganti.
5.      Manurunkan nan targantungan (menurunkan yang tergantung) Ialah mendirikan penghulu baru setelah lama tertangguh karena karena persiapan belum dapat disempurnakan sebagai mana mestinya.
6.      Baju saalai babagi duo (baju sehelai dibagi dua) Ialah mendirikan penghulu baru karena pembelahan suku akibat warganya telah sangat berkembang, sehingga diperlukan penghulu lain di samping penghulu yang telah ada.
7.      Mangguntiang siba baju (menggunting belahan baju) ialah mendirikan penghulu baru karena terjadi persengketaan antara 2 kaum yang tidak dapat didamaikan dalam menetapkancalon yang berhak sebagai pengganti penghulu lama yang tidak berfungsi lagi.
8.      Gadang manyimpng (besar menyimpang) ialah mendirikan penghulu baru oleh suatu kaum yang ingin memisahkan diri dari pimpinan penghulu yang telah ada.

·         Kewajiban Penghulu
Penghulu adalah andil dari kaumnya atau raja dari kemenakannya, yang berfungsi sebagai kepala pemerintah dan menjadi pemimpin, menjadi hakim dan pendamai dalam kaumnya jaksa dan pembela dalam perkara yang dihadapi kaumnya terhadap orang luar mengurus kepentingan kesejahteraan dan keselamatan kemenakannya. Dalam menghadap orang luar ia hanya dapat dihubungi dirumah gadang. Namun, dirumah tempat tinggal bersama istrinya kedudukannya sama dengan orang sumando lainnya. Sebagai pemimpin kaumnya, penghulu dikatakan mempunyai “utang”, yakni tanggung jawab dan kewajiban yang harus diingatkan sepanjang waktu. Mamangan mengatakan bahwa penghulu ibarat:kayu gadang di tangah padang, ureknyo tampek baselo, dahannyo tampek bagantuang, daunnyo tampek balinduang, batangnyo tampek basanda(kayu besar ditengah padang, uratnya tempat bersila, dahannya tempat bergantung, daunnya tempat berlindung, batangnya tempat bersandar)maksudnya, sebagai seorang pemimipin, penghulu harus memelihara keselamatan dan kesejahteraan warganya sesuai dengan hukum serta kelaziman.
Utang penghulu itu diselesaikan warganya mamak di pintu utang, kamanakan di pintu baia(mamak (penghulu) di pintu hutang, kemenakan di pintu bayar). Maksudnya, utang yang menjadi tanggung jawab dan kewajiban penghulu harus dibayar oleh kemenakannya pula dengan menjaga nama baik penghulu mereka. Ada empat jenis hutang penghulu yang harus diingatnya selalu:
1.      Alur dan patuik (alur dan patut) dengan ialah garis kebijaksanaan menurut hukum untuk dilaksanakan pada situasi dan kondisinya yang tepat.
2.      Jalan nan pasa (jalan yang pasa) ialah ketentuan yang berdasarkan konvensi atau janji yang mengikat.
3.      Harato jo pusako (harta dan pusaka) ialah kemakmuran kaum berupa benda-benda kehormatan.
4.      Anak kamanakan (anak kemenakan) ialah seluruh penduduk kampung.

·         Martabat Penghulu
Penghulu mempunyai martabat, yakni kehormatan jabatan.Tumbuah dek ditanam, tinggi dek dianjuang, gadang dek diambak(tumbuh karena ditanah, tinggi karena dianjung, besar karena dilambuk). Artinya seorang penghulu lahir, besar dan tinggi karena dilahirkan kaumnya Martabat itu bisa berarti timbal balikagar ia melaksanakan tugasnya dengan benar dan bagi pihak kemenakan agar mereka menjaga nama dan kehormatan penghulu mereka. Setiap penghulu berhak menghadiri kerapatan nagari, tetapi tidak wajib. Kalau salah seorang penghulu tidak hadir tanpa diketahui sebabnya, kerapatan nagari tidak dapat dilangsungkan. Demikian pula dalam mengambil keputusan, jika masih ada penghulu yang tidak menyetujui kerapatan nagari itu tidak dapat mengesahkannya dengan tidak menyetujui maksud kerapatan itu diadakan.  Para penghulu yang menghadiri kerapatan dalam balairung duduknya bersila dilantai. Balairung Kelarasan Koto Piliang mempunyai lantai yang bertingkat-tingkat.Tingkatan yang tertinggi merupakan tempat penghulu pucuk. Sedangkan balairung Bodi Caniago lantainya rata dan kedudukan penghulu tuo ialah pada kedua bagian  ujung balairung.

·         Pantangan Penghulu
            Apa yang tidak boleh dilakukan orang umum, juga tidak boleh dilakukan penghulu. Bahkan timbangan kesalahan penghulu akan menjadi lebih berat jika dibandingkan dengan kesalahan yang sama kalau dilakukan orang biasa. Pantangan tersebut bisa dapat ditafsirkan sebagai berikut:
1.      Memerahkan muka ialah sikap yang emosional yang tidak mampu mengendalikan perasaan.
2.      Menghardik menghantam tanah ialah sikap pemarah dan pemaki atau penggertak.
3.      Menyinsing lengan baju ialah melakukan pekerjaan kasar seolah-olah mempunyai sumber hidup Berlari-lari ialah sikap orang yang selalu terburu-buru.
4.      Memanjat-manjat ialah sikap orang kekanak kanakan
5.      Menjunjung dengan kepala ialah meletakkan beban dikepala, seolah menggambarkan tugas kepalanya untuk meletakkan benda, bukan untuk berfikir.
Ajaran memberikan ungkapan-ungkapan yang berwarna negative, sebagai bahan peringatan bagi setiap penghulu, agar ia menghindar dari kelemahan-kelemahan yang merugikan kaumnya dan dirinya sendiri. empat macam penghulu dengan enam perangainya. Empat macam penghulu ialah:
1.      Penghulu yaitu penghulu yang sempurna memegang ajaran dan memenuhi harapan kaumnya.
2.      Pangaluah (pengeluh) yaitu penghulu yang senantiasa suka mengeluh, yang tidak mampu menyelesaikan atau mengatasi kesulitan yang dihadapinya
3.      Pangalah (pengalah) yaitu penghulu yang hanya mau menang sendiri
4.  Pangelah (pengelah) yaitu penghulu yang senantiasa mengelakkan kewajiban yang sesungguhnya harus dikerjaannya.
Enam perangai penghulu ialah.
1.      Penghulu nan ditanjuang (penghulu yang di tanjung) mengiaskan sikap penghulu yang suka mengelakkan tanggung jawabnya.
2.      Penghulu ayam gadang (penghulu ayam jago) yaitu ini mengiaskan sikap penghulu yang pandai omong tapi tidak mampu bekerja.
3.      Penghulu balah batuang (penghulu belah bambu) yaitu. Hal itu megiaskan penghulu yang tidak adil.
4.  Penghulu katuak-katuak (penghulu ketuk-ketuk) yaitu Hal itu mengiaskan penghulu yang tidak punya inisiatif.
5.      Penghulu tupai tuo (penghulu tupai tua) yaitu Hal itu mengiaskan penghulu yang tidak mau berusaha karena takut salah.
6.      Penghulu busuak hariang (penghulu busuk haring) yaitu Hal itu mengiaskan penghulu yang bertingkah laku

·         Lambang Pakain Penghulu
            Pakaian penghulu mengandung arti simbolik, baik warna, model, maupun cara memakainya. Pada dasarnya pakaian penghulu serba hitam, mulai dari destar, baju sampai celana. Warna hitam melambangkan ketahanan, keuletan, dan ketidaktercelaan.Sedangkan pengertian model pakainnya :
1.      Deta saluak (destar saluk). Lipatan kerut-merut destar saluki mencerminkan akal yang tidak mudah ditafsirkan dan mampu menyimpan rahasia. Destar dipasang lurus dikepala melambangkan pertimbangan yang adil. Kedudukan yang longgar melambangkan pikiran yang lapang, tetapi tidak tergoyahkan.
2.      Baju tanpa saku, berlengan lapang dengan panjang sedikit dibawah siku. Baju tidak bersaku melambangkan penghulu tidak mengantungi apapun bagi dirinya sendiri. Lengan longgar dan tergantung sedikit di bawah siku melambangkan sifatnya yang ringan tangan dalam membantu kesukaran orang lain.
3.      Celana longgar serta lapang, melambangkan kemampuan membuat langkah kebijaksanaan yang tetap dan dengan gerakan yang ringan, santai, tidak menyulitkan.
4.      Siampiang (samping). Kain yang dililitkan dari pinggang kebagian atas lutut melambangkan kehati-hatian dan kewaspadaan dalam menjaga diri dari kasalahan atau kekhilafan.
5.      Cawek (cawat), yaitu ikat pinggang yang melambangkan kekukuhan ikatan atau pegangan dalam menyatukan warga kaum, baik yang didalam, maupun diluar kampong.
6.      Salempang (selempang) yang digantungkan dibahu melambangkan kemampuan memikul tanggung jawab yang dibebankan kepadanya.
7.      Karih (keris) yang disisipkan dipinggang dengan hulunya, yang tidak terpatri, dan diarahkan kesebelah kiri, melambangkan bahwa penghulu mempunyai senjata, tetapi bukan untuk membunuh.
8.      Tungkek (tongkat) dari kayu yang lurus. Melambangkan bahwa penghulu dapat menopang dirinya sendiri tanpa membebani kaumnya.

·         Pembantu Penghulu
             Penghulu dilengkapi dengan seperangkat staf yang akan membantunya dalam bertugas. Namun,tidak berarti bahwa semua penghulu yang memperoleh perangkat yang lengkap.hanyalah penghulu andiko, penghulu lainnya memperoleh seorang panunggek atau penongkat. Perangkat penghulu :
1.      Panungkek (penongkat) yaitu pembantu utama penghulu dalam kerapatan nagari, ia hanya boleh mewakili selaku pendengar. Dan boleh menyampaikan pendapatnya bila diminta oleh anggota kerapatan. ia berhak menyandang gelar datuk.
2.    Malin (malim) ialah guru dan orang alim dalam hal agama, yang mengatur serta mengurus masalah keagamaan dan ibadah.
3.      Manti (mantri) yaitu pembantu penghulu dibidang tatalaksana pemerintahan nagari.
4.      Dubalang (hulubalang) yaitu petugas penjaga keamanan nagari.
Penghulu dengan tiga perangkatnya disebut sebagai urang ampek jinih (orang empat jenis). Penghulu dengan perangkatnya memperoleh penghasilan dari sawah kagadangan.


·         Pemilihan Calon Penghulu
Jabatan penghulu merupakan warisan turun-temurun.Dari niniak turun kamamak, dari mamak turun ka kamanakan(dari ninik turun ke mamak, dari mamak turun ke kemenakan). Kemenakan yang berhak menerima warisan itu ialah kemenakan dibawah dagu, yakni kemenakan yang mempunyai pertalian darah. Namun, ada dua pendapat dalam hal pewarisan itu sesuai dengan aliran kelarasan yang di anutnya yaitu:
1.      Warih dijawek  (waris dijawat)  ialah kemenakan langsung, dari dari saudara perempuan. Sistem ini dianut oleh aliran kelarasan Koto Piliang.
2.      Gadang bagilia (besar bergiliran)  ialah semua laki-laki warga kaum dengan cara bergiliran antara mereka yang seasal-usul. Sistem ini dianut aliran kelarasan Bodi Caniago.
Semua calon diseleksi dengan cara ditintiang ditampih bareh, dipiliah atah ciek-ciek(ditinting ditapis beras, dipilih atah satu-satu). Artinya diseleksi Artinya calon itu dikaji kebaikan dan keburukannya oleh warga kaum, sehingga andai kata calon itu terpilih Maksudnya, bila calon itu telah diangkat jadi penghulu, tidak ada omelan dikemudian hari. Sungguhpun prosedur pencalonan dilakukan secara musyawarah dikalangan kaum sendiri. Akan tetapi, usaha mencari calon penghulu tidak selalu lancer jalannya, baik dalam pencalonan  menurut sistem warih dijawek  maupun dalam pencalonan sistem gadang bagilia. Karna beberapa orang calon yang berambisi atau yang paling berhak menurut sistem warih dijawek atau gadang bagilia mempunyai banyak kelemahan tidak mendapat dukungan sepenuhnya, maka acara penggantian penghulu dilatak dulu(diletak dulu), artinya ditangguhkan dahulu sampai saatnya tepat.  Apabila acara pencalonan berjalan lancer,. Setelah semua anggota kerapatan menyatakan persetujuan, lalu oleh kaum itu disampaikanlah hari perjamuan managakkannya. Seiring dengan itu, diundang seluruh urang ampek jinih untuk menghadiri perjamuan itu. Lalu kepada kerapatan dibayarkan bealilin ambalau dan bea manurunkan jamua(lilin ambalau dan menurunkan jemur) yaitu bea persetujuan dan bea perjamuan.

·         Upacara Mendirikan Penghulu
Upacara managakkan penghulu dilangsungkan dimedan nan bapaneh (lapangan yang berpanas). Merawal atau panji-panji dikibarkan, gong dipalu sepanjang hari, kerbau disembelih. Perjamuan berlangsung selama tiga hari dengan acara sebagai berikut:
1.      Hari pertama Batagak Gadang (mendirikan penghulu), yakni upacara peresmian yang berlansung dirumah gadang dan dihadiri urang ampek jinih, dengan disumpah. Isi sumpah:”Akan dimakan biso kawi, diateh indak bapucuak, dibawah indak baurek, di tangah-tangah dilariak kumbang”(akan dimakan bisa kawi, diatas tidak berpucuk, di bawah tidak berakar, di tengah ditembus kumbang). Habis sumpah dibacakan doa, lalu oleh janang semua tamu dipersilahkan menyantap nasi yang dihidangkan dengan pidato persembahannya.
2.      Hari kedua Hari Perjamuan yang dimeriahkan dengan kesenian serta jamuan makan minum kepada isi nagari yang datang.
3.      Hari ketiga Hari Peraarakan dengan diantar galombang dan ditingkah bunyi-bunyian, penghulu baru diarak kerumah bako. Jika dinobatkan itu penghulu pucuk atau penghulu tua, maka perarakan memakai payung kuning.
Batagak gadang dengan upacara yang lengkap demikian disebut:Adaik di isi, limbagi dituang(adat diisi, lembaga dituang) batagak gadang bisa juga dilakukan pada tanah tasirah (tanah lagi merah) yakni pada saat upacara penguburan penghulu yang digantikan meninggal disebut Talambok talabuah (pelembab terlabuh) dalam jarak waktu 110 hari disebut tirai takambang (tirai terkembang).

HARTA PUSAKA

Masyarakat Minangkabau menganut sistem kolektif dalam kegiatan usahanya terutama di sektor produksi yang vital dalam kehidupan ekonomi agraris, karena itu tanah menjadi milik komunenya yang dalam hal ini dalam bentuk suku. Tanah yang tidak diusahakan menjadi milik nagari. Meskipun sektor produksi yang vital seperti sawah menjadi milik komune dan digarap secara kolektif, individu dapat juga mengusahakannya sepanjang usianya. Setelah individu itu meninggal, sawah yang di usahakannya otomatis menjadi milik bersama para kemenakannya. Sejak itu sawah menjadi milik sebagian komune kembali dan tidak bisa dijual atau diberikan kepada orang lain.  Sektor usaha yang tidak vital, seperti perkebunan, peternakan, industri, dan perdagangan, di kelola individu. Kalau usaha itu memerlukan banyak tenaga, maka mereka akan memakai sistem kerja kolektif dan sistem bagi hasil. Sistem buruh yang dibayar meletakkan manusia bertingkat-tingkat, yang satu lebih tinggi dan yang lain lebih rendah. Sistem meletakkan manusia bertingkat-tingkat itu tidak sesuai dengan ajaran falsafah mereka. Falsafah mereka memandang manusia berada pada tempat yang sama.

·         Arti Tanah
Kaum atau orang-seorang yang tidak mempunyai tanah barang sebingkah dianggap sebagai orang kurang. Siapa yang tidak mempunyai tanah dipandang sebagai orang malakok(melekap=menempel) yang tidak jelas asal usulnya. Analoginya, sebagai tempat lahir, maka setiap kerabat harus memilki sawah atau ladang yang menjadi andalan untuk menjamin makan kerabat, sebagai tempat mati setiap kaum haruas mempunyai pendam-pusara agar jenazah kerabat jangan terlantar. Ketiga-tiganya merupakan harta pusaka yang melambangkan kesahannya sebagai orang Minangkabau.  

·         Tanah Ulayat 
            Setiap nagari di Minangkabau mempunyai ulayat dengan batas-batas sesuai dengan situasi alam sekitarnya. Ada dua jenis ulayat dalam suatu nagari yaitu ulayat nagari dan ulayat kaum. Ulayat nagari berupa hutan yang jadi cagar alam dan tanah cadangan nagari. Ia juga disebut sebagai hutan tinggi. Ulayat kaum ialah tanah yang dapat dimanfaatkan tetapi belum diolah penduduk. Ia juga disebut hutan rendah.
Ulayat itu berada di bawah kekuasaan penghulu. Ulayat nagari dibawah kekuasaan penghulu andiko, yang juga disebut penghulu keempat suku. Sedangkan ulayat kaum dibawah kekuasaan penghulu suku yang jadi pucuk atau tuanya. Pengertian kekuasaan disini mengambil hasilnya atau mengambil pajak hasil hutan yang diperdagangkan. Hasil hutan ulayat nagari yang beraliran koto piliang boleh diambil siapa saja setelah mendapat izin dan membayar pajaknya kepada penghulu yang mempunyai wewenang. Hasil hutan nagari yang beraliran bodi caniago hanya boleh diambil kaumnya dengan persyaratan yang sama, izin penggarapan ulayat untuk dijadikan sawah atau ladang. Pengambilan hasil hutan tidak dikenakan bea yang dinamakan bungo(bunga). Ada empat macam bunga yang dipungut penghulu, yakni seperti berikut:
1.      Bungo kayu (bunga kayu) yaitu pajak hasil kayu yang di perniagakan. Besarnya 10%.
2.      Bungo aleh (bunga alas) yaitu pajak hasil hutan lainnya, seperti damar, dan rotan, yang akan diperdagangkan. Besarnya 10%.
3.       Bungo ampiang (bunga amping) yaitu pajak hasil penggarapan sawah ladang. Besarnya 10%.
4.      Bungo tanah (bunga tanah), yaitu pajak hasil tambang. Besarnya 10%.
Kegunaan hasil pungutan bea ulayat nagari ditentukan penghulu keempat suku. Kegunaan hasil pungutan bea ulayat kaum ditentukan penghulu kaum.

Izin Usaha Orang Luar 

            Orang luar yakni orang yang bukan berasal dari nagari yang mempunyai ulayat, diizinkan menggarap tanah ulayat itu, selama ulayat itu tidak mampu digarap warga itu sendiri. Namun, syaratnya lebih berat disamping bea yang harus dibayarnya, syarat lainnya. Bagi setiap orang yang telah memperoleh izin wajib menyelesaikan pekerjaan membuka ulayat itu menurut jangka waktu yang telah disepakati. Bila tidak terpenuhi, kesepakatan batal. Pemegang izin tidak boleh memindahkan haknya pada orang lain tanpa persetujuan pemberi izin. Pemindahan hak, tingkat pertama prioritasnya diberikan kepada warga suku pemilik ulayat, tingkat kedua kepada warga nagari tanah ulayat tingkat selanjutnya pada siapa saja yang sanggup menerima pemindahan hak itu. Pemegang izin wajib mengembalikan hak izinnya kepada penghulu yang memberikannya, apabila pemegang tidak hendak melanjutkan usahanya dan tidak ditemui orang yang mau menerima pemindahan hak itu. Pemegang izin berhak menerima pampasan dari penghulu yang memberikan izin dalam jumlah yang disepakati. Lazimnya sebanyak bea yang pernah dikeluarkannya.
apabila pemegang izin meninggal tanpa ahli waris tanah garapan itu menjadiarato gantuang(harta gantung) untuk jangka waktu tertentu. Bila kemudian pemegang izin ternyata mempunyai ahli waris, maka hak izin dapat diteruskan.

·         Tata Cara Menggarap Sawah
            Minangkabau menjadikan sawah sebagai sumber kehidupan yang merupakan milik bersama tanah merupakan milik kaum atau kerabat, sehingga pengerjaannya pun secara bersama oleh seluruh warga pemiliknya karena ajaran falsafahnya menuntut kehidupan kebersamaan dan kekerabatan bagi setiap kaum maka penggarapan sawah dilakukan secara kolektif diterapkan sesuai dengan ajaran rasa persamaan baa di urang, baa di awak(Tata caranya ialah saling maimbau (memanggil), yang dapat diartikan saling mengundang bekerja sama. Namun, bisa pula diartikan lain, yakni yang tidak kena imbauan itulah yang sedang dikucilkan.
Cara bekerja sama imbau-mengimbau juga disebut julo-julo (jula-jula) yakni semacam arisan tenaga. Para undangan dijamu makan. Sehabis makan si pangkalan(ahli rumah) menyampaikan maksud jamuan itu, yakni hendak mengajak yang hadir turun ke sawah atau menyabit padi seorang malin membacakan doa membawa peralatan yang telah sejak semula dibawa atau diletakkan didekat rumah orang yang menjamu. Jika sawah itu milik orang seorang yang diperolehnya dari menerima gadai, penggarapannya memakai sistem julo-julo antara sesama penggarap.  Pemilik sawah yang tidak dapat ikut mengerjakan sawahnya dapat menempuh dua cara, yakni dengan cara saduo(sedua) atau dengan cara sarayo (seraya) yang mengadakan jula-jula sesama mereka. Pekerjaan menggarap sawah dilaksanakan laki-laki dan perempuan dengan tugas yang berbeda. Pekerjaan membuka sawah baru, yang disebut taruko(teruka), dilakukan laki-laki. Demikian pula pekerjaan awal musim ke sawahTugas perempuan, selain menyediakan makanan selama musim ke sawah, juga bertanam benih, menyiang, mengangin padi, dan kemudian menumbuknya sampai menjadi beras.  Jarak waktu antara turun ke sawah dan musim panen dan antara musim panen dan turun ke sawah lagi adalah masa yang cukup panjang. Saat itulah biasanya yang digunakan orang-orang muda yang belum atau sudah menikah untuk pergi ke rantau.

·         Sistem Bagi Hasil
            Orang Minangkabau merasa diri rendah bila menjadi orang suruhan atau orang upahan. dipandang sebagai pekerjaan budak .Seseorang yang memerlukan tenaga orang lain disebutkan sebagai meminta tolong manyarayo(menyeraya), meminta tolong menyambilkan pekerjaan itu.Pekerjaan menolong seperti itu bukan cuma-cuma sebab jaria manantang buliah (jerih payah menentang kebolehan), jerih payahnya memperoleh imbalan. akan memperoleh pambali rokok(pembeli rokok) Jumlahnya tidak pernah ditetapkan, tergantung pada kerelaan hati yang memberi. Apabila sawah itu tiidak dapat dikerjakan pemiliknya sendiri caranya ialah dengan saduo(sedua). Artinya pemilik dan penggarap akan membagi dua hasilnya. Dalam sistem sedua itu tidak berarti hasilnya dibagi dua sama banyak, melainkan hasilnya dibagi dua yang tidak sama banyak antara mereka. Perimbangan bagi hasil itu tergantung pada lokasi dan kondisi sawah. Meskipun pembagian telah disepakati kedua belah pihak terikat pada persyaratan lainnya. Benih disediakan pemilik. Antara jarak waktu panen dan turun ke sawah kembali, pihak penggarap boleh menggarap sawah itu dengan tanaman palawija yang hasilnya semata-mata untuk penggarap. Kerusakan yang terjadi karena bencana alam menjadi tanggungan kedua belah pihak. Bila penggarap meninggal, haknya diteruskan pada ahli warisnya.

·         Bagi Hasil Peternakan
            Sistem sedua dilazimkan juga dalam hal memelihara ternak yang berkaki empat. Dengan 2 cara:
1.      Saduo sambutan(sedua sambutan) yaitu bagi hasil dalam hal memelihara ternak potong. Sebelum tenak itu diserahkan pemilik kepada peternak, harganya dinilai bersama terlebih dahulu. Bila ternak itu hendak dipotong atau hendak dijual lagi harganya pun dinilai kembali selisih harga pembelian dengan penjualan itulah yang dibagi dua antara pemilik dan peternak dengan jumlah yang sama.
2.      Saduo itiak(sedua itik) yaitu bagi hasil dalam hal memelihara ternak yang dikembangkan. Ternak yang diseduakan ini ialah ternak betina. Yag dibagi dua antara pemilik dengan peternak ialah anak yang dilahirkan ternak itu. Sedangkan susu yang dihasilkan ternak betina itu sepenuhnya mejadi hak peternak. Kalau ternak betina itu mulai dipelihara sedari kecil, maka bagi hasil menurut kedua sistem sedua itu. Sistem sedua hampir bersifat umum untuk kegiatan sektor produksi.

·         Pemilikan Harta
Harta ialah benda-benda yang tidak bergerak. Yang memiliki benda itulah yang dipandang sebagai orang berharta. Tanpa memiliki salah satu dianggap sebagai urang kurang(orang kurang) ia akan dipandang rendah, bahkan hina. Alam pikiran demikian bertolak dari ajaran falsafah mereka bahwa setiap orang dilahirkan sama dalam zatnya dan adalah kesalahan mereka sendiri apabila kurang dari yang lain. Apabila salah satu dari keempat macam harta tidak dimilikinya tentu saja ada yang kurang dalam dirinya agar menjadi sama dengan orang lain dan agar jangan dipandang sebagai urang kurang setiap orang senantiasa berusaha memiliki harta. Kalau tidak bisa semua, sekurang-kurangnya sebuah rumah. Ada empat cara bagi seseorang memperoleh harta:
1.      Pusako(pusaka) ialah warisan yang menurut adat Minangkabau diterima dari mamak oleh kemenakan.
2.      Tambilang basi(tembilang besi) ialah harta yang diperoleh dari usaha sendiri, umpamanya dengan cara manaruko sawah atau membuka hutan untuk perladangan cancang latiah(sencang letih) yang artinya dengan tenaga sendiri.
3.      Tambilang ameh(tambilang emas) ialah memiliki harta dengan cara membeli. Oleh karena harta di Minangkabau tidak dapat di beli maka cara memperolehnya ialah dengan memegang gadai.
4.      Hibah yaitu harta yang diperoleh karena pemberian.

·         Pusaka
Bagi masyarakat yang berstelsel matrilineal seperti Minangkabau, warisan diturunkan kepada kemenakan, baik warisan gelar maupun warisan harta, yang biasanya disebut sako dan pusako(saka dan pusaka). Sebagai warisan, harta yang ditinggalkan pewaris tidak boleh dibagi-bagi oleh yang berhak. Setiap harta yang telah jadi pusaka selalu dijaga agar tinggal utuh, demi untuk menjaga keutuhan kaum kerabat. Pada gilirannya diturunkan pula kepada kemenakan berikutnya. Kemenakan laki-laki dan perempuan yang berhak menerima warisan memiliki kewenangan yang berbeda. Kemenakan laki-laki mempunyai hak mengusahakan, sedangkan kemenakan perempuan berhak memiliki disebutkan warih dijawek, pusako ditolong(waris di jawat, pusaka ditolong) ialah bahwa sebagai warisan harta itu diterima dari mamak, sebagai pusaka harta itu harus dipelihara dengan baik.        

·         Hak Warisan
Petitih mengatakan bahwa sako(saka) dan pusako(pusaka) diwariskan kepada kemenakannya: dari niniak ke mamak, dari mamak ke kemenakan(dari nenek (moyang) ke mamak, dari mamak ke kemenakan). Pengertian nenek (moyang) sudah tentu berdasarkan stelsel matrilineal turunnya hak warisan dari sako dan pusako. Sako adalah warisan jabatan sedangkan pusako merupakan warisan harta benda. Berhubung sistem ekonomi mereka bersifat komunal, maka dengan sendirinya harta benda itu milik bersama seluruh kerabat atau seluruh kaum yang secara geneologis menurut garis turunan perempuan. Sako diwariskan kepada kemenakan yang didalamnya melengket segala tugas, hak, dan kewajiban laki-laki. Dalam masalah pusako, kaum laki-laki merupakan kuas sedangkan pemilikan oleh seluruh kerabat. Dengan sendirinya, meskipun sebagai kuasa laki-laki tidak berhak menetapkan sendiri kedudukan pusako. Pihak perempuan mempunyai hak yang sama. Kedudukan barang-barang yang bergerak berlaku juga ketentuan adat. Namun, dalam perjalanan sejarah kuasa serta pemilikan terhadap warisan yang demikian seperti ada suatu kesepakatan yang telah menjadi kelaziman umum, yaitu harta pusaka demikian jatuh kepada kemenakan laki-laki, sedangkan harta pusaka seorang ibu jatuh menjadi milik anak perempuan. Terutama berkenaan dengan harta milik ibu ini, anak laki-laki akan merasa malu menggunakan haknya sebagai ahli warisan. Ajaran mereka berpantang laki-laki memakan pencarian perempuan Harta itu adalah hak saudara perempuannya. Seandainya saudaranya yang perempuan tidak ada, hak warisan itu akan diberikannya kepada saudara sepupunya yang perempuan (anak dari saudara ibunya yang perempuan). Membagi-bagi harta pusaka kepada ahli waris yang tidak berhak berakibat memecah belah keutuhan sistem kekerabatan. Ka ateh indak bapucuak, ka bawah indak baurek, di tangah-tangah dilariak kumbang

·         Pusaka Rendah dan Pusaka Tinggi
Warisan yang ditinggalkan seseorang pada tingkat pertama disebut sebagai pusako rendah(pusaka rendah). Ahli waris dapat membuat kesepakatan untuk mengelolah harta warisan itu            Sebagai pusaka tinggi warisan itu memerlukan persetujuan penghulu kaum untuk mengubah statusnya, umpamanya untuk menggadaikannya. Persetujuan penghulu itu tentu saja tidak akan mudah didapat karena penghulu itu hanya akan menyetujui tindakan itu apabila seluruh ahli waris telah sepakat. Petitih mereka mengatakan tentang harta warisan itu:Warih dijawek pusako ditolong(warisan dijawat pusako ditolong). Yang artinya sebagai warisan, kepada yang berhak menjawatnya (menyambutnya) tetapi sebagai pusaka harus ditolong atau dipelihara, karena ia merupakan suatu lembaga milik bersama untuk turun-temurun. Rumah gadang sebagai pusaka mempunyai nilai sendiri dalam sistem pewarisan. Ia ditempatkan seolah-olah pusaka yang sakti atau tidak dapat diganggu gugat atau dipindah tangankan milik yang dikuasai kerabat yang perempuan.

·         Harta Pencarian
Yang dimaksud dengan harta pencarian yaitu harta yang diperoleh karena usaha pribadi. Sebagai harta pencarian hak warisannya tidak jatuh kepada hukum adat. Apabila dari hasil pencariannya ia memegang gadaian dikampung halamannya, maka hak warisan dari harta itu jatuh kepada hukum adat. Sesuai dengan bunyi petitih:Dimano bumi dipijak, disitu langik dijunjuang(dimana bumi dipijak, disana langit dijunjung). Harta pencaharian yang letaknya di rantau, hukumnya menurut: Dimano bumi dipijak, disitu langik dijunjuang.

·         Harta Suarang
Harta yang diperoleh karena kerja sama dengan suami itu disebut suarang. Suarang dibagi, pusako dibalah(barang dibagi, pusaka dibelah). Maksudnya, bila perkawinan mereka bubar Ketentuannya sebagai berikut. (1) Bila suami istri bercerai, harta suarang dibagi dua antara mereka yang berusaha. (2) Bila perkawinan itu bubar karena suami meninggal, harta itu dibagi dua antara istri dan ahli waris suaminya yang dalam hal ini kemenakannya. (3) Bila yang meninggal istri, harta itu dibagi dua antara suami dan ahli waris istrinya yang dalam hal ini anaknya. (4) Bila keduanya meninggal serempak, bagian suami diwarisi kemenakannya, seangkan bagian istri diwarisi anak-anaknya. Pengertian anak dari istri itu bisa saja anak-anaknya dari suaminya yang lain.    

·         Pegang Gadai
Dalam pindah tangan pemilikan harta di Minangkabau tidak dikenal sistem jual beli. Di Minangkabau tidak ada orang yang mau dan dapat menjual hartanya, karena selain harta demikian merupakan milik bersama, hukum adat pun tidak membenarkannya. Dijual tak dimakan bali, digadai tak dimakan sando”(dijual tak dimakan beli, digadai tak dimakan sandera). Apabila harta pusaka itu hendak dipindahtangankan untuk mengatasi kesulitan, ia hanya dapat digadaikan sebagai jaminan pinjaman. Sando atau sandaro ada tiga jenisnya:
1.      Sando atau sandaro(sandera) yaitu menggadaikan harta yang akan ditebus sewaktu-waktu, sekurang-kurangnya setelah sekali panen.
2.      Sando kudo”atau”sandaro kudo(sandera kuda), yaitu menggadaikan harta yang tidak mungkin dapat ditebus lagi karena telah beberapa kali dipadalam (diperdalam), yakni uang gadaian diminta tambah, sehingga kalau hendak ditebus harganya telah terlalu tinggi. Lebih baik memegang gadai orang lain yang luasnya sama tetapi harganya akan lebih rendah.
3.      Sando aguang”dan”sandaro aguang(sandea agung), yaitu merungguhkan harta untuk selamanya, bagai salamo matohari, bulan dan bintang berada, salamo awan putiah, salamo gagak itam, salamo aia ilia (selama matahari, bulan dan bintang beredar, selama awan putih, selama gagak hitam, selama air mengalir).

·         Alasan Gadai  
Hanya karena empat alasan pegang gadai bisa dilakukan. Itu pun harus atas kesepakatan semua warga kaum. Keempat alasan itu :
1.      Maik tabujua di ateh rumah(mayat terbujur di atas rumah).
2.      Managakkan gala pusako(mendirikan gelar pusaka),
3.      Gadih gadang indak balaki(gadis dewasa belum bersuami)
4.      Rumah gadang katirisan(rumah gadang ketirisan

·         Syarat Pegang Gadai
Syarat pegang gadai sangat berat bagi pihak yang menggadaikan. Nilai harga gadaian hampir sehingga akan sulit menebusnya kembali. Dan selama tergadai, hasil atau sebagian hasil dari harta pusaka itu tidak diperoleh lagi kalau tidak oleh alasan yang berat yang akan dapat member malu seluruh kaum kerabat, maka pegang gadai tidak akan pernah dilakukan. Syarat dalam perjanjian pegang gadai Pegang gadai dianggap sah, apabila semua ahli waris telah menyetujuinya. Andai kata masih ada salah seorang saja yang berkeberatan, pegang gadai dipandang tidak sah. Jangka waktu perjanjian pegang gadai sekurang-kurangnya sampai si pemegang telah memetik hasil harta yang digadaikan, yakni sekali panen. Pihak penggadai mempunyai hak pertama untuk menggarap tanah (sawah) yang tergadai dengan system sedua. Jika ia tidak hendak menggarapnya pemegang boleh menyerahkan kepada orang lain. Pemegang gadai tidak boleh menggadaikan lagi tanah atau sawah yang dipegangnya ke pihak ketiga tanpa persetujuan penggadai pertama. Sebaliknya, penggadai pertama wajib menyetujui penggadaian ke pihak ketiga bila pemegang memerlukan uangnya dan sipenggadai belum dapat menebus. Dalam hal ini penggadai pertama atau ahli warisnya dapat menebus gadaian itu langsung kepada pihak ketiga.  Nilai harga harta gadaian boleh diperdalam. Artinya sipenggadai boleh meminta tambahan harga gadaian dalam masa perjanjian pegang gadai berjalan. Sebaliknya penebusannya tidak dapat dilakukan dengan cicilan. Jika salah satu pihak yang membuat perjanjian pegang gadai meninggal atau keduanya meninggal maka hak pegang atau hak tebus diwariskan kepada ahli warisnya masing-masing. Jika dalam masa perjanjian itu terjadi kerusakan terhadap harta gadaian, umpamanya karena bencana alam kedua belah pihak tidak terikat pada masalah ganti rugi. Pemegang berhak memperbaiki kerusakan itu serta menggarapnya terus sebagaimana biasa. Andai kata si pemegang tidak hendak memperbaikinya, maka harta gadaian itu kembali menjadi hak penggadai. Jika yang digadaikan itu tanaman keras, seperti kelapa atau cengkih pemegang berhak mengambil hasilnya tetapi tidak boleh memegang pohonnya.

·         Hibah
Hibah artinya pemberian. Bagi masyarakat Minangkabau ialah pemberian harta ayah kepada anaknya yang akan dihibahkan itu merupakan harta kaum, maka tata cara penghibaan itu senantiasa melalui hokum adat yaitu persetujuan anggota kaum pemberi hibah dan penyerahannya dihadiri mamak atau penghulu kedua belah pihak.

RUMAH GADANG

Rumah gadang minangkabau merupakan tugu hasil kebudayaan suatu suku bangsa yang hidup di daerah bukit barisan yang menjajar di sepanjang pantai barat Pulau Sumatra bagian tengah. Rumah gadang mempunyai kolong yang tinggi. Atap nya yang lancip merupakan arsitektur yang khas serta membedakannya dengan bangunan suku bangsa lain di edaran garis katulistiwa itu.

·         Arsitektur 
Sebagai suku bangsa yang menganut falsafah alam takambang jadi guru, mereka menyelaraskan kehidupan pada susunan alam yang harmonis  tetapi juga dinamis sehingga kehidupannya menganut  teori dialektris yang mereka sebut bakarano bakajadian( bersebap dan berakibat) rumah gadang itu pun mengandung rumusan falsafah itu. Rumah gadang itu berbentuk segi empat yang tidak dimetris yang mengambang ke atas. Garis melintangnya melengkung secara tajam dan juga landai dengan bagian tengahnya  rendah. Lenkung pada atapnya tajam seperti garis tanduk kerbau sedangkan lengkung badan rumah seperti badan kapal. Garis segi empat yang membesar ke atas dikombinasikan dengan garis yang melengkung rendah di bagian tengah secara esterika merupakan komposisi yang di di names. Jika di lohat pula dari sebelah sisi bangunan, maka segi empat yang memebesar ke atas ditutup semuanya membantuk keseimbangan estetika yang sesuai dengan ajaran hidup mereka. Garis dan bentuk rumah gadangnya kelihatan serasi dengan alam bukit barisan yang bagian puncaknya bergaris lengkung yang meninggi pada bagian tengahnya serta garis lerengnya melengkung dan menganbang kebawah dan dengan membentuk persegi tiga pula. Garis alam bukit barisan dan garis rumah gadang merupakan garis-garis yang berlawanan tetapi merupakan komposisi yang harmonis jika di lihat secara estetika. Jika dilihat dari segi fungsinya garis-garis rumah gadang menunjukkan penyesuian dengan alam tropis atap yang lancip berguna untuk membebaskan dari endapan air pada ijuk yang berlapis-lapis itu sehingga air hujan yang betapapun sifat curahnya akan meluncur cepat pada atapnya. Bangun rumah yang membesar ke atas yang meraka sebut silek membebaskannya dari terpaan tampias. Kolongnya memberikan hawa yang segar terutama pada musim panas. Di sampng itu gadang bangunan berjajaran menurut mata angin dari utara ke selatan guna membebaskannya dari panggang matahari serta serbuan angin. Arsitektur rumah gadang itu di bangun menurut syarat-syarat estetika dan fungsi yang sesuai dengan kodrat atau yang mengandung nilai-nilai kesatuan, keseimbangan, dan kesetangkupan dalam ke utuhannya yang padu.

·         Ragam Rumah Gadang
Rumah gadang mempunyai nama yang beraneka ragam menurut bentuk ukuran, serta gaya kelarasanny dan gaya luhak. Menurut bentuknya ia lazim pula di sebut rumah gonjong atau rumah bagonjang(rumah bergonjang) karena bentuk atapnya yang bergonjong runcing menjulang. Namalah yang membedakannya dengan rumah yang beratap biasa. Jika menurut ukuranya ia tergantung pada jumblah lanjarnya. Lanjar ialah ruang dari depan kebelakang. Sedangkan ruang yang berjajar dari kiri ke kanan di sebut ruang. Rumah yang berlabnjar dua dinamakan lipek pandan(gajah mengeram). Lazimnya gajah mengeram memakai gonjong enam atau lebih. Menurut gaya kelarasan, rumah gadang aliran koto piliang di sebut si tijau laut. Kedua ujung rumah diberi beranjung, yakni sebuah ruang kecil yang lantainya lebih tinggi. Karena beranjung itu ia disebut juga rumah baanjuang (rumah baranjueng). Sedangkan rumah dari aliran bodi caniago lazimnya di sebut rumah gadang bangunannya tidak beranjung atau berserambi sebagai mana rumah dari koto piliang seperti halnya diluhak agam dan luhak lima puluh koto. Rumah gadang kaum ini menurut tipe rumah gadang koto paliang, yaitu memakai anjung pada kedua anjung rumahnya. Sedangkan system pemerintahannya menurut aliran Bodi Caniago. Rumah gadang dari tuan gadang di patipuh yang bergerlar Harimau Campo Koto piling yang bertugas sebagai panglima disebut rumah batingkok(rumah bertingkap). Tingkapnya terletak di tengah puncak atap. Mungkin tingkap atap itu di gunakan sebagai tempat mengintip agar panglima dapat menyiapkan kewaspadaannya. Rumah di daerah cupak atau Salayo, di luhak kubung tiga belas merupakan wilayah kekuasaan raja disebut rumahberserambi( rumah berserambi). Tiap luhak mempunyai gaya dengan namanya yang tersendiri. Rumah gadang luhak tanah datar dinamakan gajah maharam karena besarnya. Sedangkan modelnya rumah baanjuang karena luhak itu menganut aliran  kelarasan koto piliang. Rumah gadang luhak agam dinamakan serambi papek(serambi pepat) yang bentuknya bagai dipepat pada kedua belah ujungnya. Sedangkan luhak lima puluh koto dinamakan rajo babandiang(raja berbanding) yang bentuknya seperti rumah luhak tanah datar yang tidak beranjung.
Pada umumnya rumah gadang mempunyai satu tangga yang terletak dibagian depan. Letak tangga rumah gadang Rajo Babandiang dari luhak lima puluh koto di belakang. Letak tangga rumah gadang surambi papek dari luhak agam disebelah kiri antara dapur dan rumah. Rumah gadang sitinjau laut atau rumah baanjaung dari tipe koto piliang mempunyai tangga di depan dan di belakang yang letaknya di tengah. Rumah gadang dibangun baru melazimkan letak tangganya didepan dan dibagian tengah. Dapur dibangun terpisah pada bagian belakang rumah yang didempet pada dinding. Tangga rumah gadang rajo babandiang terletak pada bagian dapur dan rumah. Dapur rumah gadang sarambi papek dibangun terpisah oleh suatu jalan untuk keluar masuk malalui tngga rumah.

·         Fungsi Rumah Gadang
Rumah gadang di katakan gadang bukan karna gadang(besar) bukan karna fisiknya besar, melainkan fungsinya. Selain sebagai tempat kediaman keluarga, fungsi rumah gadang juga sebagai lambang kehadiran suatu kaum seta sebagai pusat kehidupan dan kerukunan rumah gadang mempunyai ketentuan-ketentuan tersendiri. Setiap perempuan yang bersuami memperoleh sebuah kamar. Perampuan yang termuda memperoleh kamar yang terujung. Pada gilirannya ia akan berpindah ke tengah jika seorang gadis memperoleh suami pula. Sebagai tempat bermufakatan, rumah gadang merupakan bangunan pusat dari seluruh anggota kaum dalam membicaraka masalah mereka bersama. Sebagai tempat melaksanakan upacara, rumah gadang menjadi penting dalam meletakkan tingkat martabat mereka pada tempat yang semestinya. Di sanalah dilakukan penobatan penghulu. Sebagai tempat merawat keluarga, rumah gadang berperan pula sebagai rumah sakit setiap laki-laki yang menjadi keluarga mereka antara istri-istrinya.
Umumnya rumah gadang di diami nenek,ibu,dan anak-anak perempuan. Bila rumah itu telah sempit, rumah lain akan dibangun di sebelahnya. Andai kata rumah yang akan dibangun itu bukan rumah gadang, maka lokasinya di tempat yang lain yang tidak sederetan dengan rumah gadang.

·         Fungsi Bagian Rumah
Rumah gadang terbagi atas bagian-bagian yang masing-masing mempunyai fungsi khusus. terbagi atas lanjar dan ruang yang di tandai oleh tiang. Tiang itu berbanja dari muka kebelakang dan dari kiri ke kanan. Tiang yang berbanjar dari depan ke belakang menandai lanjar, sedangkan dari tiang kiri ke kanan menandai ruang. Jumlah lanjar tergantung pada besar rumah, bisa dua, tiga, dan empat. Ruangnya terdiri dari jumlah yang ganjil antara tiga dan sebelas. Lanjar yang terletak pada bagian dinding sebelah belakang bias digunakan untuk kamar-kamar.  Lanjar kedua merupakan bagian yang digunakan sebagai tempat khusus penghuni kamar. Lanjar ke tiga merupakan lanjar tengah pada rumah berlanjar empat dan merupakan lanjar tepi pada rumah belanjar tiga. Sebagai lanjar tengah, ia digunakan untuk tempat menanti tamu penghuni kamar masing-masing yang berada di ruang itu. Lanjar tepi yaitu yang terletak dibagian depan dinding depan, merupakan lanjar terhormat yang lazimnya digunakan sebagai tempat tamu laki-laki bila diadakan perjamuan. Kolong rumah gadang sebagai tempat penyimpanan alat-alat pertanian dan atau juga tempat perempuan bertenun. Seluruh kolong di tutup dengan ruyung yang berkisi-kisi jarang.

·         Tata Hidup Dan Pergaulan Dalam Rumah Gadang
Rumah gadang sangat dimuliakan, bahkan di pandang suci. Oleh karena itu, orang yang mendiami nya mempunyai darah turunan yang murni dari kaum yang bermatabat Sebagai perbendaharaan kaum yang dimuliakan dan di pandang suci, maka setiap orang yang naik kerumah gadang akan mencuci kakinya lebih dahulu di bawah tangga. Di situ disediakan sebuah batu ceper yang lebar yang di sebut batu talapakan , sebuah tempat air yang juga dari batu yang di sebut cibuak meriau, serta sebuah timba air dari kayu yang bernama taring berpanto. Para tamu dating pada waktu tertentu, lazimnya pada hari baik bulan baik.

·         Tata Cara MendirikanRumah Gadang
Rumah gadang dibangun di atas tanah kaum dengan cara bergonto-royong sesama mereka serta dibantu kaum yang lain hanya boleh didirikan pada perkampungan yang berstatus nagari atau koto. Diperkampungan yang lebih kecil, hanya boleh didirikan rumah yang bergojong dua. Diteratak tidak boleh didirikan rumah yang bergonjong. Pendirian rumah gadang itu dimilai dengan permufakatan orang yang sekaum. Hasil mufakat itu di smpaikan kepada penghulu suku. Kemudian penghulu suku inilah yang menyampaikan rencana mendirikan rumah gadang itu kepada penghulu suku yang lain. Peristiwa ini disebut acara maelo kayu (menghela kayu). Bila bahan sudah cukup tersedia, dimulailah mancatak tiang tua,
seperti ketikabatagak  tiang(menegakkan tiang), yaitu pekerja mendirikan seluruh tiang dan merngkumnya dengan balok-balok yang tersedia, di adakan pula kenduri maimbau(memanggil) semua orang yang patut di undang. Demikian pula pada waktu menaikan kudo-kudo(menaikan kuda-kuda) kenduripun diadakan lagi dengan maksud yang sama. Apabila rumah itu selesai diadakan lagi perjamuan menaiki rumah(menaiki rumah) dengan menjamu semua orang yang telah ikut membantu selama ini. perjamuan ini semua tamu tidak membawa apapun karena perjamuan merupakan suatu upacara syukuran dan terima kasih kepada semua orang.

·         Ukiran
Semua  dinding rumah gadang dari papan, terkecuali dinding bagian belakang dari bambu. Semua papan yang menjadi dinding dan manjadi bingkai diberi ukiran, sehingga semua dinding penuh ukiran. Ada kalanya tiang yang tegak ditengah diberi juga sebaris ukiran pada pinggangnya ajaran falsafah minang kabau yang bersumber dari alam terkembang, sifat ukiran non figurative, tidak melukiskan lambang-lambang atau simbol-simbol. Motifnya tumbuhan merambat yang disebut akar yang berdaun, berbunga, dan berbuah. Pola akar itu berbentuk lingkaran. Akar berjajaran, berhimpatan, berjalinan, dan juga bersanbung menyambung. Cabang atau ranting akar itu berkeluk keluar, kedalam, keatas, dan kebawah. Ada keluk yang searah disamping ada yang berlawanan. Seluruh bidang diisi dengan daun, bunga, dan buah karena rambatan akar itu bervariasi banyak maka masing-masing diberi nama tergantung pada garis yang dominan pada ukiran nama yang diberikan sebagaimana berikut:
1.      ular gerang karena lingkaran yang menimbulkan asosiasi pada bentuk  ular yang sedang melingkar.
2.      saluak (seluk) karena bentuknya yang berseluk atau berhubungan satu sama lain.
3.      jalo (jala) atau tangguak (tangguk) atau jarek (jerat) karena mempunyai jalinan benang pada alat penangkap hewan.
4.      aka (akar), karena bentuknya merambat. Akar ganda yang paralel dinamaka  kambang (kembang = mekar).
5.      kaluk (keluk).
6.      salompek (selompat). Ukuran atau bentuk lingkaran itu sama atau tidak sama.
Dari  motif  pokok  itu  dapat  dibuat  berbagai  variasi  :
Mengkombinasikannya motif segi empat.Menyusun dalam kombinasi rangkap.
memperbesar atau mempertebal bagian-bagian hinggal lebih menonjol dari yang lain. Memutar atau membalikkan komposisi. Disamping motif akar dengan berbagai pola itu, ada lagi motif akar yang tidak memakai pola. Ukirannya mengisi seluruh bidang yang salah satu bagian sisinya bergaris lerung. Motif lainnya ialah motif geometri bersegi tiga, empat, dan genjang. Motif ini dapat dicampur dengan motif akar, juga bidangnya dapat diisi ukiran atau dihias ukiran pada bagian luarnya. Motif daun, bunga atau buah dapat juga diukir tersendiri, secara berjajaran. Ada kalanya dihubungkan oleh akar yang halus, disusun berlapis dua, atau berselang-seling berlawanan arah, atau berselang-seling dengan motif lainnya. Nama bagi motif daun, bunga, dan buah boleh dikatakan semua menggunakan nama daun, bunga, dan buah yang dipakai sebagai model ukiran, seperti daun sirih sakek(anggrek), kacang dan bodi. Ada kalanya hiasan ukiran pengganti bunga atau buah itu dipakai motif dari benda perhiasan lainnya, Nama ukiran geomteri bersegitiga pada umumnya disebut dengan pucuk rebung atau si tinjau laut. Ukiran segi empat dinamakan siku. Ukiran segi empat genjang. dinamakan sayat gelami. Nama ukiran yang dibuat bervariasi dengan berbagai kombinasi dan peribahan komposisi dan penonjolan bagian-bagiannya umumnya memakai nama hewan Pemenpatan motif ukiran tergantung pada susunan dan letak papan pada dinding rumah gadang. Pada papan yang tersusun secara vertikal, motif yang digunakan ialah ukiran akar. Pada papan yang dipasang secara horizontal, digunakan ukiran geometris. Pada bingkai pintu, jendela, dan pelapis sambungan antara tiang dan bandul serta param, dipakai ukiran yang motif lepas. Sedangkan pada bidang yang salah satu sisinya berelung dipakai bermotif ukiran akar bebas. Ada kalanya dipakai motif kumbang, mahkota, dan lain-lainnya sebagai hiasan pusat.

·         Rangkiang
Setiap rumah gadang mempunyai rangkiang yang ditegakkan dihalaman depan. Rangkiang ialah bangunan tempat menyimpan padi milik kaum. Ada empat macam jenisnya. Bentuk rangkiang sesuai dengan gaya bangunan rumah gadang. Atapnya bergonjong dan dibuat dari ijuk. Tiang penyangganya sama tinggi dengan tiang rumah gadang. Pintunya kecil dan terletak pada bagian atas dari salah sati dinding singkok(singkap) yaitu bagian segi tiga lotengnya. Tangga bambu untuk menaiki Rangkiang dapat dipindah-pindahkan untuk keperluan lain dan bila tidak digunakandisimpan di bawah kolong rumah gadang. Empat jenis Rangkiang :
1.      Si tinjau lauik (Si tinjau laut) yaitu tempat menyimpan padi yang akan digunakan untuk membeli barang atau keperluan rumah tangga yang tidak dapat dibikin sendiri.
2.      Si bayau-bayau yaitu tempat menyimpan padi yang akan digunakan untuk makan sehari-hari.
3.     Si tangguang lapa (si tanggung lapar), yaitu tempat menyimpan padi cabangan yang akan digunakan pada musim pecaklik.
4.    Si rangkiang kaciak (rangkiang kecil), yaitu tempat menyimpan padi abuan yang akan digunakan untuk benih dan biaya mengerjakan sawah pasa musim
berikutnya.

·         Balairung dan Masjid
Balairung ialah bangunan yang digunakan sebagai tempat para penghulu mengadakan rapat tentang urusan pemerintah nagari dan menyidangkan perkara atau pengadilan. bangunan diatas tiang dengan atap yang bergonjong-gonjong, tetapi kolongnya lebih rendah dari kolong rumah gadang. Tidak berdaun pintu dan berdaun jendela. Ada kalanya balairung itu tidak berdinding sama sekali segingga panghulu mengadakan rapat dapat diikuti oleh umum seluas-luasnya. Kedua kelarasan yang berada aliran itu mempunyai perbedaan pula dalam bentuk balairung masing-masing. Balairung kelarasan Koto Piliang mampunyai anjung pada kedua ujungnya dengan lantai lebih tinggi. Lantai yang lebih tinggi digunakan sebagai tempat penghulu pucuk. Anjungnya ditempati raja atau wakilnya. Sedangkan balairung kelarasan Bodi Caniago tidak mempunyai anjung dan lantainya rata dari ujung-keujung. Balairung dari  aliran ketiga, Balairung ini diberi labuah gajah, tetapi tidak mempunayi anjung. Bangunannya rendah tanpa dinding sama sekali, sehingga setiap orang dapat melihat permufakatan yang diadakan diatasnya. Tipe lain dari balairung Pada halaman depan diberi parit sehingga setiap orang yang akan masuk ke balairung harus melompat terlebih dahulu. Pintu balairung diletakkan pada lantai dengan tangganya dikolong, sehingga setiap orang yang akan naik ke balairung itu harus menunduk ke bawa lantai.Apabila balairung digunakan sebagai pusat pemerintahan, maka masjid merupakan pusat kegiatan kerohanian dan ibadah.

·         Pemedanan Galanggang dan Sasaran
Pusat kegiatan duniawi ialah pemedanan, yaitu suatu medan atau lapangan luas yang terletak diluar perkampungan digunakan tempat penyelesai persengketaan antara orang-orang, antara kaum, dan atau antara nagari yang tidak mungkin diselesaikan penghulu masing-masing. Dalam perkalahian pisik, pihak yang bersengketa masing-masing membawa teman yang bertugas sebagai saksi atau sebagai pembantu untuk menggotong pulang yang kalah atau untuk membalas kecurangan yang mungkin dilakukan satu pihak. Apabila dengan dialog itu tidak dapat penyelesaian, mereka  akan melakukan perkelahian bebas dengan bersenjata atau tanpa senjata. Orang perkasa yang melakukan tindakan sewenang-wenang terhadap orang yang kecil boleh dikeroyok pada saat kesewenangan itu dilakukannya tidak bolah pada waktu yang lain. Pengeroyokan pada waktu yang lain dilakukan dengan bersembunyi sehingga tidak seorangpu yang tahu.Adapula  galanggang(gelangang). Ia merupakan tempat permainan rakyat, pimpinan galanggang dinamakan juaro(juara). Guna tempat latihan ketangkasan atau permainan lainnya didekat surau dibangun pula sautu bangunan yang dinamakan sasaran. Bagunan itu persegi empat tampa dinding dan atapnya belah ketupat. Sasaran tidak hanya digunakan kaum yang bersangkutan, tapi juga dapat digunakan anggota kaum lain sebagai tempat belajar pada salah satu pendekar terkemuka dibidangnnya.

PERKAWINAN

Suku bangsa Minangkabau, menempatkan perkawinan menjadi persoalan dan urusan kaum kerabat, mulai dan meneari pasangan, membuat persetujuan, pertunangan, dan perkawinan, bahkan sampai kepada segala urusan akibat perkawinan itu, sehingga masalah pribadi dalam hubungan suami istri tidak terlepas dan masalah bersama bersifat eksogami. Kedua belah pihak atau salah satu pihak dari yang menikah itu tidak lebur ke dalam kaum kerabat pasangannya. Jadi, setiap orang tetap menjadi warga kaumnya masing-masing, meskipun telah diikat perkawinan dan telah beranak-pinak karenanya. Anak yang lahir akibat perkawinan itu menjadi anggota kaum sang istri. Perkawinan eksogami meletakkan para istri pada status yang sama dengan suaminya pola hidup komunal menyebabkan mereka tidak tergantung pada suaminya ia bukanlah pemegang kuasa atas anak dan istrinya.

·         Perkawinan Ideal
Perkawinan yang paling ideal ialah perkawinan antara keluarga dekat, pulang ke mamak atau pulang ke bako. Tingkat perkawinan ideal berikutnya ialah perkawinan ambil-mengambil. Artinya kakak beradik laki-laki dan perempuan A menikah secara bersilang dengan kakak beradik laki-laki dan perempuan B.
perkawinan antara awak sama awak. Pola perkawinan awak sama awak itu berlatar belakang sistem komunal dan kolektivisme yang dianutnya pola perkawinan eksogami yang menjadikan ikatan suami istri begitu semu itu diperlukan modus agar lembaga perkawinan tidak menjadi rapuh. Tambah dekat hubungan awaknya, tambah kukuhlah hubungan perkawinan itu. Perkawinan dengan orang luar, terutama mengawini perempuan luar dipandang sebagai perkawinan yang akan bisa merusakkan struktur adat mereka kehadiran seorang istri yang orang luar dipandang sebagai beban bagi seluruh keluarga pula.
·         Kawin Pantang
Hukum perkawinan selain mempunyai larangan juga mempunyai pantangan. Pengertian larangan ialah perkawinan tidak dapat dilakukan. Yang berupa pantangan, perkawinan dapat dilakukan dengan sanksi hukuman semacam perkawinan sumbang, tidak ada larangan dan pantangannya akan tetapi lebih baik tidak dilakukan. Perkawinan yang dilarang ialah perkawinan yang terlarang menurut hukum perkawinan yang telah umum seperti mengawini ibu, ayah, anak saudara seibu dan sebapak, saudara ibu dan bapak, anak adik dan kakak, mertua dan menantu, anak tiri dan ibu atau bapak tiri, saudara kandung istri atau suami, dan anak saudara laki-laki ayah. Perkawinan Pantang ialah perkawinan yang akan merusakkan sistem adat mereka. Perkawinan sumbang merusakkan kerukunan sosial lebih bertotak pada menjaga harga diri orang tidak tersinggung atau merasa direndahkan diagungkan ajaran raso jo pareso(rasa dan periksa) atau tenggang raso (tenggang rasa) Pantangan perkawinan : (1) mengawini orang yang telah diceraikan kaum kerabat, sahabat dan tetangga dekat. (2) mempermadukan perempuan yang sekerabat, sepergaulan, dan setetangga. (3) mengawini orang yang tengah dalam pertunangan. (4) mengawini anak tiri saudara kandung. Sanksi hukum ditimpahkan kepada pe1anggar tergantung kepada keputusan yang ditetapkan musyawarah kaumnya. Tingkatannya antara lain: membubarkan perkawinan itu, hukum buang dengan diusir dari kampung atau dikucilkan dan pergaulan atau hukum denda dengan cara meminta maaf kepada semua pihak pada suatu perjamuan dengan memotong seekor dua ekor temak.

·         Aneka Ragam Perkawinan
Dalam alam pikiran orang Minangkabau, tata cara perkawinan ada dua yakni menurut syarak (agama) dan menurut adat. Syarak ialah mengucapkan akad nikah di hadapan kadhi. Upacara perkawinan menurut adat perlu pula dilaksanakan. Perkawinan menurut syarak saja lazin disebut kawin gantung atau nikak ganggang. Melakukan kawin gantung disebabkan salah satu atau kedua orang yang menikah itu belum cukup umur, atau yang laki-laki belum mempunyai pekerjaan, atau pihak perempuan belum sanggup menyelenggarakan perhelatan menurut adat. Akan tetapi, kedua belah kekerabat telah sepakat untuk bertalian keluarga secepatnya dan agar kedua remaja itu tidak terpaling kepada yang lain. Perkawinan baru dianggap sah bila telah dilakukan perkawinan menurut adat perkawinan ganti lapik atau ganti tikar yaitu perkawinan seseorang Perkawinan seperti ini hendak mendukung tali persaudaraan antara dua kerabat agar tetap utuh dan juga karena alasan agar anak-anak dari perkawinan lama memperoleh ayah atau ibu tiri yang bukan orang lain.
Perkawinan yang unik ialah dua buto (cina buta).  Bentuk perkawinan lain yang lazim pula ialah kawin wakil. Terjadi riya karena pengatin laki-laki tidak dapat hadir pada waktu pemikahan.

·         Pinang-Meminang
Lazimnya diprakarsai kerabat pihak perempuan. Mulailah kerabatnya menyakangkan mata. Jika basil penyelidikan itu memberi angin, barulah dikirim utusan untuk melakukan pinangan dipimpin mamak si gadis. Kepastian hasil dalam pinang-meminang itu belum diambil. Pihak laki-laki akan merundirigkan lebih dahulu masalahnya dengan semua kerabat. Apabila pinangan telah diterima tidaklah otomatis perkawinan bisa dilangsungkan. Rundirigan selanjutnya ialah untuk menentukan kapan waktunya pertunangan dilaksanakan. Hari pertunangan itu biasa disebutkan batimbang tando. Benda yang dijadikan pertukaran tanda itu tidaklah sama pada semua nagari. Namun yang umum pihak perempuan memberikan kain atau perhiasan emas, sedangkan pihak laki-laki membetikan keris pusaka. Andai kata pertunangan itu putus, pihak yang memutuskan akan mengembalikan tanda yang ditetima dahulu. Namun, pihak lain tidak berkewajiban mengembalikan tanda yang diterimanya. Setelah pertunangan memakan jangka waktu tertentu, barulah dimulai pula perundirigan pemikahan. dibicarakanlah waktu dan cara yang akan digunakan dalam perkawinan

·         Mas kawin, Uang Antaran, Uang Jemputan dan Sebagainya
Masyarakat Minangkabau tidak mengenal mas kawin lebih merupakan suatu perikatan antara dua kerabat daripada perjodohan antara dua jenis kelamin. Namun, marapulai yang datang untuk bertempat tinggal di rumah istrinya selama membayar mahar menurut hukum Islam, membawa juga perangkat keperluan anak dara yang jadi istrinya itu, yang disebut sebagai panibo. Spasang pakaian lengkap untuk anak dara. Di berbagai luhak atau nagari panibo itu berbeda beda bentuknya.

·         Malam Bainai
Acara malam bainai dilaksanakan di rumah anak dara, yang diadakan sehari atau beberapa hari sebelum hari pemikahan. Bainai ialah memerahkan kuku pengantin dengan daun inai yang telah dilumatkan. Masalah uang jemputan atau uang dapur itu menjadi syarat yang mutlak bagi suatu perjodohan jejaka yang hendak menikah tidak dapat berbuat lain karena ikatan kekerabatannya lebih kuat daripada cinta kasihnya kepada calon istrinya. Jika mereka punya perempuan. Dan kalau ada laki-aki pihak marapulai yang hadir, mereka hanyalah pngiring untuk teman pulang di tengah malam. Mereka tidak ikut naik ke rumah. Hanya di halaman saja. Dalam acara ini hanya dihidangkan minuman dan makanan kecil. Tujuan menginai kuku agar merah itu ialah untuk memberikan pertanda kepada kedua pasangan .

·         Acara Perkawinan
Acara perkawinan dimulai pada hari pemikahan. Hari yanig dianggap paling baik ialah petang Kamis malam Jumat. Sedangkan musim perkawinan pada umumnya sehabis panen pada daerah-daerah agraris.

·         Pernikahan
Acara pemikahan menurut kebiasaan yang lazim dilaksanakan di rumah anak dara. Namun, biasa pula dilaksanakan di masiid. Jika dilaksanakan di masiid, calon marapulai dijemput ke rumah orang tuanya untuk dibawa ke masiid oleh utusan kerabat anak dara. Utusan itu terdiri dan kaum laki-laki semata. Bila dalam perjanjian semula ada syarat-syarat yang harus diisi pihak kerabat anak dara maka pada waktu itulah perjanjian itu dipenuhi. Semua syarat itu dibawa dua tiga perempuan tua. Kalau pemikahan itu dilaksauakan di rumah anak dara utusan akan terdiri dan laki-laki dan perempuan. Saat itu merupakan kesempatan yang tepat untuk mengundang seluruh kerabat marapulai untuk menghadiri perjamuan di rumah anak dara. Apabila pemikahan itu akan dilaksanakan dalam beberapa hari, marapulai akan memakai pakaian biasa yang lengkap saja. Akan tetapi, bila saat pemikahan itu acara perhelatan perkawinan langsung diadakan, marapulai akan mengenakan pakaian marapulai tradisional. Pakaian itu biasanya dibawa utusan anak dara. Sehabis pemikahan marapulai akan kembali ke rumah orang tuanya. Ia akan ke rumah anak dara bila dijemput secara adat. Dalam acara pernikahan marapulai dan anak dara tidak dihadirkan berhadap-hadapan. Sebab, yang akan mengucapkan akad (perjanjian) nikah hanyalah marapulai kepada ayah (wali) anak dara. Anak dara hanyalah menyatakan persetujuannya kepada para saksi yang datang menanyainya di kamarnya. Saksi yang utama dalam hal ini ialah kadhi. Akan tetapi ayah anak dara boleh juga meminta kadli untuk mewakilinya untuk melaksanakan akad nikah.


·         Menjemput Marapulai
Acara yang paling pokok dalam perkawinan menurut adat istiadat ialah basandiang (bersanding), yaitu mendudukkan kedua pengantin di pelaminan untuk disaksikan jamu atau tamu yang hadir. Sebelum bersanding marapulai lebih dahulu dijemput ke rumah kerabatnya. Pada waktu itulah segala upacara adat istiadat perkawinan harus dipenuhi sebagaimana yang disepakati sebelumnya. Beberapa orang perempuan muda yang menjadi sumandan mengenakan sunting di kepalanya, serta mengenakan baju yang bersuji benang emas serta bersarungkan kain belapak. Perempuan lainnya membawa syarat syarat penjemputan marapulai di atas baki. Besar kecilnya perhelatan itu akan tercermin pada banyak sedikitnya jumlah utusan yang datang. Rombongan utusan itu diikuti beberapa orang laki-laki yang akan menjadi juru bicara. Dilakukan dialog singkat tentang maksud kedatangan mereka. Terjadilah pidato sembah-menyembah untuk menyilakan tamu menyantap makanan yang telah terhidang. Habis makan secara resmi pihak utusan menyampaikan maksudnya dengan pidato yang penuh ungkapan pepatah petitih. Mulanya pidato yang isinya menyatakan diri mereka sebagai utusan yang membawa kiriman dan meminta agar kiriman itu diterima barulah disampaikan maksud kedatangan utusan itu sesungguhnya. Upacara menjemput marapulai ini banyak sekali memakan waktu untuk pidato yang bersahut-sahutan dari kedua belah pihak pihak yang diwakilnya bukan sembarang orang menyandang adat yang tinggi. Selesai upacara pidato, barulah marapulai dilepas kerabatnya untuk dibawa ke rumah anak dara tidak dilepaskan sendirian. Ia diiringi kerabatnya dengan suasana yang sama megahnya dengan utusan yang yang dating menjemput itu. Di rumah anak dara, kedua pengantin didudukannya bersanding di pelaminan. Di sini acara makan minum dan pidato pun dilakukan pula Selesai upacara bersanding, marapulai dibawa lagi oleh kerabatnya pulang ke tempatnya ada kalanya bersama-sama anak dara. Hal ini bergantung pada rencana yang dimufakati sebelumnmya oleh  kedua belah pihak. Tidak ada keseragaman pada semua nagari.  

·         Manjalang
Manjalang (menjelang) yang artinya berkunjung merupakan acara puncak di rumah marapulai. Para kerabat berkumpul menanti anak dara yang datang menjelang. Waktu berangkat dan rumah anak dara, kedua pengantin berjalan bersisia, diapit sumandan dengan pakaian mereka yang terbagus, diiringi perempuan kerabat anak dara, dan di belakangnya perempuan yang menjunjung jambar di kepala. Seperangkat pemain musik mengikuti mereka paling belakang. Sesampai arakan pengantin di rumah marapulai, kedua pengantin disirami beras kunyit untuk memberi berkah. Kemudian barulah semua rombongan dipersilakan naik. lalu mereka didudukkan di perjanjian. Dalam acara ini laki-laki tidak berperan. Acara lebih mengutamakan saling memperkenalkan kerabat dan kedua belah pihak Pada waktu rombongan yang datang menjelang hendak kembali pulang semua jambar yang mereka bawa tadiriya diletakkan kembali ke tengah helat. Salah satu dulang yang tidak ditutup dengan tudung saji telah diisi dengan pemberian kerabat marapulai untuk anak dara. Isinya bisa berupa kain baju bisa juga berupa perhiasan.
Rombongan itu kembali bersama anak dara. Marapulai tidak ikut pergi apabija waktu itu masih siang biasanya sekitar pukul 09.00 ia akan dijemput lagi beberapa anak muda yang sebaya dengan marapulai. Jemputan merupakan acara menjemput marapulai untuk berdiam di rumah anak dara untuk pertama kali. Marapulai akan diiringi oleh beberapa temannya yang sebaya yang disebut rang mudo (orang muda)
bertugas menemani marapulai di rumah anak dara. Setetah tiga hari marapulai tinggal di ramah anak dara ada kalanya seorang gadis yang belum remaja pergi ke rumah semua kerabat dekat marapulai.

·         Perjamuan
Upacara dan perhelatan terpusat di rumah anak dara perlengkapan kamar pengantin pakaian pengantin makan minum dan juga permainan untuk meramaikannya.  Perhelatan yang sederhana disebut gontek pucuak (petik pucuk) Perjamuan yang lebih besar disebut kabuang batang kabung batang). Sedangkan perjamuan besar disebutlambang urek(lambang urat) yang artinya perjamuan itu diselenggarakan secara besar-besaran atau habis-habisan dengan memotong kerbau sebagaimana yang dimaksud oleh ungkapan

·         Perkawinan Menurut Kerabat Perempuan          
Kepentingan perkawinan lebih berat kepada kerabat pihak perempuan pihak mereka yang menjadi pemrakarsa dalam perkawinan dan kehidupan rumah tangga. Tujuan perkawinan bagi pihak mereka serba rangkap. Pertama-tama ialah melaksanakan kewajiban yang merupakan beban hidup yang paling berat untuk menjodohkan kerabat mereka yang telah menjadi gadis gadang atau gadis dewasa yang telah tiba saatnya untuk bersuami. Perkawinan seorang gadis dapat pula digunakan untuk menaikkan martabat kerabat atau kaum. Caranya dengan menjodohkan anak gadis mereka dengan seseorang dari kalangan yang lebih mulia dan mereka baik mulia sehingga mereka akan mendapat tempat yang lebih baik dari sediakala dalam pandangan masyarakatnya. Perkawinan juga dapat digunakan sebagai pengukuhan hubungan sosial antara kerabat, antara sahabat atau untuk menyambung pertalian yang telah lama putus atau hubungan yang telah lama renggang.

·         Posisi Semenda dan Kerabatnya
Kepentingan perkawinan lebih berat cenderung ke arah kerabat pihak perempuan, posisi semenda beserta kerabatnya lebih tinggi, layanan terhadapnya bagaimanatiang minyak panuah(menating minyak penuh) yang artinya orang semenda itu harus dijaga perasaannya agar tidak tersinggung. Kepadanya tidak diberikan tanggung jawab apa pun. Bahkan kesulitan rumah tangga tidak diceritakan kepadanya. Terutama terhadap ibunya, penghormatan harus dinyatakan dalam berbagai cara. Apabila hal-hal itu terlalaikan, dapat dipandang sebagai tindakan yang hendak memancing gara-gara. Empat macam penilaian terhadap semenda. Yakni: (1) sumando bapak paja (semenda bapak anak), yaitu semenda yang bertingkah sebagai pejantan semata, yang tidak menghirau kehidupan dan keadaan istrinya. (2) sumando kacang miang (semenda kacang miang), yaitu semenda yang tingkah lakunya membuat onar dan pecah belah di rumah istrinya. Lazim pula disebut semando langau hijau (semenda lalat hijau) yang suka pada keadaan yang kotor atau busuk. (3) sumando lapiak buruak (semenda tikar buruk), yaitu semenda yang tingkah lakunya menguras harta benda istrinya. (4) sumando niniak mamak (semenda ninik mamak), yaitu semenda yang menghiraukan suka duka kehidupan rumah tangga istrinya. Bagi semenda yang tingkah lakunya tidak disukai ada berbagai cara untuk menyatakannya. Mulai dari sindiran halus maupun sindiran kasar.

·         Perkawinan dari Segi Pandangan istri.
Seorang perempuan menjadi istri dan sebagai wakil kerabatnya, ia tidak dapat menentukan sikap sendiri terhadap suaminya ia harus menyembunyikan seluruh perasaannya dan suaminya sehingga tidak terlihat rasa duka dan sukanya. Kepada ibunyalah ia harus menyampaikan segala perasaan dan pikirannya.  Istri-istri yang mempunyai usaha sendiri pada prinsipnya usaha itu tidak bold dicampuri suaminya. Masing-masing dengan kasnya sendiri-sendiri. Namun, pihak istri akan selalu berusaha memperoleh sesuatu dan suaminya, yang menjadi haknya sebagai istri.  Perceraian merupakan mimpi buruk bagi setiap perempuan karena setiap istri tidak tergantung kehidupannya pada suaminya, perceraian tidaklah akan menyebabkan ia bancur Ia akan memperoleh dirinya sendiri dan tidak terikar oleh suatu beban sebagai wakil kaum kerabatnya. Di samping kebebasan ia pun memperoleh motivasi untuk menegakkan kehidupannya sendiri. Keadaan kaum kerabat bukanlah urusannya. Itu adalah urusan mamak dan saudaranya laki-lakinya bersama ibu mereka. Jika menjanda karena suaminya meninggal, keadaannya akan sama dengan perceraian. Namun, hubungannya dengan kerabat almarhum suaminya tidak terputus. Hidup menjanda lebih bebas daripada istri yang ditinggalkan merantau oleh suaminya dan sebagai janda ia bebas memilih jodoh.

·         Perkawinan Menurut Kerabat Laki-Laki
Jarang kerabat yang mempunyai anak gadis yang mau melamar jejaka yang tidak mempunyai mata pencaharian kecuali apabila jejaka itu anak orang terkemuka karena hartanya, jabatannya, atau karena ilmunya. Jejaka yang tidak mempunyai mata pencaharian disarankan agar pergj merantau untuk memperoleh harta atau memperoleh ilmu. Mereka maklum bahwa bagi masyarakat yang berpola pada ajaran materialisme itu meskipun mereka ingin memperoleh semenda yang jejaka, mereka lebih suka mempunyai semenda yang punya mata pencaharian yang besar, walau berusia tua atau celah menikah. Apalagi kalau duda yang masih muda. Seorang jejaka tidak dibiarkan memilih jodoh sendiri. Tujuannya demi menjaga agar tidak sampai memperoleh jodoh yang mempunyai cacat lahir batin atau turunan. Konsekuensi perkawinan atas pilihan kerabatnya itu didukung kerabatnya pula. Segala kewajiban yang harus ia pikul bagi istrinya akan disediakan kerabatnya selama ia belum mampu. Tujuannya ialah agar anak kemenakannya terpandang sebagai semenda yang dihormati kerabat isrrinya. Suatu perkawinan yang tidak rukun tetap menjadi urusan kerabat. Jika yang menyebabkannya pihak anak kemenakan sendiri maka mereka berusaha ikut memperbaikinya. Demikian pula apabila perkawinan itu menyebabkan anak kemenakan mereka lupa akan kewajiban atas kerabatnya sendiri, mereka akan berusaha merenggangkannya mencarikannya lagi seorang istri yang lebih cantik dan lebih muda.

·         Posisi Menantu dan Kerabatnya
Seorang istri dipandang sebagai menantu oleh kerabat suaminya. Posisinya tidaklah sama dengan posisi suaminya sebagai semenda. Jika semenda bagai dimanjakan di rumah mertuanya, maka menantu perempuan harus pandai-pandai mengambil hati mertua.

·         Perkawinan dan Segi Pandangan Suami
Menjadi semenda di rumah istri menempatkannya sebagai seorang yang dihormati, malah dimanjakan ia tidak perlu memikul beban kehidupan rumah tangganya dengan segala akibatnya. Lebih-lebih jika ia sebagai orang yang dijemput karena hartanya, karena turunannya atau karena ilmunya. Kelihatannya kehidupan demikian mengenakkan bagi laki-laki yang normal, apalagi kalau akalnya sehat serta rohaninya bersih, bertempat tinggal di rumah mertua menimbulkan keadaan yang runyam bagi kehidupannya ia tidak mungkin bergaul dengan anak istrinya sebebas yang dikehendakinya. Tentu saja banyak suami yang memanfaatkan sistem sosial dalam perkawinan demikian untuk enaknya sendiri. Suami yang telah menjadi laki-laki tua tidaklah akan tersia-sia apabila pada masa mudanya ia mengamalkan ajaran adat sebagaimana mestinya. Yaitu apabila ia tetap menjaga keseimbangan hidupnya di antara kepentingan anak dan istrinya dan kemenakan dan kaum kerabatnya sebagaimana yang diungkapkan oleh mamangan anak dipangku kemanakan dibimbiang(anak dipangku kemenakan dibimbing).

·         Suami Istri di Rantau
Kehidupan suami istri yang tinggal di kampung dan berdiam di rumah kaum harus menyesuaikan diri dengan tata kehidupan bersama. Lebih-lebih apabila di rumah itu tinggal juga beberapa pasangan suami istri lainnya. Kehidupan dalam rumah bersama hanya baik dan menyenangkan bagi pasangan yang suaminya sukses dalam materi. Sikap ahli rumah yang sepertimemijak batuang sabalah(memijak betung sebelah) itu tentu saja menimbulkan beban perasaan bagi semenda yang tidak sukses. Suami istri yang membangun kehidupan bersama di luar rumah keluarga mereka atau yang pergi merantau bersama, lebih terbuka jika dibandingkan dengan kehidupan dalam rumah bersama. Hal ini disebabkan segala-galanya akan mereka rundingkan berdua dari di antara keduanya tidak lagi ada sikap kepura-puraan yang selama ini biasa mereka lakukan karena menenggang perasaan orang luar. Seorang laki-laki yang sukses di rantau akan memikul berbagai kewajiban. Meskipun tidak secara langsung, kerabat istrinya pun menjadi tanggungannya menurut alam pikiran Minangkabau rumah adalah milik istri. Hal itu menimbulkan konsekuensi bahwa secara psikologis dan berangsur kerabat istri akan lebih dominan di rumah itu jika dibandingkan dengan kerabat suami.



·         Hubungan Kekerabatan
Masyarakat komunal dengan pola perkawinan eksogami menimbulkan hubungan kekerabatan yang mempunyai daya ikat antara individu di luar jalur stelsel matrilineal dan sistem persukuan. Perkawinan bukan semata-mata hubungan antara dua orang individu, tetapi juga hubungan antara dua kerabat dan bahkan hubungan antara seluruh kerabat yang telah berhubungan karena perkawinan empat macam hubungan kekerabatan atau pertalian kekerabatan : (1) tali kerabat mamak kemenakan. (2) tali kerabat suku sako. (3) tali kerabat induak bako anak pisang. (4) tali kerabat andan pasumandan. Tali kerabat dua yang pertama bersifat hubungan ke dalam. Timbulnya karena pertalian darah. Sedangkan tali kerabat jenis yang lain bersifat keluar dan timbulnya karena perkawinan. Tata tertib yang mengaturnya dapat menjamin kesatuan, kesamaan, dan keutuhan pendirian sikap dan perbuatan seorang individu terhadap suatu kasus yang menyentuh kehidupan kekerabatan mereka.

·         Mamak Kemenakan
Tali kerabat mamak kemenakan ialah hubungan antara seorang anak laki-aki dan saudara laki-laki ibunya, atau hubungan seorang anak laki-laki dengan anak-anak saudara perempuannya Bagi seseorang, saudara laki-laki ibunya adalah mamaknya dan ia adalah kemenakan saudara laki-laki ibunya.
Bimbingan yang diminta dan dituntut pada seorang laki-laki yang berkenaan dengan fungsinya sebagai mamak dalam membimbing lingkungan masyarakat yang dipimpinnya itu pada pokoknya terdiri dan dua sasaran:
1.         Menyambut warih bajawek (waris berjawat) dan persiapan untuk melanjutkan turunan. Artinya merek merupakan titik pusat lingkungan masyarakatnya di rumah dengan peran sebagai nenek dan ibu yang akan mengasuh anak cucunya dan sebagai istri yang menjadi tali penghubung dengan lingkungan masyarakat lain.
2.         Persiapan untuk pusako batolong (pusaka bertolong) ialah untuk berperan sebagai penunjang dan pengembangan sumber-sumber kehidupan sanak saudaranya, terutama sanak saudara perempuannya yang akan melanjutkan turunan mereka.
Tugas mamak kepada kemenakannya tidak ubahnya seperti tugas ayah pada masyarakat non Minangkabau. Akan tetapi, tugas mamak ada kalanya jauh lebih ringan mana kala seorang dua perempuan mempunyai banyak saudara laki-laki yang menjadi mamak anak-anak mereka.

·         Suku Sako
Tali kerabat suku sako dikenal sebagai hubungan kerabat yang bersumber dari sistem kekerabatan geneologis yang berstelsel matrilineal pada lingkungan kehidupan sosial sejak dari rumah sampai ke nagari yang lazim disebut suku. Suatu nagari didiami penduduk yang terdiri dari sekurang-kurangnya empat buah suku. terbagi dalam beberapa kampung diisi beberapa kelompok rumah didiami orang-orang yang saparuik (seperut).

·         Induk Bako Anak Pisang
Tali kerabat induak bako anak pisang ialah hubungan kekerabatan mereka antara seorang anak dan saudara-saudara perempuan bapaknya dan atau hubungan kekerabatan antara seorang perempuan dan anak-anak saudara-saudara laki-lakinya. Berhubung induk bako adalah perempuan, hubungan tali kerabat itu lebih memerankan peranan perempuan. Seorang perempuan, yang selain merupakan kemenakan saudara laki-laki ibunya juga merupakan anak pisang dan akan menjadi induk bako atau bako pula. memangku dua fungsi. Pertama fungsi intern  Kedua. Fungsi ekstem
1 007
Anak pisang lazim pula disebut dengan nama lain, yaknianak pusako(anak pusaka). Jika anak laki-laki lebih mendapat pendidikan dari mamaknya, maka anak perempuan mendapat pendidikan dari bakonya di samping dan ibunya sendiri. dari dua jalur rumah gadng dari jalur rumah gadang tempat ibunya dilahirkan dan dari rumah gadang tempat ayahnya dilahirkan. akan sangat berguna baginya bila menjadi seorang istri dan ibu.

·         Andan Pasumandan
Tali kerabat andan pasumandan adalah hubungan antara anggota suatu rumah, rumah gadang, atau kampung dan rumah, rumah gadang atau kampung yang lain tersebab salah satu anggota kerabatnya melakukan perkawinan horisontal, kedua belah pihak berstatus sama derajatnya.
1 008                                 1 009
Selain dari bubungan kekerabatan menurut tali darah ibu, maka mereka juga terikat pada hubungan tali darah bapak, bahkan juga hubungan kekerabatan karena perkawinan anak-anak mereka. Tali-tali kerabat itu terjalin dalam suatu anyaman yang mendukung falsafah mereka, yakni adat.

KESUSASTRAAN

Bahasa minangkabau mempunyai banyak dialek. Setiap luhak da kalnya mempunyai lebih adri sebuah dialek. Bahkan dialek suatu nagari yang bertetangga pun bisa berbeda, setidak- tidaknya dalam irama. Ada dialek yang melodius yang rata, yang kasar. ada juga suatu bahasa umum inilah yang menjadi pendukung kesusatraan Minangkabau. Kesusastraan Minangkabau banyak mengandung ungakapan yang plastis dan penuh dengan kiasan, sindiran, perumpamaan atau ibarat, petatah, petitih, mamangan, yang dikategorikan para ahli sebagai bahasa percakapan sehari-hari orang lazim menggunakan ungkapan yang plastis. Dalam percakapan dikenal empat cara berkata- kata yakni kata mendatar, kata mendaki, kata menurun, dan kata melereng. kato nan ampek (kata nan empat). Kata mendatar ialah bahasa orang sepergaulan atau seusia. Kata mendaki ialah bahasa orng kecil kepada yang lebih tinggi kedudukannya. Kata menurun ialah basa orang yang lebih tinggi kepada orang yang lebih kecil. Kata melereng ialah bahasa orang yang saling menyegani, baik karena hubungan kekeranbatan maupunkarena hubungan jabatan. “ manusia tahan kias, kerbau tahan palu dan pukul anak, sindir menantu. Oleh karena orang Minangkabau merasa dirinya sama dengan orang lain, maka mereka tidak mau direndahkan. Mereka menuntut penghargaan yang sama, bahkan dalam sopan santun berbicara. Oleh karena itu, orang Minangkabau harus mahir dan memahami kata kiasa, atau kata sindiran sebagai kata melereng itu. Karena kemahiran mereka, sepotong kalimat yang telah diucapkan seseorang pada umumnya telah mereka pahami kemana arah pembicaraan itu. Malah menyebutkan sepotong kata sampiran sebuah pantun sudah cukup mnyampaikan makna seluruh maksd pembicaraan. Bbanyak pula istilah yang bermakna ganda dan kebiasaan mengubah-ubah suatu istilah guna membedakan pengertian suatu kata benda yang maknanya hampir sama. istilah baso-basi berarti bahsa dan juga bisa berarti basa dari pasangan basi-basi, labuah bisa berarti lebuh (jalan), bisa juga berarti labuh (persinggahan kapal), basi bisa berarti besi, bisa pula berarti rasan, rasan bisa berati resan, bisa pula berarti resam (sifat) karena itu, dalam memahami hasil sastra minangkabau sangat diperlukan penguasaan pengertian ganda itu, sehingga makna yang terkias didalam nya dapat diketahui dengan cepat.

·         Susunan Kalimat
Meskipun dalam percakapan sehari-hari orang membiasakan menggunakan peribahasa, bahasa percakapan banyak berbeda dengan bahasa kesusastraan. Bahasa percakapan menggunakan kalimat yang pendek-pendek dan menggunakan potongan –potongan kata akhir secara berurutanBahasa utuhnya adalah  hancik caah lu jadi Awak makn ciek dulu. Terjamahnya adalah “ Tunggu sebentar ya. Saya makan dulu.
Sedangkan bahasa kesusastraan memakai kata- kata yangutuh. Kalimatnya panjang- panjang dengan menggunakan bnyak anak kalimat, yang masing-masing terdiri dari empat buah kata, tidak ubahnya seperti kalimat pantun. Ada kalanya pula kalimat itu hanya menggunakan tiga buah kata atau lebih dari empat buah kata. Waktu pengucapan dan iramanya tetap sebagaimana mengucapkan kalimat yang terdiri dari empat kata. Banyak juga kalimat-kalimat itu dibantu berbagai macam kata sandang (nan, lah, malah, bak, lai, dek, itu, iko, an alah) yang lebih berfungsi sebagai penyampurna agar pengucapan dapat berirama Contohnya ialah sebgai berikut.
Mulonyo kato nan dikatoan, asanyo kaji nan disbuik, ado kapado suatu malam, hari nan tarang-tarang lareh, patang kamih malam jumaik, dlam nagari tanjuang balik. Malam nan samalam nantun, sadang rinyai-rinyai kaciak, kiro- kiro pukua salapan, urang nan lah sumbayang isya. Jalan bajalan sagalo dubalang, sarato nanti nan jo punggawa…
Bentuk kalimat yang memakaitiga kata biasanya ada pada kisah yang mengandung ketegangan.

·         Martabat Kata
Martabat memiliki empat kategori, yang mempunyai nilai :
1.      Kato nan sabana karo (kata yang sebenarnya kata): kata-kata perbendaharaan kebudayaan dan sebagai warisan nenek moyang yang dapat dipakai sebagai pegangan hidup.
2.      Kato nan dikatokan (kata yang dikatakan): berupa wasiat yang harus dipegang teguh walaupun sifatnya menyimpang dan norma yang lazim.
3.      Kato nan bakato-kato (kata yang berkata-kata): ucapan yang mengandung pengertian ganda, sehingga memerlukan penafsiran.
4.      Kato nan takata-katai (kata yang cerkata-katai): ucapan liar, atau tidak berarti apa-apa, baik yang timbul karena luapan emosi.
5.       
·         Sifat Kata
Sifat kata merupakan watak kata atau ucapan, yang bila diucapkan akan menimbulkan reaksi bagi pendengarnya empat kategori sifat kata :
1.        Kato Hiancari kawasi (kata mencari kawan): ucapan yang menimbulkan rasa simpati atau rasa senang bagi yang mendengarnya.
2.     Kato nancari lawan (kata mencari lawan): ucapan yang menentang sehingga membangkitkan amarah yang mendengarkannya.
3.        Kato indak bakawan (kata tidak berkawan): ucapan yang bersifat fitnah, gunjingan, atau bohong.
4.  Kato indak balawan (kata tidak berlawan): ucapan yang bersifat perintah yang salah, tetapi harus dilaksanakan.

·         Pantun
Buah kesusatraan Minangkabau yang terpenting ialah pantun, kaba, dan pidato paling utama dari semuanya  menjadi buah bibir, bunga kaba, dan hiasan pidato
Sarancak saelok ikolah parak                         Secantik saelok inilah parak
Indak badasun agak sabuah                           Tak berdasun barang sebuah
Sarancak saelok ikolah awak                          Secantik seelok inilah awak
Indak bapantun agak sabua.                           Tak berpantun barang sebuah.

            Pantun terdiri dari beberapa baris dalam jumlah yang genap, dari dua baris sampai dua bealas bari. Setiap baris terdiri dari empat kata engan rima akhir yang sama. Separuh jumlah baris permulaan disebut sampiran. Fungsi sampiran ialah sebagai pengantar dari isi, bunyi, dan iramanya. Pantun yang semourna ialah apabila sampirannya mengandung ketia unsur itu. Contohnya ialah sebagai berikut.
Tinggi malanjuiklah kau batuang                   Tingi melenjutlah kau betung
Indak ka den tabang-tabang lai                      Tak kan ku tebang-tebang lagi
Tingga mancaguiklah kau kampuang             Tinggal mencegutlah kau kampung
Indak ka den jalang-jalang lai.                       Takkan kujelang-jelang lagi.
Pantun yang sempurna itu tidak banyak karena memang tidak mudah menyusun atau memilih sampiran yang dapa memberi kiasan yang tepat serta didukung bunyi dan irama kata demi kata yang tepat pula.

·         Ragam Pantun
Umumnya yang dinamakan pantun ialah kalimat berita yang terdiri dari empat baris dan setiap baris terdiri dari empat kata. Akan tetapi, banyak pula ditemui pantun yang terdiri dari dua baris. Di samping itu, banyak pula ditemukan pantun yang terdiri dari enam sampai dua belas baris. Di bawah ini beberapa contoh.
Pantun dua baris:
Sabab puluik santan binaso                            Sebab pulut santan binasa
Sabab muluik badan binaso                            Sebab mulut badan binasa.

Pantun empat baris:
Biriak biriak tabang ka samak                        Birik birik terbang ke semak
Dari samak ke halaman                                  Dari semak ke halaman
Dari niniak turun ke mamak                           Dari ninik turun ke mamak
Dari mamak ka kemenakan.                           Dari mamak ka kemenakan.

·         Seloka, Talibun, dan Gurindam
Pantun yang enam sampai yang dua belas baris juga dinamai talibun. Seloka ialah “Pantun empat baris yang terdiri dari beberpa untai. Tiap-tipa untai pantun berhubungan dengan untai berikutnya. Hubungan itu ialah baris kedua  dan keempat setiap untai yang disisipkan pada baris pertama dan ketiga dari untai barikutnya. Kalau seloka itu terdiri dari bebebrapa buah untai, maka untai ketiga mengutip lagi baris kedua dan keempat untai kedua. Berikut ini contoh seloka:
Tanam malati basusun tangkai                       Tanam melati bersusun tangkai
Tanam padi ciek-ciek                                      Tanam padi satu-satu
Kalau buliah basusun bangkai                        Kalau boleh bersusun bangkai
Dagiang hancua manjadi ciek.                       Daging hancur menjadi satu.
Tanam padi ciek-ciek                                      Tanam padi satu-satu
Anak lintah dalam cunia                                 Anak lintah dalam cunia        
Dagiang ancua jadi ciek                                 Daging hacur jadi satu
Tando bacintao dalam dunia.                         Tanda bercinta didunia.
Anak lintah dalam cunia                                 Anak lintah dalam dunia
Ubua-ubua balah duo                                     Ubur- ubur belah dua
Tando bacinto dalam dunie                            Tanda bercinta didunia
Ciek kubua kito baduo.                                   Satu kubur kita berdua.

Dalam bentuk lainnya, pantun itu ada yang dinamai gurindam. Pada umumnya gurindam berisikan saripati kata yang tersusun dalam dua atau empat baris. Berbeda dengan pantun, gurindam tidak mempunyai sampiran. Gurindam langsung masuk kepada maksud dan intinya.

·         Pantun Adat
Menurut isisnya, ada lima jenis pantun, yaitu: pantun adat, pantun tua, pantun muda, pantun duka, dan pantun suka.
Pantun adat itu digunakan dalam pidato. Isinya kutipan undang-undang, hukum, tambo, dan sebagainya yang berhubungan dengan adat. Berikut ini contoh pantun adat.
Yang berkenaan dengan pemerintahan:
Rang gadih mamapek kuku                             Anak gadis memepat kuku
Dipapek jo pisau sirauik                                 Dipepat dengan pisau siraut
Tapapek dibatuang tuo                                   Terpepat pada betung tua
Batuang tuo elok kalantai                               Betung tua baik untuk lantai
Nagari bakaampek suku                                 Nagari berempat suku
Bahindu babuah paruik                                  Berhindu berbuah perut
Kampuang dibari batuo                                  Kampung dibari bertua
Rumah dibari batungganai.                            Rumah diberi bertungganai,

·         Pantun Tua
Pantun tua berisi petuah orang tua kepada anak muda, yang mengandung nasehat serta ajaran etik yang lazim berlaku dimasa itu. Sebuah contoh pantun tua sebagai berikut.
Kamuniang ditangah balai                             Kemuning ditengah balai
Ditutuah batambah tinggi                               Ditutuh bertambah tinggi
Barundiang j urang tak pandai                       Berunding dengan urang tak pandai
Bak alu pancukia duri.                                    Bagai alu pencukil duri.
·         Pantun Muda
Pantun muda ialah pantun asmara, yang mengiaskan atau menyindirkan betapa dalam cinta asmara yang terpendam. Contoh pantun muda.
Pisau sirauik ilang dirimbo                 Pisau siraut hilang dirimbo
Dipakai anak rang Payokumbuah      Dipakai anak orang payakumbuh,
Karam dilauik buliah ditimbo             Karam dilaut boleh ditimba,  
Dari mato jatuah ka ati                       Dari mata jatuh kehati.
Karam dihati mambao luluah.            Karam dihati membawa luluh.
Padang panjang dilingka bukik          Padang panjang dilingka bukit
Bukik dilingka sikayu jati                    Bukit dilingkar sikayu jati
Kasiah syang indak sadikik                 Kasih sayang bukan sedikit,

·         Pantun Suka
Pantun suka ialah pantun jenaka yang berikan olok-olok. Kadang-kadang isi pantun ini juga ejekan yang tajam terhadap buah perangai orang-orang yang tidak menyenangkan. Contoh pantun olok-olok jenaka:
Tanah liek bakapiek                                        Tanah liat berkepit
Ditimpo tanah badarai                                    Ditimpa tanah berderai
Nan alun diliek alah diliek                              Yang belum dilihat sudah dilihat
Kucinga jo mancik samo bakasai                   Kucing dengan tikus sama berkasai.

·         Pantun Duka
Pantun duka ialah pantun yang umumnya diucapkan anak dagang yang miskin, yang tidak sukses hidupnya di rantau orang. Yang paling terkenal pantun ini ialah:
Singkarak kotonyo tinggi                     Singkrak kotanya tinggi
Sumani mandado dulang                    Sumani mendada dulang
Awan barak ditangisi                          Awan bararak ditangisi
Badan jauah dirantau urang               Badan jauh ditangisi

·         Kaba
Kaba betul=betul merupakan produk minangkabau. Jika dilhat dari isisnya, laka kaba dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu yang klasik dan yang baru. Kaba yang dikategorikan klasik ialah kaba yang diangkat dari hikayat. Misalnya, dari hikayat Malin Deman, menjadi kaba Malin Deman, hikayat Anggun Cik Tunggal menjadi Kaba Anggun Nan Tungga. Atau hikayat lainnya yang menjadi kaba, Peristiwa sensasionalpun diangkat menjadi kaba, sepeti kaba si sabariah Kemudian permainan randai, sebagai teater rakyat, memunculkan banyak kaba baru, antara kaba si marantang, kaba siti rabiatun, dan kaba angku kapalo sitalang. Rupa-rupanya kaba pada m,ualanya beredar diwliyah rantau pesisir bagian barat minagkabau yang dikuasai raja aceh. Mungkin melalui aceh inilah hikyat dan syair-syair diperkenalkan keminangkabau. Cerita kaba kaba memperlihatkan produk kebudayaan yang bukan asli minangkabau pada awal pertumbuhannya.

·         Gaya Bahasa
Kaba adalah salah satu cerita rakyat disamping dongeng, hikayat dan cerita lainnya. Ada beberapa perbedaan yang khas antara kaba dan yang lainnya, yakni bentuk bahasanya yang liris, ungkapan- ungkapannya yang plastis, dan penggunaan pentu yang dominan. Bahasa kaba mempunyai susunan yang tetap. Empat buah kata dalam sebuah kalimat. Ada kalanya terdiri dari tiga buah kata bila kalimat itu bersuasana penegasan, sebagaimana yang lazim ditemukan pada klimat pantun. Selain susunan bahasanya yang tetap juga ungkapan- ungkapannya pun tetap, sebagaiman bahasa klise, terutama dalam mengisahkan suatu peralihan peristiwa, waktu, dan suasana. Bentuk dan tingkah laku orang pun diungkapkan dengan bahasa klise.

PERMAINAN RAKYAT

Permainan rakyat Minangkabau sebagai kesenian tradisiorial bersifat terbuka, oleh rakyat dan untuk rakyat, sesuai dengan system masyarakamya yang demokratis yang mendukung falsafah persamaan dan kebersamaan antara manusia. sifamya yang terbuka sebagai milik umum, maka permainan rakyat mudah berubab akibat persentuhannya dengan kebudayaan luar. Persentuhannya dengan kebudayaan luar ialah akibat peranannya dalam sejarah sebagai suku bangsa yang menerima hubungan dengan pihak luar dan juga karena kebiasaan mereka pergi merantau.
peta permainan rakyat itu pun sesuai dengan wilayah pengaruh kekuasaan asing yang datang itu. pengaruh ajaran yang datang kemudian yang menjadi anutan suku bangsa Minangkabau menberi warna yang berbeda dengan pernainan rakyat tradisional. Sebagian pengaruh kebudayaan asing atau luar itu menyatu atau mengubah permainan rakyat Minangkabau. tetapi ada yang tetap terpisah dalam pelaksan annya, Pengaruh kebudayaan itu mempunyai penganut masing-masing. Kadang-kadang terjadi perbenturan sosial antara mereka dalam sejarahnya yang lalu, tetapi lambat laun segalanya diterima menurut apa adanya. Namun, yang terkuat akhiniya menjadi dominan berkat seleksi hidup mereka yang praktis, sehingga pennainan rakyat yang lebih bersifat duniawi.

·         Darat dan Pesisir
Selain pengaruh kebudayaan luar itu, perbedaan geografis, yaitu darek (darat) dan pasisia (pesisir) juga menyebabkan adanya perbedaan corak dan gaya permainan rakyat. Perbedaan ini selaras dengan mamangan mereka luliak bapangulu, rantau barajo. Selain yang bersifat Mmnangkabau, maka kesenian yang berasal dan kebudayaan Islam Syiah cukup dominan, sepert- salawat. Permainan rakyat yang bersifat Minangkabau serta yang bersilat Islam didukung pendu duk desa yang digelari dengan nama golongan parewa, gambus dan kasidah Sedangkan di wilayah darat yang dominan ialah permainan rakyat yang bersifar MinangkabauPeralatan karawitan di pesisir lebih beragam dan melodinya memiliki lima nada dan lebih dinamis. Sedangkan karawitan darat lebih bersifat monoton dengan jumlah pemainnya yang juga sangat terbatas. Komposisi alat karawitan pesisir bisa berkonibinasi dengan berbagai alat yang berasal dan kebudayaan luar, terutama alat pukul yang bervariasi, mulai dari telempong, gong, tansa, gendang, dan indang, sampai alat untuk lagu rebab, dan bangsi. Sedangkan di darat alat pukulnya hanyalah telempong dan adok serta alat untuk lagu seperti salung. Permainan rakyat yang bersifat Minangkabau yang terpenting pada dasarnya bertolak dati kaba sebagai tema dan pencak silat sebagai gerakan dengan dendang serta karawitan sebagai alat pembantu.

·         Pencak Silat
Peranan pencak di samping sebagai permainan juga sebagai tangga mempelajari silat. Pesilat disebut pandcka (pendekar), pemain pencak disebut anak slick (anak silat) Seorang pendekar mempunyai etik Musuah indak dicari, jikok basuo pantangdiriakkan(musuh tidak dicari kalau bertemu pantang dielakkan). Silat juga mempunyai berbagai aliran. Yang terkenal ialah aliran silat lintau, yaitu silat dati Nagani Lintau. Dan yang lain silat pauh, Di samping itu terkenal pula sitaralak, Perbedaan aliran lintau dan pauh ialah yang pertama mengutamakan keterampilan tangan, sedangkan yang kedua mengutamakan keterampilan kaki.Pada dasamya silat merupakan seni bela diri. Pentahanannya ialah tangkap dan elak. Jenis tangkap ialah: rangkok (tangkap) dengan menggunakan kedua tangan, kabek (kebat) dengan menggunakan lengan dengan mengantukkan siku, dan kunn dengan menggunakan seluruh anggota tangan. Dan tangkapan itu dapat dilakukan tindakan yang mencederakanPencak merupakan permainan silat.

·         Tarian Pencak
Pencak merupakan permainan yang dilakukan dua orang dengan melakukan perkelahian bergaya silat. Yang dinamakan dengan tarian pencak ialah gerakan yang menyerupai pencak, baik dalam gerakan maupun dalam prinsipnya. Perbedaannya dengan pencak ialah secara fisik pemain yang berhadapan tidak bersinggungan atau boleh dikatakan tidak bersinggungan dan sebagai tati, permainan itu diiringi bunyi-bunyian., gerakan tati tidak harus mengikuti irama bunyi-bunyian itu yang terutama dalam tarian ini ialah tan sewah, tari alo ambek, dan tari galombang.
1.      Tari sewah yaitu dilakukan dua atau tiga orang Yang memakai senjata Kalau pemain tiga orang, yang bersenjata dua orang sedangkan yang tidak bersenjata menjadi sasaran tikaman.
2.       Tari alo ambek yaitu dilakukan dua orang yang dibantu dua pendamping danipeang (damping) dan dua orang janang. keterampilan menyerang dan menangkis secara bergantian antara dua orang yang berhadapan. Bentuk penycrangan ialah merebut pakaian lawan,. Permainan ini dipimpin wasit yang disebut dampeang.  Sedangkan janang memberikan penilaian atas keterampilan dua pemain itu.
3.      Tari gelombang. Lebih merupakan tarian upacara perjamuan besar daripada permainan atau tontonan. Pemerannya terdiri, dari puluhan laki-laki yang terbagi dua kelompok. Setiap kelompok diiringi pemain alat bunyi-bunyian, yang biasanya talempong dan puput batang padi. rnarapulai maupun penghulu, datang ke tempat perjamuan dengan didahului penan gelombang yang melangkah dengan langkah pemain pencak yang disebut Iangkah empat. Kira-kira lim puluh meter dan tempat perjamuan, rombongan disongsong kelompok penan gelombang si pangkal (man rumah). Dalam jarak kira-kira sepuluh meter akan berhadapan, kelompok penani si pangkal membuat gerakan mundur kedua kelompok tidak melakukan gerakan menyerang atau menangkis.

·         Tarian Perintang
Tarian orang muda yang biasa disebut tan perintang merupakan tarian yang dilakukan pemuda-pemuda untuk kegembiraan atau perintang-rintang hari atau waktu ditarikan secara bersama-sama atau seorang diri dengan iringan bunyi-bunyian, jenis tarian :
1.         Tari  piring dimainkan secara tunggal atau bersama. Di telapak tangan ada piring porselen dan di ujung jari tengah dipasang cincin. Cincin itu dijentikkan pada pining sehingga menimbulkan bunyi sesuai dengan irama musik atau nyanyian yang cepat. Gerakan kaki terutama pada rentak dan langkah membuat lingkaran.
 2.        Tarik galuk tari yang memakai galuk (ccmpurung) di kedua belah tangan. Sambil menari galuk itu dilaga-lagakan menurut mama
3.         Tari kabau jalang tarian yang mengimprovisasi gerakan kerbau liar yang menggila. Kedua tangan pemain diacungkan lewat kepala membentuk tanduk kerbau. Napas mendengus-dengus. Keliaran gerakan tari ini hampir sampai ke tingkat pemain menjadi kesurupan.

·         Tarian Kaba
Tarian kaba ialah penamaan untuk berbagai jenis tan yang mengangkat tema cerita kaba. Gerakannya terpusat pada tangan dan kaki yang melangkah dan merentak. Kisah yang diangkat tarian ini tergantung pada pesanan. Ada kalanya penyanyi tidak berkisah melainkan berpantun seperti pendendang yang diiringi rebab atau salung. Tarian yang sama jenisnya ialah tari ilau yang dimainkan sekurang-kurangnya empat orang, yang sambil benjalan berkeliling, mereka merarap berganti-ganti mengisahkan suatu peristiwa dalam cerita, lalu meratap bersa ma sebagai intro adegan berikutya.  Lazim pula berbagai tarian digabungkan dan nama tariannya berubah, Umpamanya tari-tan bentan menarikan lima jenis gerakan tari secara berganti-ganti, Pada mulanya tari tan bentan, yang juga disebut tan adok, merupakan tarian yang mengisahkan cerita kaba yang panjang. Pada setiap perpindahan babakan, sebuah tari ditampilkan sebagai selingan. Selama cerita kaba dikisahkan, berbagai macam tarian ditampilkan. Pada waktu yang pendek, seluruh kisah tidak dapat dinyanyikan. Namun, berbagai macam tari sempat ditampilkan, sehingga akhirnya tarianlah yang menjadi dominan. mengakibatkan yang semula merupakan penampilan kaba berubah menjadi tari. Akan tetapi, dalam sejarahnya yang panjang, berbagai rombongan pemain tampaknya membuat kecenderungan sendiri dengan mengubah pola untuk disesuaikan dengan pesanan atau kepenluan setempat.

·         Bakaba
Bakaba (berkaba) merupakan suatu permainan rakyat yang termasuk paling popular. Bakaba suatu cara berkisah yang menimbulkan banyak pengaruh kepada berbagai bentuk permainan rakyat lainnya, pembawanya disebut tukang kaba disampaikan dengan nyanyian, terdapat berbagai cara serta gaya sendiri dan masing-masing mempunyai nama sendiri pula. Setiap nyanyian selalu diiringi alat bunyi-bunyian sebagai pengiring. Alat bunyi-bunyian itu bisa apa saja. Lazimnya permainan salung dan rahab mengiringi nyanyian yang berpantun dan isi pantun lazimnya pula menurut pesanan.

·         Randai
Permainan randai dibawakan banyak orang. Mereka bermain membuat Lingkaran. Sambil melangkah kecil-kecil secara perlahan mereka bernyanyi berganti-gantian. Sebelum menyanyi. mereka membuat gerakan pencak dengan langkah maju, mundur, ke dalam memperkecil lingkaran, lalu ke luar lagi. Ada kalanya mereka menyepak, menerjang, atau memukul dengan tangannya. Sesudah itu mereka berjalan sambil bernyanyi. Semua gerakan pencak dituntun aba-aba salah seorang di antaranya. Ada kalanya pula permainan randai tidak merupakan acara pokok. Yang pokok ialah permainan yang pada mulanya merupakan sehngan itu, sehingga terdapatlah permainan rakyat yang bernama randai ala ambekDalam sejarah perkembangannya randai itu kemasukan unsur lakon. Akan tetapi, pacla waktu-waktu istirahat, yang lazimnya diisi dengan berbagai keterampilan anggota rombongan,disuguhkan penampilan lakon. Sesudah sebuah adegan cerita dilakonkan mereka berandai lagi. Lalu ditampilkan lanjutan lakon cerita. Begitulah seterusnya, Permainan randai ini pada zaman jayanya juga mempengaruhi permainan rakyat lainnya.

·         Gamat
Tarian ini merupakan tarian Melayu dan bersama musiknya dinamakan gamat. Gamat ditarikan penduduk kota atau pendatang yang termasuk suku bangsa Melayu. Alat musiknya biola dan gendang dengan irama 4/4 dan nada diatonic. Ia ditarikan laki-laki, perempuan, atau secara berpasangan gamat merupakan tari pergaulan.

·         Tabut
Permainan rakyat ini berkembang di daerah pesisr, terutama di daerah Pariaman. Tabut mempunyai hubungan dengan agama Islam mazhab Syiah. Ia bukan akidah, melainkan upacara peringatan terbunuhnya Husein, cucu Nabi Muhammad, dalam peperangan Karbala. Peristiwa itu diperingati setiap 10 Muharram dengan membuat arakan tabut. Acara ini dimulai sejak tanggal 1 Muharram. Biasanya tabut yang diarak dalam acara ini tidak sebuah. Beberapa kampung di Pariaman menampilkannya. Masing-masing diarak di sekitar kampungnya sendini. Suasana menjadi panas dan ada kalanya terjadi perkelahian ramai sampai ada yang benlumuran darah, karena ketika berpapasan pengiring kedua tabut itu saling mengejek dengan mulut dan tingkah laku serta diriuhi bunyi musik tansa yang berirama perang ini. Namun, pada arakan hari kedua, ketika tabut hendak dibuang ke laut, habis pulalah sisa-sisa perkelahian yang telah terjadi sesamanya.

·         Karawitan
Karawitan semata-mata berpenan sebagai alat pengiring nyanyian dan tarian, pengiring permainan debus dan berbagai penanakan. Jenis alat karawitan dan juga dengan sendininya sifat melodmnya. Yang berasal dari daratnya tidak sekaya yang dari pesisir, baik dalam jenisnya maupun dalam melodinya. Nada penyanyi ditentukan nada yang bisa dikeluarkan alat pengiringnya. Jenis alat pukul ialah talernpong dan gendang. Kedua jenis alat karawitan ini  digunakan di seluruh Minangkabau, meskipun dengan jenis yang berbeda di sana-sini. Jènis talempong ada dua. yakni model saran dan gambang pada gamelan. Terhadap model saran namanya tetap dipakai ralempong, sedangkan untuk model gambang dipakai berbagai macam nama. Cara memainkan talempong ada dua macam. Yang pertama dengan cara menenteng dua atau tiga talempong pada saru tangan. Talempong model gambang ada dua jenis. Yang disebut taleping Saunt  dibuat dati bambu sedangkan yang lainnya dan logam. Talempong ini diguna kan sebagai alat pengiring nyanyian atau tarian. Jenis gendang lebih banyak variasinya. Ada gendang yang bersisi sebelah dan ada pubs yang bersisi di kedua belah badannya. Yang berisi satu disebut indang ukuran dua kali lebih besar disebut rebana. Gendang yang mempunyai dua sisi ada yang dimainkan gendang keling yang badannya panjang dan kedua kulit gendang pada sisinya tidak sama besarnya hingga bunyinya berbeda besamya. Alat ini digunakan pada musmk gamat. Yang lain ialah gendang tabut. Gendang di daerah darat yang bentuknya seperti indang dengan ukurannya lebih besar, tetapi lebih kecil dan rebana, namanya adok. Melodi lagu yang bersifat Minangkabau, terutama yang dibawakan pedendang rebab atau salung, pada umumnya tidak semenarik melodi yang dapat dimunculkan peniup bansi. Fungsi melodi pada rebab dan salung ialah sebagai pengiring buah lagu yang didendangkan. Buah lagu itulah yang scbenarnya yang menjadi daya tarik utama bagi penggemarnya. Nada yang dapat dicapai rebab dan salung itu sangat terbatas. Namun, oleh pemain rebab acau salung diciptakan banyak melodi. Setiap melodi mempunyai nama sendiri-sendiri. Dan nama-nama iru tidak menentukan isi lagu. Setiap pcrnain rebab atau pemain salung mempunyai kcbiasaan mcmbuat nama berbagai melodi yang seolah-olah diciptakannya.

·         Proses Pengembangan
Proses pengembangan kesenian di Minangkabau sejalan dengan proses pengembangan kehidupan sosialnya, terutama setelah munculnya pendidikan sekuler dan pendidikan madrasah Islam. Golongan sekuler sangat dipengaruhi musik Barat. Sedangkan pihak madrasah mengembangkan kesenian Islam yang mempunyai dua kutub orientasinya, Lahirnya pendidikan nasional, seperti INS Kayutanam yang dalam hal pendidikan kesenian tidak menganut onentasi kesenian tertentu, memainkan peranan besar dalam pengembangan kesenian di Minangkabau.
Ketika zaman Jepang, yang segala macam kesenian yang berbau Barat dilarang kesenian Minangkabau baru memperoleh wajah yang lain Iagi. Tenutama kesenian gayibaru itu demikian kerasnya menjalar ke desa-desa melalui aktivitas sekolah atau aktivitas generasi muda yang berpendidikan di kota yang pada masa libur pulang ke desa masing-masing. Hal ini menyebabkan jurang antara ketiga peminat peminat kesenian itu sangat menipis. Namun, kesenian “barn” itu belum sampai menjadi permainan rakyat sebagaimana kesenian tradisional. Kesenian sebagai permainan rakyat pada dasarnya belum beranjak dan bawaannya yang tradisional. Pembauran yang telah dimulai sejak lama itu uipa-rupanya hanya berlangsung di bangku sekoiah saja. Sedangkan di kalangin masyarakat sendini setiap kutub yang ada tetap di tempamya masing-masing. Meskipun demikian, pemaharnan golongan ‘parewa”, golongan “surau”, dan golongan “angku-angku” tidak lagi mengentara di permukaan kehidupan social.