SEJARAH MINANGKABAU
Minangkabau adalah negeri yang berada di dalam keresidenan Sumatera Barat. Penduduk memberi lambang sebuah tanduk kerbau karena menurut mereka daerah ini asalnya tempat perkelahian kerbau
kepunyaan orang minang yang mengalahkan kerbau kepunyaan orang jawa zaman dahulu sehingga diberi nama
Minangkabau. Pada sejarah,
Minangkabau lebih dikenal sebagai bentuk kebudayaan daripada bentuk
kerajaan karena kisah tambo yang turun-temurun secara lisan mengisahkan waktu dan
peristiwa secara samara-samar, bahkan ditambahi dengan bumbu yang
kedongeng-dongengan. Catatan sejarah lain mengatakan bahwa kekuasaan asing yang
sering bercokol diminangkabau dari bagian utara dan selatan menempatkan pusat kekuasaannya pada tempat yang berbeda-beda sehingga sedikit banyak
mengubah wajah kebudayaannya. Mungkin
pula kegetiran hidup ini memotivasi untuk menghapus sejarah masa silam
dengan menciptakan tambo yang kedongeng-dongengan serta memperkukuh sikap untuk mempertahankan
ajaran falsafah mereka yang kemudian mereka namakan adat .
Menurut hasil penyelidikan kerajaan
Minangkabau sejak dahulu kala dikendalikan oleh tiga orang raja (rajo nan tigo selo) yang masing-masing
dengan kekuasaannya sendiri-sendiri. Pertama penguasa tertinggi adalah Rajo
Alam, raja yang sebenarnya dari alam Minangkabau dan berkedudukan di Pagaruyung,
yang kedua Rajo Adat, yang berkuasa di bidang
Adat dan berdiam di Baso, yang ketiga Raja Ibadat yang berkuasa di bidang agama
berdiam di Sumpu Kudus. Ketiga raja ini
dibantu oleh empat pejabat tinggi kerajaan yang disebut Besar Empat
Balai; mereka adalah Bandaro (Tuanku
Titah) yang memakai gelar Datuk Pamuncak. Masing-masing dari bandaro diberi
daerah tempat dan boleh menagih pajak.
Warna
kulit orang Melayu-Minangkabau umumnya coklat muda. Pada umumnya kulit wanita
lebih muda dari pria. Mereka senang memanjangkan kuku-kuku jari tangan,
terutama empu jari, kelingking dan jari manis, sering kali kukunya diwarnai
merah. Warna matanya coklat tua, rambutnya coklat hitam dan sering berombak.
Pada kaum pria janggut dan kumis umumnya jarang tumbuh lebat. Pada 40% dari
orang-orang yang diselidiki ditemui memiliki mata yang sipit kemiring-miringan,
pada 25% seperti lipatan mongol, yang membedakan dua tipe wajah yaitu tipe yang
kecil serta halus dan tipe yang kasar, kurang inteligensianya.Pertama yaitu
pada tipe yang kecil dan halus wajahnya ditandai dengan wajah yang lonjong
kecil, kening yang tinggi lonjong, hidung yang kecil, bibir tipis. Pada tipe
yang kasar wajahnya datar dan lebar, dengan tulang rahang menonjol, hidung yang
lebar dan pesek. Dibawah ini sejarah singkat minangkabau dari beberapa masa
yaitu:
·
Zaman
Prasejarah
Pada tahun 500
SM secara bergelombang Austronesia adalah bangsa pertama
yang datang ke Minangkabau, mereka pendukung kebudayaan
neolitikum(zaman batu). Gelombang kedatangan
orang dengan perahu dari pulau Sumatera itu yang telah banyak mempengaruhi kebudayaan karena nenek moyang orang
Minangkabau telah diketahui sebagai bangsa pengembara di lautan.
·
Zaman
Awal Sejarah
Bangsa-bangsa
yang mendiami pulau Sumatera sampai abad ke-4 SM sesungguhnya masih samara.
Sejarah Sumatera semakin jelas ketika Anexecritus yang berada di India menemukan
perahu-perahu dari Sumatera secara teratur mengunjungi negeri itu. Pada abad ke-1 Masehi duta dari
Sumatera bernama Rachias berasal dari kota Argyre wilayah yang kaya emas terletak di sebelah
Selatan India telah datang ke istana kaisar Romawi, Claudius sampai pada kemashuran wilayah di Selatan India
dengan emasnya ini telah menyebabkan pujangga Walmiki mencantumkan nama wilayah itu
sebagai Suwarnadwipa.
·
Zaman
Melayu
Pada abad ke-1M sejarah mencatat lebih memperkenalkan nama
Swarnadwipa dari pada melayu. Kemudian diabad ke-5 Masehi hanya ada satu kerajaan, yakni kerajaan Kuntala yang didirikan para
penganut Budha dari Gandhara India Selatan dengan membentuk kerajaan yang kuat di pulau
Sumatera. Mereka membuat hubungan
dengan Cina pada tahun 441. Pusat kerajaan Kuntala diperkirakan di dekat
perbatasan Jambi dengan Riau sekarang. Tidak diketahui dengan pasti apa sebab
kerajaan Kuntala ini dikenal namun yang
dikenal kemudian berdasarkan catatan Cina, atas nama Melayu setengah abad kemudian
kerajaan Melayu itu dinamakan Sriwijaya. Konon Sriwijaya mendirikan pusat
kerajaan di tepi Batangkampar perkampungan yang sampai saat sekarang terkenal
dengan kampung Mahat. Mungkin karena lokasi di Batangkampar tidak menguntungkan, maka
sekitar tahun 682 M pusat kerajaan berpindah lagi ke tepi sungai Musi di bagian Selatan
Sumatera. Kerajaan
Melayu atau Sriwijaya
pada suatu masa mencapai kejayaannya, sehingga menguasai seluruh Sumatera,
Semenanjung, Jawa, dan Kalimantan,
kemudian beralih
ke Jawa Timur setelah rajanya yang bernama Wisnu menikah dengan putri Raja Mataram. Pemindahan kedudukan pusat kerajaan itu tampaknya
telah mengalihkan nama Sriwijaya menjadi Syailendra . Kemudian terjadilah
perebutan tahta antara turunan raja Wisnu dan kerabat kerajaan Mataram yang
menyebabkan Balaputradewa, salah seorang ahli waris tahta turunan raja Wisnu
kembali ke Sumatera yang menobatkan dirinya sebagai raja dengan gelar Sri
Maharaja dikenal pula sebagai Swarnabumi, yang wilayahnya meliputi seluruh Sumatera,
Semenanjung, dan sebagian Muangthai. Kerajaan Melayu atau Swarnabhumi sangat mengganggu lalu lintas perdagangan
Kerajaan Cola dari India Selatan yang melintasi selat Malak menuju Cina di
sebelah Timur yang menyebabkan untuk pertama kalinya raja Cola melancarkan serangan
pada tahun 1017 diulangi lagi pada tahun 1025 dengan lebih hebat, sehingga raja
Sri Maharaja Sanggaramawijaya dapat mereka tahan. Hal itu hanya berlangsung selama setengah abad saja. Di bekas kerajaan
Cola itu munculah kerajaan Melayu yang dikenal dengan Dharmasraya yang
didirikan oleh turunan Maharaja yang menyingkir ke hulu Batanghari. Kerajaan
ini tumbuh dan meluas sampai menguasai Kamboja dan Sri Lanka dengan
raja-rajanya yang menyandang gelar Mauliwarman. Dharmasraya itu juga dikenal
dengan nama Malaypura yang kedudukan pusatnya di Siguntur.
Zaman
Aditiawarman
Pada tahun
1070 adalah
zaman baru dalam sejarah di pulau Sumatera bagian tengah, dari sanalah suatu
kerajaan Minangkabau bermula dan kemudian berakhir di Pagaruyung di ujung abad
ke-19. Kerajaan Dharmasraya hanya berusia sekitar dua abad. Pada tahun
1275 kerajaan Singasari di bawah raja Kartanegara melakukan gerakan politik dan
militer ke Dharmasraya dengan nama yang dikenal sebagai “Ekspedisi Pamalayu ”. Tahun 1292 timbul perang
di kalangan para pangeran di Singasari, Kertanegara terbunuh oleh Jayakatwang yang ingin
merebut singgasana dengan bantuan pasukan Kublai Khan. Setelah itu, Raden Wijaya balik menyerang pasukan
Kublai Khan dan terusir kembali ke laut
kemudian menobatkan dirinya menjadi raja dan mengubah
nama Singasari menjadi Majapahit .
Dikenal pada sejarah ini dua orang putri Melayu bernama Dara petak dan Dara Jingga . Dara Petak telah diangkat raden Wijaya sebagai
permaisurinya memperoleh gelar Indraswati lahirlah satu-satunya putra
laki-laki Raden Wijaya, yaitu Jayanagara. Sedangkan Dara Jingga, yang
diperistri seorang kerabat istana yang tidak begitu dikenal namanya, kembali ke
Dharmasraya setelah hamil. Di Dharmasraya itulah lahir seorang laki-laki yang
kemudian terkenal dengan nama Aditiawarman. Dharmasraya telah
ditinggalkan bala tentara Singasari raja turunan Mauliwarman yang menobatkan dirinya
menjadi raja dan menamakan pusat kerajaannya dengan nama Malaypura.
Sepeninggal Raden
Wijaya, Keraton Majapahit tidak lagi aman karena para pangeran ingin
menyingkirkan Jayanegara yang berdarah Melayu dari tahta dengan berbagai
pemberontakan dan usaha pembunuhan akan tetapi, Jayanegara berhasil kembali ke tahtanya berkat bantuan
Gajah Mada namun,
pada tahun 1328 Jayanegara mati terbunuh . Ada dugaan bahwa peristiwa berdarah itu didalangi
sendiri oleh Gajah Mada yang tidak puas kepada kepemimpinan Jayanegara yang
lemah itu. Enam tahun kemudian Jayawisnuwardani kembali ke Kahuripan dan dinobatkan
sebagai raja-bawahan peristiwa itu menyebabkan Aditiwarman yang merasa berhak menduduki
tahta tidak mempunyai kesempatan lagi. Ia lalu kembali ke Malayapura pada
tahun 1343. Di sana ia dinobatkan menjadi raja lalu memindahkan pusat
kerajaan dari Siguntur, dekat Sijunjung ke Pagaruyung. Semasa pemerintahannya,
Aditiawarman telah membuat tidak kurang dari 17 prasasti yang bertebaran di
sekitar Pagaruyung sehinggan pada masa itulah bermulanya system pemerintahan Minangkabau. Ditahun 1373 Majapahit yang
telah mulai lemah itu melakukan tindakan balasan dengan menghadang utusan Cina
yang hendak membalas kunjungan Aditiawarman di lautan, barulah ketika Aditiawarman
meninggal tahun 1375 pasukan Majapahit datang menaklukkan kerajaan Pagaruyung. Setelah itu kekuasaan
Majapahit sebagai kerajaan terbesar di Nusantara dibawa pasang surut yang deras Pagaruyung pun
menggunakan kesempatan itu. Pada tahun 1409 Majapahit mencoba menundukkannya
lagi, tetapi mereka dapat dikalahkan di Padang Sibusuk di hulu Batanghari.
Sejak itu kerajaan yang didirikan Aditiawarman benar-benar terlepas dari
keuasaan Majapahit.
·
Zaman
Pagaruyung
Pagaruyung
merupakan pusat pemerintahan raja-raja Minangkabau. Pada masa pemerintahan
Aditiawarman organisasi pemerintahan kerajaan disusun menurut system organisasi
yang berlaku di Majapahit. Kemudian organsisasi pemerintahan itu secara
berangsur berubah dengan penyesuaian baik dalam komposisi dan fungsinya maupun dalam hal nama-nama jabatannya.
Perbandingan organisasi pemerintahan antara keduanya ialah sebagai berikut:
Majapahit
Mantri
katrin (maha menteri yang tiga) : mahamentrei hino,
mahamenteri sirikan, dan mahamenteri halu.
Catur rakrian (penguasa yang empat) : rakrian demung, rakrian kanurun, rakrian
rangga, dan rakrian tumenggung. Berlima dengan maha patih disebut panca ring wilwatika.
Darmajaksa yang
berdua : pembesar keagamaan Budha dan Hindu.
Saptapapatri (upapati yang tujuh) : pembesar yang melaksanakan dan mengatur
masalah hokum dan keamanan.
Pagaruyung
Raja tiga Sila (tungku tiga sejarangan) : cati bilang pandai, datuk katumanggungan,
dan datuk perpatih nan sabatang yang merupakan pimpinan pusat pemerintahan.
Basa Empat Balai : bandaharo di Sungai Tarab, andomo di Saruaso, mangkudum di
Sumanik, dan tuan gadang di Batipuah yang merupakan pembesar pemerintahan
pusat.
Raja dua sila : raja adapt di Buo dan raja ibadat di Sumpur Kudus.
Gadang nan
bertujuh : tujuh orang pembesar yang melaksanakan
tertib hokum dan keamanan.
Pada dasarnya system pemerintahan di wilayah terdiri
atas dua pola. Di Majapahit wilayah bawahan dengan pimpinan raja bawahan yang umumnya anggota raja di pusat
pemerintahan dan wilayah mancanegara daerah taklukan yang dipimpin raja pola yang
dipakai di Minangkabau sedangkan di
Pagaruyung wilayah rantau kerajaan yang dipimpin oleh
raja kecil sebagai wakil raja di Pagaruyung dan wilayah luhak yang dipimpin
para penghulu. Wilayah itu masing-masing diatur menurut system yang berbeda
satu sama lain, sebagaimana yang diungkapkan Luhak bapanghulu, rantau beraja. Pada tahun 1560 diketahui
bahwa untuk pertama kalinya seorang raja Pagaruyung memeluk Islam dengan sebutan Sultan Alif.
Kedudukan raja masa itu sesungguhnya sudah sangat lemah karena umumnya penduduk
telah menganut agama Islam. Berbagai wilayah telah
terbelah-belah, kerajaan kecil di wilayah rantau telah melepaskan diri.
Sejarah Minangkabau kembali diliputi kabut tebal selama
seabad sampai muncul nama Sultan Ahmadsyah pada tahun 1650-1670. Perang saudara itu
tampaknya mulai berkobar ketika Belanda mulai memainkan peranannya dalam
merebut monopoli dagang dari tangan Aceh. Belanda mencoba mendekati Sultan
Ahmadsyah yang menjadi raja di Pagaruyung dengan mengakuinya sebagai maharaja
yang berkuasa. Sebagai imbalannya Belanda memperoleh konsesi hak monopoli
perdagangan dan hak mendirikan loji (gudang) di beberapa tempat di pesisir
Barat. Ketika
Sultan Ahmadsyah meninggal disebutlah seorang yang bernama Raja Alif sebagai
penggantinya. Akhirnya, perang saudara tidak terhindarkan lagi.
Sekurang-kurangnya pimpinan kerajaan terpecah tiga. Perpacahan itu dijadikan
Belanda sebagai alasan untuk membatalkan semua perjanjiannya.
Pada tahun 1730 yang menjadi raja di Pagaruyng Sultan
Bagagar Alamsyah. Belanda membuat perjanjian baru dengannya, yang sudah tentu
sangat mengungtungkan pihak Belanda, sebab kedudukan raja Pagaruyung itu telah
demikian lemah. Setalah ia meninggal, penggantinya –Sultan Sri Maha Diraja-
terpaksa lagi memperbarui perjanjian dengan Belanda pada tahun 1780. Bahkan
yang terakhir ini meminta perlindungan bagi wilayahnya yang telah digerogoti
pengikutnya sendiri. Situasi di Eropa juga mempengaruhi situasi perebutan
kekuasaan di Minangkabau. Sampai dua kali Padang menjadi benteng Belanda,
dikuasai Inggris. Yang pertama pada tahun 1781-1785 berhubung dengan permusuhan
antara kedua Negara yang kedua pada waktu Perang Napoleon.Pada masa itu di Minangkabau tengah terjadi
pertarungan sengit antara pengikut Paderi dan pengikut raja Pagaruyung. Sultan Alam
Bagagarsyah, kemenakan Sultan Muning Alamsyah, minta bantuan Inggris untuk
melawan Paderi. Raffles lalu memasuki wilayah pedalaman Minangkabau dan bermarkas di Simawang
di dataran tinggi yang strategis di tepi Danau Singkarak. Setelah
Inggris menyerang kembali Kota Padang kepala Belanda seusai Perang Napoleon, Sutan
Alam Bagagarsyah beserta empat belas orang penghulu hendak menyerahkan
Minangkabau kepada Belanda, asal Belanda mau memerangi Paderi. Perjanjian
penyerahan itu berlangsung pada tahun 1821. Dengan demikian berarti Kerajaan
Pagaruyung sudah tidak ada.
Awal Penjajahan
Belanda
Pada tahun 1596 setelah berlayar 14 bulan, empat buah
kapal Belanda berlabuh di Banten sesudah mampir di pulau Enggano. Kemudian atas
prakarsa pemerintahnya, didirikanlah sebuah persekutuan dagang dengan nama VOC
(Vereenigde Oost-Indische Companie). Pada awal abad ke-17 Belanda telah menguasai dan menaklukkan beberapa kepulauan yang
menghasilkan rempah-rempah yang menjadi komoditi utama perdagangannya, seperti
Ambon, Tidore, Ternate, dan Banda. Sejak awal abad ke-17 itu Belanda boleh berdagang
dengan Minangkabau asal memperoleh persetujuan raja Aceh dengan membayar cukai
lebih dahulu. Sejak itu armada dagang Belanda mulai agak leluasa melakukan
perdagangan dengan Bandar dagang di pantai Barat Minangkabau . Saling serang Belanda dengan Aceh berlangsung
kembali. Aceh masih menguasai semua Bandar perdagangan itu. Akhirnya terjadi
juga perdamaian. Belanda harus mengganti berbagai kerugian yang ditimbulkan
peperangan itu. Aceh memberikan konsepsi kepada Belanda dengan mengizinkannya membuka
kantor dagang di Padang. Semenjak persetujuan itu Belanda mendapat basis untuk melakukan siasat
dengan menghasut penguasa di sepanjang pantai Barat Minangkabau agar membesakan
dirinya dari Aceh. Raja-raja kecil yang terpikat pada hasutan Belanda mendapat
perlawanan rakyatnya sendiri yang mendapat hasutan Aceh. Raja Indrapura, yang
selama ini merupakan raja muda kerajaan Pagaruyung yang membebaskan dirinya
dari rajanya berkat bantuan Aceh, mencoba pula membebaskan dirinya dari
kekuasaan Aceh dengan bekerja sama dengan Belanda. Oleh karena Belanda merasa
kedudukannya telah aman di pesisir Utara. Raja Pagaruyung yang selama ini telah digerogoti
Aceh hampir
semua raja muda yang diangkatnya telah membelot darinya, kini menginginkan
pengakuan hak kuasa di seluruh wilayah Minangkabau pada masa jayanya. Belanda
menyetujui keinginan itu. VOC mengangkat raja Pagaruyung sebagai mantra raja yang
bertindak sebagai kuasa Pagaruyung di seluruh pesisir. Semenjak itu, atas nama
raja Pagaruyung, Belanda melakukan penaklukan ke semua kota pantai sampai ke
Barus.
·
Zaman
Islam
Sejak Iskandar Zulkarnaen
di India telah ada perahu Sumatera berlayar secara teratur ke negeri itu.
Rempah-rempah dan emas dari Sumatera telah menjadi bahan perdagangan yang utama
yang diangkut pedagang Arab dengan memakai perahu mereka sendiri atau dengan
memakai perahu Sumatera. Keharuman rempah-rempah pulau Sumatera itu telah
mengundang khalifah Muawiyah untuk mengirim surat kepada Sri Maharaja
Lokitawarman, raja Sriwijaya yang berkedudukan di Sabak itu agar memeluk agama
Islam. Kedatangan saudagar Arab di Sumatera telah menimbulkan pemukiman mereka
di pantai Timur dan Barat Aceh. Dari Aceh inilah sejak abad ke-8 dan ke-9 Masehi agama Islam
memasuki Minangkabau dan menjadi lebih giat pada awal abad ke-13. Ketika
Majapahit melakukan ekspedisi ke Pase, yang tentu saja membawa pasukan yang
berasal dari Dhamasraya yang juga sudah dikenal sebagai Minangkabau. Setelah
itu terjadilah sejarah minangkabau pada zaman Paderi, Perang Paderi dan zaman Pembaruan yang tidak
dijelaskan pada sumber penulisan sehingga penulis hanya bisa meresume sejarah ini sampai zaman islam.
FALSAFAH
ALAM
Orang Minangkabau menamakan
tanah airnya Alam Minangkabau oleh karena itu, ajaran dan pandangan hidup mereka yang dinukilkan dalam pepatah mengambil ungkapan dari
bentuk, sifat, dan kehidupan alam. Alam unsurnya dari empat, yang mereka
sebut nan ampek .
·
Manusia
dan Individu
Falsafah
Alam Minangkabau meletakkan manusia sebagai salah satu unsur yang statusnya
sama dengan unsur lainnya seperti, tanah, rumah, suku, dan nagari. Persamaan
status itu mereka lihat dari keperluan budi daya manusia itu sendiri. Setiap
manusia, secara bersama atau sendiri memerlukan tanah, rumah, suku, dan nagari
sebagaimana mereka memerlukan manusia atau orang lain bagi kepentingan lahir
dan batinnya.Sangat sulit menurut alam pikiran mereka jika seseorang tidak
memiliki keperluan hidup lahir dan batin itu. Tanpa dapat menjelaskan kedua hal
itu, ia akan dipandang bukan orang Minangkabau. Dan sebagai manusia ia akan
dipandang orang kurang sebab itu setiap manusia dipandang dalam status yang
sama. Tagak samo tinggi, duduak samo
randahi (tegak sama tinggi, duduk sama rendah). Kenyataan alam sebagaimana
mereka lihat secara fungsional itu tidak lah menyebabkan penilaiannya berbeda.
Demikian pulalah dengan manusia dalam fungsi dan perannya yang saling berbeda
menurut kodrat dan harkat yang diberikan alam kepadanya, tetapi nilainya
tetaplah sama. Nan buto paambuih lasuang,
nan pakak palapeh badia, nan lumpuah pauni rumah, nan kuaiak pambao baban, dan
binguang disuruh-suruah, nan cadiak lawan barundiang (nan buita penghembus
lesung, nan pekak pelepas bedil, yang lumpuh penghuni rumah, yang kuat pemikul
beban, yang bodoh disuruh-suruh, yang pintar lawan berunding).
·
Pola
Penyesuaian yang Serasi
Sebagai falsafah yang berguru ke alam mereka
memandang falsafah Minangkabau sebagai yang tak
lapuak dek hujan, tak lakang dek panek (takkan lapuk karena hujan, takkan
lekang karena panas) karena keabadiannya. Keabadian itu bukan
karena statis atau beku, melainkan karena kemampuannya menyesuaikan diri dengan keadaan
yang senantiasa berubah, sebagaimana alam itu pun senantiasa berubah pula,
tetapi harkatnya akan tetap abadi. Ada perubahan yang terjadi karena kehendak
alam atau kehendak keadaan yang di luar kemampuan manusia.
·
Hidup
Bertahan dan Mempertahankan Hidup
Falsafah alam Minangkabau menafsirkan kehidupan sebagai
suatu dinamika yang mengandung pergeseran dan perubahan secara terus-menerus.
Pola penyesuaian yang serasi ialah menyesuaikan diri dengan keadaan yang lebih
baik melawan dunia orang , tidak sebaliknya, yakni menyesuaikan diri kepada kehidupan yang lebih
rendah Nan gadan jan malenda, nan
cadiak jan manjua(yang besar jangan melanda, yang
cerdik jangan menjual) . Namun, mereka juga
memahami hukum dialektis yang mereka sebut bakarano
bakajadian(bersebab berakibat). Sewaktu-waktu akan
timbul persengketaan di antara mereka yang tidak dapat diselesaikan. Dalam sikap
mempertahankan atau memagar diri dan lingkungannya pola babiliak ketek babiliak gadang(berbilik kecil, berbilik besar) sangat dipegang teguh. Sasaran
dalam mempertahankan kehidupan lingkungan pada batas-batas tingkatannya yang bersifat
aktif itu ialah malawan dunia urang (melawan dunia urang) agar kadar kedudukan mereka sama dengan yang
lain. Bentuk sikap mempertahankan dan memagari itu menuntut kebersamaan yang
hampir secara total. Pemahaman bebas dan kewajiban itu hampir boleh dikatakan tidak ada,
karena alasan harga diri dan rasa persamaan. Inilah
beberapa uraian contoh falsafah alam minangkabau yang dapat penulis resume
berdasarkan sumber, masih ada beberapa lagi namun tidak dijelaskan secara rinci
yaitu :
•
Harga Diri
•
Malu Yang
Tidak Dapat Dibagi
•
Pola Awak
Samo Awak
•
Rasa dan
Periksa Kesamaan dan Kebersamaan
•
Seiya Sekata
•
Pola
Penyesuaian Yang Serasi
•
Hidup
Bertahan dan Mempertahankan Hidup.
ASAL USUL LAHIRNYA SUKU
Pada mulanya orang Minangkabau hidup dalam
empat golongan suku yang bernama Bodi, Caniago, Koto, dan
Piliang. Kedua suku pertama menganut aliran politik yang juga disebut
kelarasan Bodi Caniago pimpinan Datuk
Perpatih nan Sabatang. Dua suku berikutnya menganut aliran politik yang juga
disebut Kelarasan Koto Piliang
pimpinan Datuk Ketumanggungan suatu kesatuan yang utuh (totalitas)
karena perkembangan keadaan dalam sejarah juga oleh kedatangan
kekuasaan asing yang menjarah Minangkabau jumlah suku yang empat
menjadi bertambah. Tambo mencatat bahwa perombakan pertama terhadap dua aliran
system politik dilakukan oleh Datuk Nan Sakelap Dunia yang menginginkan hak yang sama seperti
kedua saudaranya dengan cara memisahkan diri dari lima kaum dan membentuk lima
suku baru untuk
mencapainya mereka mempunyai pimpinan yang ditaati secara bulat. Pimpinan itu
mempunyai hirarki yang tertinggi, yaitu apa yang dinamakan saiyo sakato itu. Artinya, bermufakat dengan sungguh-sungguh untuk segala apa yang diputuskan
pimpinan mereka. Mufakat harus berada pada garis hukum dan garis kepatutan pada rukun mufakat yakni kebulatan pendapat. Seiya-sekata dapat juga
timbul karena ada rasa segan untuk menyatakan suatu pendapat yang berbeda dan
pendapat umum. Dalam mufakat diperlukan pikiran yang berbeda agar masalah dapat dipecahkan dengan
semasak_masaknya.
·
Pemekaran
Suku
Jika pada mulanya dikenal hanya ada empat suku maka kehadiran
Kerajaan Pagaruyung ikut menambah jumlah suku. Lainnya prinsip-prinsip yang
dianut suku menurut alirannya semula kian melonggar. Terutama di wilayah rantau suku
yang semula menganut aliran koto piliang beralih menganut aliran bodi caniago ada juga suku yang lenyap karena
kepunahan warganya. Lahir dan mekarnya suku disebabkan beberapa hal:
1. Pertambahan penduduk
Dalam Sistem perkawinan sangat terlarang perkawinan
antara orang yang sukunya sama. Untuk mengatasi kesulitan mendapat jodoh, suku yang sangat berkembang itu terpaksa
membelah sukunya
menjadi dua atau
tiga. Untuk membedakan suku yang lama
dengan suku yang baru tidak perlu mencari nama baru, suku baru dapat
diberikan nama suku lama dan ditambah dengan nama sampiran tergantung
pada jumlah kaum atau keturunan yang ikut dalam suku baru, tergantung aliran kelarasan yang dianut suku itu.
2. Permukiman baru
Bila nagari tidak dapat lagi memberikan kesejahteraan karena wilayahnya sempit maka mereka harus mencari
pemukiman baru dengan cara berkelompok yang mungkin berasal dari satu atau beberapa
ninik. Pemukiman
yang baru itu berada di laur wilayah nagari masing-masing bisa dekat dan bisa jauh
sekali dengan beberapa alternatif
yakni: (a) Setiap anggota suku bergabung dengan suku yang telah lebih dahulu
ada di tempat itu (b) Beberapa ninik atau kaum dan suku yang sama berasal dari
nagari yang sama membentuk suku baru di nagari tempatan itu. (c) Orang-orang
dan satu suku dan satu nagari itu tidak bisa berintegrasi dengan suku yang
ada nagari tempatan karena di sana tidak ada suku yang sama dengan suku mereka.
Mereka lalu berkelompok dalam sukunya. (d) Orang-orang dan beberapa nagari yang
mempunyai suku yang sama bergabung mendirikan sukunya sendiri di nagari
tempatan yang baru itu. (e) Orang dari bermacam-macam suku dan nagari yang sama bergabung
untuk mendirikan suku yang baru di nagari tempatan itu.
3. Migran
Orang asing atau bukan orang Minangkabau dapat menjadi
warga yang sama utuhnya dengan penduduk asli, baik secara individual maupun berkelompok mereka tetap dipandang sebagai orang asing walaupun melalui proses asimilasi. Jika laki-laki asing menikahi wanita Minangkabau, ia tetap dipandang sebagai orang asing,
sedangkan anaknya secara otomatis menjadi orang Minangkabau dan jika perempuan
asing menikah dengan orang Minangkabau, maka dipandang sebagai
orang asing begitupula anaknya.
UNDANG
– UNDANG DAN HUKUM
Suatu suku bangsa yang mempunyai pemerintahan sendiri tentulah mempunyai undang-undang
dan hukum yang tertulis atau tidak tertulis. Bila undang-undang dan hukum yang
tidak tertulis
itu masih ditaati dengan setia oleh warganya, maka ia menjadi pandangan hidup
yang ampuh dan sebagai alat pemersatu suku bangsa itu. Undang-undang dan hukum
itu telah dipandang sebagai adat. Minangkabau adalah suku bangsa yang masih setia kepada adat istiadat nenek
moyangnya meskipun sebagai suku bangsa ía telah melebur kedalam kesatuan
suku-suku bangsa yang menjadi warga serumpunnya Hiduik dikaduang adaik, mati dikanduang tanah (hidup dikandung adat, mati dikandung tanah) yang mengandung makna
bahwa antara hidup dan mati mereka sudah tahu tempatnya dan tidak akan ada
pilihan lain. Sebagai suku bangsa yang mengambil alam sebagai sumber falsafah
hidupnya, sifat adat mereka lentur. Mereka dapat menyesuaikan diri dengan keadaan yang berubah itu dengan
memakai pola Nan elok dipakai, nan buruak
dibuang (yang elok dipakai, yang buruk dibuang). Maksudnya, kaidah yang
baik dapat dipakai, dan hal-hal yang tidak berfaedah bagi kehidupannya
disisihkan Adat. Adat bagi mereka adalah kebudayaan secara utuh yang dapat berubah.
Namun, ada adat yang tidak dapat berubah 4 kategori adat: (1) adat yang sebenarnya adat, (2)
adat-istiadat, (3) adat yang diadatkan, dan (4) adat yang teradat.Yang dimaksud
dengan adat yang
sebenarnya adat ialah adat yang asli yang tidak berubah, yang tak lapuk oleh
hujan yang tak lekang oleh panas. Yang dimaksud dengan adat-istiadat ialah
kebiaaan yang berlaku di tengah masyarakat umum atau setempat. Yang dimaksud dengan adat yang
diadatkan ialah adat yang dijadikan sebagai undang-undang dan hukum yang berlaku. Yang dimaksud dengan
adat yang teradat ialah keputusan
yang dilahirkan oleh mufakat atau konsensus masyarakat
yang memakainya seperti yang dimaksud Patah
tumbuah, hilang baganti .
Cupak nan Dua.
Oleh karena adat itu ada yang tetap dan ada yang berubah,
maka mereka memperkenalkan nilai adat itu dengan istilah cupak. Jenis cupak itu
ada dua yang lazim mereka sebut cupak nan
duo (cupak yang dua), yaitu cupak usali dan cupak buatan (cupak asli dan
cupak buatan). Yang dimaksud dengan cupak usali ialah nilai-nilai yang mereka
terima secara turun-temurun dan nenek moyang. Sedangkan cupak buatan ialah
nilai-nilai yang dibuat kemudian atas kesepakatan atau karena keterpaksaan
keadaan. Dalam menilai perubahan yang terjadi karena kehendak sejarah mereka
melihat ajaran-ajaran pokok penilaian demikian dikatakan barih baukua jo pepatah,
balabeh bajangko jo petitih(batis berukur dengan
pepatah, belebas beruku: dengan petitih). Batang-tubuh yang dibawa sejak lahir yang tidak
dapat berubah sepanjang hidup.
·
Undang-undang Luhak dan Rantau
Undang-undang ini yang mengatur sistem pemerintahan pada dua
wilayah yang berbeda di Minangkabau pada zaman kerajaan masih berdiri. Luhak dan yang lainnya
disebut rantau. Dalam tambo disebutkan bahwa luhak bapangulu, rantau barajo(luhak berpenghulu, antau baraja),
yang artinya pemerintahan di wilayah luhak diatur penghulu, sedangkan di rantau
diatur raja.Pada dasarya, wilayah luhak terletak di
nagari-nagari yang berada di selingkar Gunung Merapi. Sedangkan wilayah rantau
terletak di Iuarnya, terutama di wilayah pelabuhan di bagian timur atau di
bagian barat Minangkabau. Dalam tambo dikisahkan bahwa alam Minangkabau mempunyai luhak nan tigo
(luhak nan tiga): Luhak Tanak Data (Tanah Datar) Again, dan Lima Puluak (Lima Puluh)
atau Limo Puluh Koto (Lima Puluh Kota). Kemudian luhak tersebut berkembang
menjadi empat dengan munculnya Luhak Kubuang Tigo Balek (Kubung Tiga Belas).
Letak luhak ini di sekitar Gunung Talang. Perbedaan ciri antara luhak-luhak itu terlihat
pada bentuk rumah gadang, model pakaian resmi penghulu atau pengantin dan pengiringnya.
Ciri yang dilukiskan tambo tentang ketiga luhak: (1) Luhak Agam,
buminya hangat, airnya keruh, ikannya liar. (2) Luhak Tanah Datar, buminya lembang, airnya
tawar, ikannya banyak. (3) Luhak Lima Puluh, buminya sejuk, airnya jernih, ikannya jinak.
Sistem pemerintahan luhak berbeda dengan rantau. Pemerintah luhak
berpencar di nagari-nagari dengan pemerintahannya sendiri-sendiri yang mempunyai empat buah suku. Setiap
suku mem punyai beberapa buah perut (kaum dan turunan ibu) dan penghulu suku.
Keempat penghulu suku inilah yang menjadi pemegang pemerintahan nagari secara
kolektif. Sedangkan yang memimpin penduduk ialah kepala kaumnya masing-masing,
yang disebut penghulu kaum. Sedangkan kampung atau pemukiman penduduk diatur
seorang yang dinamakan tuo (ketua) kampung, sebagai organik pimpinan
pemerintahan nagari. Kepala rumah tangga disebut rungganai, yaitu seorang
laki-laki yang ketua dan keluarga yang mendiami rumah itu, menurut stelsel
matrilineal. Pimpinan pemerintahan yang berada di tangan penghulu mempunyai
kelengkapannya, yakni dubalang (hulubalang), punggawa (pegawai), manti
(nienteii cau mantni), dan maim (muahm atau kiai). Keempat mereka ini disebut urang nan ampek (orang yang empat)Kelengkapan lain, seperti petugas pengawas
kehutanan dan inigasi disebut tuo
(tua atau ketua) misalnya yuo utan itu tuo rimbo untuk pengawas hutan dan rimba, tuo banda
(bendar) untuk pengawas irigasi.
Secara etnografis rantau ialah wilayah Minangkabau
yang terletak di luar wilayah luhak nan tiga. Batas-batas wilayah rantau tergantung pada pasang naik dan pasang surut
kekuatan Kerajaan Pagaruyung. Wilayah rantau pada mulanya merupakan wilayah
untuk mencari kekayaan secara individual oleh penduduk. Seorang penguasa dijabat
secara turun-temurun menurut stelsel patrilineal dengan gelar jabatan yang sesuai dengan langgam
tradisional yang telah ada di tempat itu oleh arus perpindahan penduduk ke rantau yang
demikian besarnya, baik secara individual maupun secara suku, maka secara lambat laun nagari-nagan
di wilayah itu tumbuh menjadi nagari dengan menumbuhkan jabatan penghulu
sebagai belahan dan nagari asalnya karena itu
nagari-nagari di wilayah rantau merupakan wilayah Minangkabau secara etnis tetapi
kebudayaannya lebih banyak berbaur dengan kebudayaan luar. Pergi ke rantau merupakan
produk kebudayan
Minangkabau.
Falsafah materialisme Minangkabau mendorong anak muda agar kuat mencari harta
kekayaan guna memperkukuh atau meningkatkan martabat kaum kerabat agar setaraf
dengan orang lain.
·
Undang-undang Dua Puluh
Undang-undang dua puluh merupakan undang-undang yang mengatur persoalan hukum pidana.
Ia terbagi dalam dua bagian. Yang pertama undang-undang delapan dan yang kedua undang-undang dua belas. Dalam undang-undang
ini tidak dicantumkan ancaman hukuman karena, ancaman hukuman terhadap pribadi
yang melakukan pelanggaran hukum tidak sesuai dengan sistem masyarakat komunal
yang berasaskan kolektivisme.
·
Undang-Undang Delapan
Undang-Undang Delapan terdiri dari delapan pasal yang
mencantumkan jenis kejahatan. Setiap pasal mengandung dua macam kejahatan, yang
sifatnya sama tetapi kadarnya berbeda delapan pasal tersebut:
1.
Tikam
bunuah (tikam bunuh) ialah pembuangan yang melukai orang atau milik orang
dengan menghilangkan nyawa orang atau milik orang dengan menggunakan kekerasan.
2.
Upeh racun
(upas racun) ialah perbuatan menyebabkan
sescorang menderita sakit setelah mencelan makanan atau minuman yang telah
diberi ramuan yang berbisa atau beracun
3.
Samun saka
(samun sakar) ialah perbuatan merampok milik orang dengan cara melakukan
pembunuhan dengan cara kekerasan atau aniaya.
4.
Sia baka
(siar bakar) ialah perbuatan membuat api yang mengakibatkan milik orang lain
sampai terbakar.
5.
Maliang
curi (maling curi) ialah perbuatan mengambil milik orang dengan melakukan
perusakan atas tempat penyimpannya secara sambil lalu selagi pemiliknya sedang
lengah.
6.
Dago dagi
(daga dagi) ialah perbuatan pengacauan dengan desas-desus sehingga terjadi
kehebohan sehingga merugikan yang bersangkutan.
7.
Kicuah
kicang (kicuh kicang) ialah perbuatan perempuan yang mengakibatkan kerugian
orang lain.
8.
Sumbang
salah (sumbang salah) ialah perbuatan yang menggauli seseorang yang tidak
boleh dinikahi;perzinaan dengan istri orang.
·
Undang-Undang Dua Belas
Undang-undang Dua Belas ialah bagian dari
undang-undang dua puluh, yang mencantumkan
dua belas pasal, yang dapat menjadi alasan untuk menangkap dan menghukum
seseorang. Undang-undang ini terdiri dari 2 bagian, yang masing-masing mempunyai enam pasal.
Bagian pertama disebut bagian tuduk. Yakni pasal-pasal yang dapat menjadikan
seseorang sebagai tertuduh dalam melakukan kejahatan. Setiap pasal nengandung 2 macam alasan tuduhan yaitu:
1.
Tatumbang
taciak (tertumbang terciak) ialah tersangka tidak dapat menangkis tuduhan
yang didakwakan kepadanya (mengakui tuduhan)
2.
Tatando
tabukti (tertanda terbukti) ialah ditemukannya milik terdakwa di tempat
kejahatan.
3.
Tercancang
tarageli (tercencang teregas) ialah ditemukannya bekas, akibat, atau milik
terdakwa di tempat kejahatan.
4.
Taikek
takabek (terikat terkebat) ialah terdakwa tepergok sedang melakukan
kejahatan.
5.
Talala
takaja (terlatar terkejar) ialah terdakwa dapat ditemukan di tempat
persembunyiannya dapat ditangkap dalam suatu pengejaran.
6.
Tahambek
rapukua (terhambat terpukul) ialah terdakwa dapat ditangkap setelah
pengepungan setelah dipukul atau dikeroyok.
Enam pasal lainnya dan bagian Undang-undang Dua Belas ialah apa yang
dinamakan Cemo (Cemar). Keenam pasal itu lebih merupakan prasangka terhadap
seseorang sebagai orang yang telah melakukan suatu kejahatan hingga ada alasan
untuk menangkap atau untuk memeriksanya. Keenam pasa itu ialah:
1.
Basuriah
bak sipasin, bajajak bak bakiak (bersurih bagai sipasin, berjejak bagai
herkik): ditemukan jejak seseorang atau tanda-tanda di enam, jika diikuti
ternyata menuju ke arah tersangka.
2.
Enggang
lalu, ata jatuah (enggang lewat, atal jatuh) : di tempat kjahatan terjadi,
seseorang terlihat sedang berada di tempat itu.
3.
Kacondongan
mato urang banyak (kecenderungan mata orang banyak): bahwa seseorang telab
menarik perhatian orang banyak karena hidupnya telah berubab tanpa diketahui
sebab-musababnya.
4.
Bajua
nurah-nsurak (menjual murah-murah): didapati seseong menjual suatu benda
dengan harga yang sangat murab, seolah-olah menjual benda yang bukan miliknya.
5.
Jalan
bagageh-gagek (berjalan tergesa-gesa): didapati seseorang berjalan dengan
tergesa-gesa pada suatu saat dan tempat yang tidak tepat, seolah-olah ia sedang
ketakutan.
6.
Dibaok
pikek, dibao Iangau (dibawa pikat, dibawa lalat): didapati .seseorang
hilir-mudik pada suatu tempat tanpa diketahui maksudnya tlengan jelas sehingga
meninibulkan kecurigaan.
7.
·
Ancaman Hukum
Ancaman
hukuman bagi tertuduh kejahatan berdasarkan asas kekeluargaan awak sama awak. Maksudnya, setiap orang
yang bersalah patut dihukum. Tibo di mato indak dipiciangkan, tibo di paruik indak dikampihkan (kena mata, tidak dipicingkan, kena perut, tidak dikempiskan). Untuk setiap kejahatan
atau kesalahan yang dilakukan oleh seseorang karena ia adalah anggota dan
kaumnya yang bertanggung jawab ialah kerabat. Si penderita harus diberi pampasan oleh kerabat
si pelaku. Berat ringan pampasan itu ditetapkan oleh empat pasal :
1.
Mancancang
Memampeh, mambunuh mambangun (mencencang memampas, membunuh membangun) ialah
terhadap siapa yang menimbulkan kerusakan terhadap seseorang atau milik
seseorang berkewajiban memberi pampasan atau ganti rugi. Yang dimaksud dengan
membunuh membangun ialah terhadap siapa yang membunuh seseorang atau milik seseorang
harus menghidupkan yang terbunuh itu kembali.
2.
Mamakan
mamuntahkan, maambiak mengambalikan (memakan memuntahkan, mengambil
mengembalikan) ialah jika kesalahan itu berupa “memakan” milik orang lain, ia
berkewajiban mengeluarkannya kembali apa yang dimakannya itu.
3.
Sasek
suruik, gawa maubah (sesat surut, gawal mengubah) ialah orang mempunyai hak
dan kewajiban untuk memperbaiki kesalahannya.
4.
Bautang mambaia,
bapiutang manarimo (berutang membayar berpiutang menerima) ialah setiap
orang yang berutang wajib membayar.
·
Timbangan Hukum
Ancaman hukum pampasan tergantung pada berat ringan
kesalahan. Ada empat macam jenis hukuman yang dapat dikenakan pada yang
melakukan kesalahan. Namun, tidak ada jenis hukuman mati, hukuman penjara atau
hukuman siksa. Keempat jenis hukuman itu merupakan pampasan atas dasar
pertimbangan yang setimpal dengan sifat kesalahannya sebagai berikut :
1.
Ditimbang jo
bicaro (dirimbang dengan bicara): bentuk hukum damai, setelah yang
melakukan kesalahan mengakui dan meminta maaf.
2.
Ditimbang Jo
budi (dItimbang dengan budi): kerabat yang bersalah berkewajiban mengadakan
perjamuan di hadapan orang banyak dan terdakwa atau seorang anggota kerabat
terdakwa menyatakan kesalahannya.
3.
Ditimbang
jo amek perak (ditimbang dengan emas dan perak): kesalahan dipampas dalam
bentuk harta.
4.
Ditimbang
jo badan nyao (ditimbang dengan badan dan nyawa):y ang bersalah harus
menyerahkan nyawa dan badannya kepada kerabat penderita apabila sifat kesalahan
itu berupa pembunuhan.
·
Hukum
Buang
Hak memberikan
hukuman kepada seseorang ialah sukunya sendiri, sebab orang itu adalah
anggotanya. Pihak lain berkewajiban memperkuat hukuman itu. Bila kejahatan itu
bersifat berat maka tidak bisa diampuni
lagi oleh sebab tingkah lakunya tidak akan dapat berubah. akan dikenakan
hukum buang. Ada empat jenis atau tingkat hukum buang :
1.
Buang
siriah (buang sirih) ialah pengucilan oleh kaumnya sendin, sehingga hak dan
kewajiban terhadap kaumnya dicabutdan sebaliknya.
2.
Bang
biduak (buang biduk) ialah pengucilan oleh seluruh kaum dari nagari tempat
kediamannya.
3.
Buang
tingkarang (buang tingkarang) ialah tindakan pengusiran dan nagari
kediamannya.
4.
Buang daki
(buang deki) ialah pengusiran dan nagari kediamannya dan seluruh harta bendanya
dirampas serta diberikan kepada pendenta kejahatan.
Jangka waktu hukum buang tidak ditentukan, tergantung kepada
perubahan tingkah laku orang buangan itu dan kesepakatan orang yang alkan mene
nmanya kembali.
·
Peradilan
Sistem peradilan dalam
masyarakat Minangkabau bersifat kekeluargaan. dilakukan bentingkat yang disebut
bakandang ketek, bakandang gadang gadang
(berkandang kecil, berkandang besar). Bakandang ketek ialah kejahatan Yang
dilakukan anggota kerabat terhadap kerabatnya sendiri Yang berhak dan berkewajiban
mengadilinya hanyalah kerabatnya pula. Kalau
kejahatan itu dilakukan anggota suatu kaum terhadap kaum yang berbeda sukunya maka yang mengadili pimpinan
nagari bakandang gadang. Peradilan perkara yang diangkat ke tingkat bakandang gadang ialah peradilan yang
dilaksanakan dalam balairung orang yang tersangkut didampingi penghujunya
sebagai pembela. Penghulu pihak ketiga yang tidak terlibat akan menjadi
pengadil atau juri dan hakim.
·
Pelaksana
Peradilan
Pelaksana peradilan tetap berpegang pada pola awak samo awak, bertolak pada usaha
bagai maelo rambuik dalam tampuang, rambuik, udak putuih, tapuang ndak
tasirak(menghela rambut dan tepung, rambut tidak
putus, tepung tidak berserak). Maksudnya, beda keputusan telah diambil, diharapkan
persengketaan baru tidak sampai tumbuh sehingga menimbulkan kesengsaraan yang tidak
terderitakan oleh yang terkena hukuman. Empat pedomannya yaitu:
1.
Dicari jo
bicaro (dicari dengan bicara) ialah upaya untuk meneari perdsamaian antara
kedua belah pihak yang bersengketa.
2.
Dicari Jo
hukum (dicari dengan hukum) ialah apabila perdamaian antara kedua bdah
pihak tidak tereapai, lalu persengketaan diselesaikan menurut undang-undang
yang berlaku.
3.
Dicari Jo
alua dan patuik (dicari dengan alur dan patut) ialah apabila kesalahan
pelaku tidak terbukti dan ancaman hukuman telah dapat ditemukan, maka akan
dipertimbangkan lagi berdasarkan kemampuan terdakwa untuk menjalankannya.
4.
Dicari Jo
sakato (dicari dengan sekata) ialah
apabila keputusan telah diambil, maka kedua belah pihak harus menerima
keputusan dan sama-sama melaksanakannya. Andai kata belum dapat kata sepakat
dikenakan tidak dapat dipikul terdakwa beserta kerabatnya, meskipun sudah dapat
dipahami sebagai keputusan yang adit perlu lagi dilanjutkan untuk menekan kata
sepakat mengenai hal itu.
Akan tetapi penghulu mempunyai wewenang untuk mengambil
kebijaksanaan lain apabila sistem yang semula tidak akan dapat menyelesaikan
perkara. Empat
macam kebijakan:
1.
Hukum di
tangah batang (hukum di tengah batang) ialah hukum dijatuhkan berdasarkan
kesepakatan kedua belah pihak yang bersengketa.
2.
Hukum
maniti batang (hukum meniti batang) ialah hukum dijatuhkan jika kedua bdah yang
bersengketa tidak dapat memperoleh kata sepakat tentang bentuk hukuman itu.
3.
Hukum
diguliang barang (hukum diguling batang) ialah hukum dijatuhkan ketika
bukti telah cukup meskipun terdakwa tetap memungkikan tuduhan.
4.
Hukum di
baliak batang (hukum di balik batang) ialah hukum dijatuhkan tanpa
mengadili terdakwa terlebih dahulu.
Meskipun ancaman hukum dapat
diputuskan, setiap orang yang berhak mengambil keputusan akan selalu diingatkan
pada pedoman hukuman yaitu:
1.
Putuih
dipangka (putus di pangkal) ialah penyelesaian perkara telah tenjadi
sebelum dibawa ke peradilan, karena yang pendakwa menarik kembali pengaduannya.
2.
Putuih dek
damai (putus karena damai) ialah penyelesaian perkara telah terjadi sebelum
dibawa ke peradilan karena kedua belah pihak telah melakukan kesepakatan untuk
berdamai.\
3.
Putuih dek
talatak (putus karena terletak) ialah peradilan tidak dapat menjatuhkan
hukuman karena kedua belah pihak sama-sama tidak mau menerima keputusan yang
akan ditetapkan. Oleh karena itu, peradilan dihentikan sampai kedua belah yang
kata sepakat untuk menerima apa pun bentuk keputusan Yang bakal ditetapkan
peradilan.
4.
Putuih dek
hukum (putus karena hukum) ialah putus karena hokum ialah penyelesaian
persengketaan beredasarkan hukum yang berlaku.
PENGHULU
Orang Minangkabau hidup bergolong-golongan dan berkelompok yang beraneka
ragam. Golongan yang terpenting ialah kekerabatan sedarah dan turunan ibu
(matrilineal). Golongan itu bertingkat-tingkat. Dan tingkat yang paling kecil
sampai ke tingkat yang paling besar merupakan suatu kesatuan yang utuh. Dalam
suatu nagari golongan itu berbaur dengan golongan lain. Di samping golongan
seturunan darah, mereka hidup berkelompok dalam berbagai jenis perkampungan
secara berbaur erat dalam bentuk integrasi dan asimilasi antargolongan. mereka mempunyai
perserikatan dalam jenis pekerjaan, keahlian, kegemaran, dan sebagainya tanpa
terikat pada golongan turunan darah, kelompok permukiman, dan status soial. Untuk
mengatasi kesulitan hidup di dalam nagarinya sendiri, baik karena kepadatan
maupun karena tanah yang tidak subur atau karena lain-lain hal, umumnya mereka
pergi merantau.
·
Tata Cara
Menjadi Warga Minangkabau
Menjadi penduduk suatu negara mempunyai tata cara
tersendiri. Dalam sejarah Minangkabau
temyata bahwa setiap suku bangsa dan mana pun asalnya dapat menetap di negeri itu,
terutama di wilayah rantau, disebabkan rantau merupakan wilayah kolonisasi raja juga menjadi daerah kegiatan
perekonomian. Banyak berhubungan dengan orang asing, terutama dalam hal perdagangan untuk menjadi
warga Minangkabau dengan hak-hak yang sama diperlukan tata cara. Tata cara itu dinamakan mengisi adat: Cupak
diisi limbago dituang (cupak diisi lembaga dituang) maksudnya memenuhi suatu
kewajiban pada keadaan yang berbeda-beda. Tata cara demikian disebut Hinggok mancakam, tabang manumpu(hinggap mencekam, terbang bertumpu). Jika seorang Minangkabau meninggalkan nagarinya ia
pamit pada penghulunya, lalu melapor ke penghulu di nagari tempatnyanya. Dengan mengisi adatnya.
Jika untuk tinggal sementara, tata cara mengisi adat cukup dengan membawa
tetapi, kalau ia ingin menetap, syarat mengisi adatnya ialah dengan membawa
sirih dalam carano (sirih dalam carana) dalam memajukan permintaannya. Yang memerlukan persetujuan
warga suku yang dipimpin penghulu terlebih dahulu. Bila yang meminta itu orang asing,
maka persetujuan akan dimintakan juga kepada seluruh penghulu yang ada di nagari itu
penghulu yang ditempati orang asing itu. Seekor kerbau akan dipotong untuk perjamuan
bagi seluruh penduduk nagari, sebagai tanda orang asing itu telah menjadi
penduduk nagari, sebagai kemenakan Datuk Bagindo dari Suku Piliang, umpamanya.
Dengan pengesahan itu, haknya sebagai warga suku dan warga nagari telah sah
untuk dibawa sehilir semudik yang artinya untuk dibawa berunding atau mendapat
perlindungan. Orang Minangkabau yang menetap di suatu nagari tanpa melalui prosedur adat
dianggap sebagai orang dagang yang diperlakukan sebagai orang luar yang tidak
jelas asal-usulnya. Mereka dapat memilih pimpinannya dengan nama jabatan penghulu dagang.
·
Nama Suku
dan Aliran Kelarasannya
Kelarasan Bodi Caniago dan Kelarasan Koto Piiang Lambat
laun suku itu berkembang menjadi Iebih dan empat puluh buah. Pada mulanya
suku-suku itu merupakan penganut laras yang ada. Selain Laras
nan Dua, muncul pula laras ketiga yang bernama Laras nan Panjang di bawah pimpinan Datuk nan Sakelap Dunia yang
membentuk lima suku Sedangkan orang asing yang jadi kaula Raja Pagaruyung
mendirikan suku Melayu, Mandahiling, Kampai, Singkuang dan Bendang. Pengambilan
nama-nama suku beraneka ragam umpanya yang berasal dari tumbuh-tumbuhan.
·
Keragaman
Penghulu
Go1ongan dan kelompok dalam masyarakat mempunyai
pimpinan yang
berada di tangan mamak. Pengertian mamak secara harfiah ialah saudara laki-laki
ibu. Secara sosial semua laki-laki dan generasi yang lebih tua adalah mamak.
Yang tidak terrnasuk mamak adalah laki-laki kerabat dekat ayah yang dipanggilan dengan
bapak. Mamak
juga merupakan pemimpin. Pemimpin golongan dan kelompok geneologis yang berdasarkan stelsel
matrilineal itu ialah mamak menurut tingkatannya masing-masing. Pemimpin suku ialah
penghulu. Jabatan penghulu bertingkat-tingkat:
1. Penghulu suku disebut juga sebagai penghulu pucuk menurut kelarasan Koto Piliang atau penghulu
tuo (penghulu
tua) menurut kelarasan Bodi Caniago. Penghulu pucuk atau penghulu tua ialah
penghulu dan empat suku pertama yang datang membuka nagari tempat kediamannya,
mereka merupakan pimpinan kolektif pada nagari itu. Mereka dinamakan penghulu andiko (andika).
2. Penghulu payung, yaitu pemimpin warga suku yang telah membelah diri,
karena terjadi perkembangan pada jumlah warga suku pertama. Penghulu ini tidak berhak menjadi
penghulu tua yang menjadi anggota pimpinan nagari.
3. Penghulu indu yaitu pemimpin warga suku yang telah membelah diri dan kaum
sepayungnya disebabkan alasan pembengkakan jumlah warga mereka, perselisihan
dalam perebutan gelar atau jabatan.
·
Gelar
Penghulu
Mamangan mengatakan bahwa orang Minangkabau sehagam ketek banano, gadang bagala (kecil bernama besar bergelar). Artinya selagi
kecil mereka diberi dan setelah besar, yang umurnnya setelah menikah, mereka
memperoleh gelar. Hal itu hanya berlaku khusus untuk laki-laki. Setiap laki-laki yang
menikah akan memperoleh gelar. Sehari-hari gelar itulah yang dipanggil
kepadanya. Memanggil nama kecil dapar diartikan sebagai penghinaan. kerabat
pihak istri Gelar itu merupakan warisan kerabat. Umumnya gelar terjadi dalam
satu kata. Warga suku asal memaka narna-nama yang bersumber dari bahasa sansekerta yang
disesuaikan dengan lafal Minangkabau juga memakai bahasa minang kabau asli malenggang,kaciak dari kecik gunung, payung balimo. Bahkan
kemudian ada gelar yang bersumber dari bahasa arab. Pada umumnya gelar itu
diawali dengan gelar kehormatan seperti sutan. Variasi lain dari gelar awal itu menunjukkan fungsinya dalam
masyarakat kebudayaan minang kabau, terutama fungsi keagamaan. Variasi lain dari gelar
awal itu bisa pula dengan memakai gelar pusaka Sedangkan dirantau
pesisir dipakai gelar sutan, bagindo, dan sidi tando bagi yang bernama
tando.Gelar warisan dari ayahnya. padang dan sekitarnya lazim dipakai gelar
sutan dan marah sebagai warisan dari ayah. Bagi orang luhak agam, gelar sutan merupakan
gelar orang muda.Ukuran tua dan muda dalam hal ini ditentukan dengan kelahiran
cucu.Orang yang belum punya cucu dipandang masih muda, tetapi kalau sudah punya
cucu dipandang sudah tua.Sebagai orang tua maka gelar sutan tidak dipakainya
lagi, dan diganti dengan gelar angku (engku).Kalau seseorang pada awalnya
bergelar sutan bandaro, ketika telar tua bergelar angku bandaro.Ada kalanya
perubahan gelar itu secara keseluruhan. Dalam pergaulan sehari-hari, panggilan gelar itu
tergantung pada orang yang memanggilnya. Dalam suasana yang formal gelar itu disebutkan
secara lengkap. Apabila setiap warga masyarakat diberi gelang setelah ia gadang, maka penghulu yang menjadi orang gadang basa batuah (maha besar bertuah) pun diberi gelar panggilan datuk.
Gelar itu dipakai pada awal gelar warisannya.Macam gelar warisan tergantung
pada status kepenghuluannya. Kalau statusnya penghulu Andiko, gelar warisannya
memakai nama tunggal. Kalau penghulu belahan, akan dipakai gelar warisan ganda
dengan tambahan kata sifat yang lazim dipaki sehari-hari. Kalau terjadi lagi
pembelahan, maka gelar itu diberi kata sisipan nan. Keterangannya sebagai berikut :
1. Datuk Marajo merupakan gelar penghulu andiko dari suku yang mula-mula membangun
nagari tempat kediamannya.
2. Datuk Marajo Basa (dengan kata sifat tambahan) merupakan gelar penghulu dari suku
Datuk Marajo yang telah dibelah. Lazim pula bahwa Datuk Marajo Basa yang telah
menjadi penghulu andiko dinagarinya yang baru, yang hendak memutuskan hubungan
dengan nagari asal Untuk membedakan dengan penghulu dari nagari asal, ia lalu memakai kata akhir dari gelar yang
semestinya.
3. Datuk Marajo
nan Basa merupakan gelar penghulu suku dari Datuk
Marajo yang telah membelah dirinya untuk kedua kalinya yang masih menetap
dinagari asal atau yang telah bermukim di nagari lain.
4. Datuk Marajo
Basa nan Kuning merupakan gelar penghulu dari suku
Datuk Marajo Basa yang telah membelah dirinya pula.
Gelar datuk bukan monopoli
orang yang berjabatan penghulu saja dipakai orang yang dihormati karena
jabatannya. Lazimnya ia disebut panungkek
(penongkat). Gelar yang dipakainya merupakan dua kata, dimulai dengan kata
tugasnya. Orang-orang
yang berjabatan tinggiada kalanya diberi gelar datuk sebagai gelar
kehormatan.Gelar ini tidak dapat diwariskan.
·
Yang
Berhak Menjadi Penghulu
Jabatan
penghulu ialah jabatan yang diwariskan darininiak
ka mamak, dari mamak ka kamanakan(dari ninik ke mamak, dari mamak ke
kemenakan) sesuai dengan hukum stelsel matrilineal. secara sosiologis semua
warga sukunya pada nagari kediamannya.Namun tidak semua laki-laki warga suku
itu berhak dicalonkan sebagai penghulu yang berhak dicalonkan menjadi pengganti penghulu
ialah kemenakan dibawah dagu yang memiliki pertalian darah. Ada empat
jenis kemenakan dalam struktur kebudayaan Minang kabau yakni sebagai berikut:
1.
Kamanakan
dibawah daguak (kemenakan dibawah dagu) kemenakan yang ada hubungan darah,
dekat maupun yang jauh nan sajangka, nan
saeto, dan nan sadapo (yang
sejengkal, yang sehasta, yang sedepa)
2.
Kamanakan
dibawah dado (kemenakan dibawah dada) kemenakan yang ada hubungan karena
sukunya sama, tapi penghulunya lain.
3.
Kamanakan
dibawah pusek (kemenakan dibawah pusat) kemenakan yang hubungannya karena
sukunya sama, tapi berbeda nagari asalnya.
4.
Kamanakan
dibawah lutuik (kemenakan dibawah lutut) orang lain yang berbeda suku dan
nagari, tapi minta perlindungan ditempatnya.
·
Alasan
Mendirikan Penghulu Baru
1.
Mati
batungkek budi (mati bertongkat budi) ialah mendirikan penghulu baru karena
yang lama meninggal dunia upacara penggatian penghulu itu merupakan peristiwa
yang luar biasa, perjamuan pada hari pelantikan formal dilakukan dipekuburan
sebelum jenazah penghulu lama dikebumikan karena peristiwa itu melukiskan
kekompakan kaum dari penghulu itu.
2.
Hiduik
bakarelaan (hidup berkerelaan) ialah mendirikan penghulu baru karena yang
lama mengundurkan diri secara sukarela sebab usia atau lainnya.
3.
Mambangkik
batang tarandam (membangkitkan batang terendam) Ialah mendirikan penghulu
baru setelah bertahun-tahun tidak dapat dilaksanakan karena belum tersedia dana
yang cukup untuk mengadakan perjamuan yang layak.
4.
Mangambangkan
nan talipek (mengembangkan yang terlipat) Ialah mendirikan penghulu baru yang
tidak dapat dilaksanakan pada waktunya karena belum didapat kesepakatan semua
warga terhadap calon pengganti.
5.
Manurunkan
nan targantungan (menurunkan yang tergantung) Ialah mendirikan penghulu
baru setelah lama tertangguh karena karena persiapan belum dapat disempurnakan
sebagai mana mestinya.
6.
Baju
saalai babagi duo (baju sehelai dibagi dua) Ialah mendirikan penghulu baru
karena pembelahan suku akibat warganya telah sangat berkembang, sehingga
diperlukan penghulu lain di samping penghulu yang telah ada.
7.
Mangguntiang
siba baju (menggunting belahan baju) ialah mendirikan penghulu baru karena
terjadi persengketaan antara 2 kaum yang tidak dapat didamaikan dalam
menetapkancalon yang berhak sebagai pengganti penghulu lama yang tidak
berfungsi lagi.
8.
Gadang manyimpng
(besar menyimpang) ialah mendirikan penghulu baru oleh suatu kaum yang
ingin memisahkan diri dari pimpinan penghulu yang telah ada.
·
Kewajiban
Penghulu
Penghulu adalah andil dari kaumnya atau raja dari kemenakannya, yang berfungsi sebagai
kepala pemerintah dan menjadi pemimpin, menjadi hakim dan pendamai dalam
kaumnya jaksa dan pembela dalam perkara yang dihadapi kaumnya terhadap orang
luar mengurus kepentingan kesejahteraan dan keselamatan kemenakannya. Dalam menghadap orang
luar ia hanya dapat dihubungi dirumah gadang. Namun, dirumah tempat tinggal
bersama istrinya kedudukannya sama dengan orang sumando
lainnya. Sebagai pemimpin kaumnya, penghulu dikatakan mempunyai “utang”,
yakni tanggung jawab dan kewajiban yang harus diingatkan sepanjang waktu. Mamangan
mengatakan bahwa penghulu ibarat:kayu
gadang di tangah padang, ureknyo tampek baselo, dahannyo tampek bagantuang,
daunnyo tampek balinduang, batangnyo tampek basanda(kayu besar ditengah
padang, uratnya tempat bersila, dahannya tempat bergantung, daunnya tempat
berlindung, batangnya tempat bersandar)maksudnya, sebagai seorang pemimipin,
penghulu harus memelihara keselamatan dan kesejahteraan warganya sesuai dengan
hukum serta kelaziman.
Utang penghulu itu diselesaikan warganya mamak di pintu utang, kamanakan di pintu baia(mamak (penghulu) di pintu
hutang, kemenakan di pintu bayar). Maksudnya, utang yang menjadi tanggung jawab
dan kewajiban penghulu harus dibayar oleh kemenakannya pula dengan menjaga nama baik penghulu
mereka. Ada
empat jenis hutang penghulu yang harus diingatnya selalu:
1.
Alur dan
patuik (alur dan patut) dengan ialah garis kebijaksanaan menurut hukum
untuk dilaksanakan pada situasi dan kondisinya yang tepat.
2.
Jalan nan
pasa (jalan yang pasa) ialah ketentuan yang berdasarkan konvensi atau janji
yang mengikat.
3.
Harato jo
pusako (harta dan pusaka) ialah kemakmuran kaum berupa benda-benda
kehormatan.
4.
Anak
kamanakan (anak kemenakan) ialah seluruh penduduk kampung.
·
Martabat
Penghulu
Penghulu mempunyai martabat, yakni kehormatan jabatan.Tumbuah dek
ditanam, tinggi dek dianjuang, gadang dek diambak(tumbuh
karena ditanah, tinggi karena dianjung, besar karena dilambuk). Artinya
seorang penghulu lahir, besar dan
tinggi karena dilahirkan kaumnya Martabat itu
bisa berarti timbal balikagar ia melaksanakan tugasnya dengan benar dan bagi
pihak kemenakan agar mereka menjaga nama dan kehormatan penghulu mereka. Setiap
penghulu berhak menghadiri kerapatan nagari, tetapi tidak wajib. Kalau salah
seorang penghulu tidak hadir tanpa diketahui sebabnya, kerapatan nagari tidak
dapat dilangsungkan. Demikian pula dalam mengambil keputusan, jika masih ada penghulu
yang tidak menyetujui kerapatan nagari itu tidak dapat mengesahkannya dengan
tidak menyetujui maksud kerapatan itu diadakan. Para
penghulu yang menghadiri kerapatan dalam balairung duduknya bersila dilantai. Balairung
Kelarasan Koto Piliang mempunyai lantai yang bertingkat-tingkat.Tingkatan yang
tertinggi merupakan tempat penghulu pucuk. Sedangkan balairung Bodi Caniago
lantainya rata dan kedudukan penghulu tuo ialah pada kedua bagian ujung balairung.
·
Pantangan
Penghulu
Apa yang tidak boleh
dilakukan orang umum, juga tidak boleh dilakukan penghulu. Bahkan timbangan
kesalahan penghulu akan menjadi lebih berat jika dibandingkan dengan kesalahan
yang sama kalau dilakukan orang biasa. Pantangan
tersebut bisa dapat ditafsirkan sebagai berikut:
1.
Memerahkan
muka ialah sikap yang emosional yang tidak mampu mengendalikan perasaan.
2.
Menghardik
menghantam tanah ialah sikap pemarah dan pemaki atau penggertak.
3.
Menyinsing
lengan baju ialah melakukan pekerjaan kasar seolah-olah mempunyai sumber
hidup Berlari-lari ialah sikap orang
yang selalu terburu-buru.
4.
Memanjat-manjat
ialah sikap orang kekanak kanakan
5.
Menjunjung
dengan kepala ialah meletakkan beban dikepala, seolah menggambarkan tugas
kepalanya untuk meletakkan benda, bukan untuk berfikir.
Ajaran memberikan
ungkapan-ungkapan yang berwarna negative, sebagai bahan peringatan bagi setiap
penghulu, agar ia menghindar dari kelemahan-kelemahan yang merugikan kaumnya dan
dirinya sendiri. empat macam penghulu dengan enam perangainya. Empat macam penghulu
ialah:
1.
Penghulu yaitu
penghulu yang sempurna memegang ajaran dan memenuhi harapan kaumnya.
2.
Pangaluah (pengeluh)
yaitu penghulu yang senantiasa suka mengeluh, yang tidak mampu menyelesaikan
atau mengatasi kesulitan yang dihadapinya
3.
Pangalah (pengalah)
yaitu penghulu yang hanya mau menang sendiri
4.
Pangelah (pengelah)
yaitu penghulu yang senantiasa mengelakkan kewajiban yang sesungguhnya harus
dikerjaannya.
Enam perangai penghulu
ialah.
1.
Penghulu
nan ditanjuang (penghulu yang di tanjung) mengiaskan sikap penghulu yang
suka mengelakkan tanggung jawabnya.
2.
Penghulu
ayam gadang (penghulu ayam jago) yaitu ini mengiaskan sikap penghulu yang
pandai omong tapi tidak mampu bekerja.
3.
Penghulu
balah batuang (penghulu belah bambu) yaitu. Hal itu megiaskan penghulu yang
tidak adil.
4.
Penghulu
katuak-katuak (penghulu ketuk-ketuk) yaitu Hal itu mengiaskan penghulu yang
tidak punya inisiatif.
5.
Penghulu
tupai tuo (penghulu tupai tua) yaitu Hal itu mengiaskan penghulu yang tidak
mau berusaha karena takut salah.
6.
Penghulu
busuak hariang (penghulu busuk haring) yaitu Hal itu mengiaskan penghulu
yang bertingkah laku
·
Lambang
Pakain Penghulu
Pakaian penghulu
mengandung arti simbolik, baik warna, model, maupun cara memakainya. Pada
dasarnya pakaian penghulu serba hitam, mulai dari destar, baju sampai celana.
Warna hitam melambangkan ketahanan, keuletan, dan ketidaktercelaan.Sedangkan
pengertian model pakainnya :
1.
Deta
saluak (destar saluk). Lipatan kerut-merut destar saluki mencerminkan akal
yang tidak mudah ditafsirkan dan mampu menyimpan rahasia. Destar dipasang lurus
dikepala melambangkan pertimbangan yang adil. Kedudukan yang longgar melambangkan
pikiran yang lapang, tetapi tidak tergoyahkan.
2.
Baju tanpa
saku, berlengan lapang dengan panjang sedikit dibawah siku. Baju tidak
bersaku melambangkan penghulu tidak mengantungi apapun bagi dirinya sendiri.
Lengan longgar dan tergantung sedikit di bawah siku melambangkan sifatnya yang
ringan tangan dalam membantu kesukaran orang lain.
3.
Celana
longgar serta lapang, melambangkan kemampuan membuat langkah kebijaksanaan
yang tetap dan dengan gerakan yang ringan, santai, tidak menyulitkan.
4.
Siampiang (samping).
Kain yang dililitkan dari pinggang kebagian atas lutut melambangkan
kehati-hatian dan kewaspadaan dalam menjaga diri dari kasalahan atau
kekhilafan.
5.
Cawek (cawat),
yaitu ikat pinggang yang melambangkan kekukuhan ikatan atau pegangan dalam
menyatukan warga kaum, baik yang didalam, maupun diluar kampong.
6.
Salempang (selempang)
yang digantungkan dibahu melambangkan kemampuan memikul tanggung jawab yang
dibebankan kepadanya.
7.
Karih (keris)
yang disisipkan dipinggang dengan hulunya, yang tidak terpatri, dan diarahkan
kesebelah kiri, melambangkan bahwa penghulu mempunyai senjata, tetapi bukan
untuk membunuh.
8.
Tungkek (tongkat)
dari kayu yang lurus. Melambangkan bahwa penghulu dapat menopang dirinya
sendiri tanpa membebani kaumnya.
·
Pembantu
Penghulu
Penghulu dilengkapi dengan seperangkat staf yang akan membantunya
dalam bertugas. Namun,tidak berarti bahwa semua penghulu yang memperoleh
perangkat yang lengkap.hanyalah penghulu andiko, penghulu lainnya memperoleh
seorang panunggek atau penongkat. Perangkat penghulu
:
1.
Panungkek (penongkat)
yaitu pembantu utama penghulu dalam kerapatan nagari, ia hanya boleh mewakili
selaku pendengar. Dan boleh menyampaikan pendapatnya bila diminta oleh anggota
kerapatan. ia berhak menyandang gelar datuk.
2.
Malin (malim)
ialah guru dan orang alim dalam hal agama, yang mengatur serta mengurus masalah
keagamaan dan ibadah.
3.
Manti (mantri)
yaitu pembantu penghulu dibidang tatalaksana pemerintahan nagari.
4.
Dubalang (hulubalang)
yaitu petugas penjaga keamanan nagari.
Penghulu dengan
tiga perangkatnya disebut sebagai urang
ampek jinih (orang empat jenis). Penghulu dengan perangkatnya memperoleh
penghasilan dari sawah kagadangan.
·
Pemilihan
Calon Penghulu
Jabatan penghulu merupakan warisan turun-temurun.Dari niniak turun kamamak, dari mamak turun
ka kamanakan(dari ninik turun ke mamak, dari mamak turun ke kemenakan). Kemenakan yang
berhak menerima warisan itu ialah kemenakan
dibawah dagu, yakni kemenakan yang mempunyai pertalian darah. Namun, ada dua
pendapat dalam hal pewarisan itu sesuai dengan aliran kelarasan yang di anutnya yaitu:
1.
Warih
dijawek (waris dijawat) ialah kemenakan langsung, dari dari saudara
perempuan. Sistem ini dianut oleh aliran kelarasan Koto Piliang.
2.
Gadang
bagilia (besar bergiliran) ialah
semua laki-laki warga kaum dengan cara bergiliran antara mereka yang
seasal-usul. Sistem ini dianut aliran kelarasan Bodi Caniago.
Semua calon diseleksi dengan cara ditintiang ditampih bareh, dipiliah atah ciek-ciek(ditinting ditapis beras, dipilih atah satu-satu). Artinya diseleksi Artinya calon
itu dikaji kebaikan dan keburukannya oleh warga kaum, sehingga andai kata calon
itu terpilih Maksudnya, bila calon itu telah diangkat jadi penghulu, tidak ada
omelan dikemudian hari. Sungguhpun prosedur pencalonan dilakukan secara musyawarah
dikalangan kaum sendiri. Akan tetapi, usaha mencari calon penghulu tidak selalu lancer
jalannya, baik dalam pencalonan menurut
sistem warih dijawek maupun dalam pencalonan sistem gadang bagilia. Karna beberapa orang
calon yang berambisi atau yang paling berhak menurut sistem warih dijawek atau gadang bagilia mempunyai banyak kelemahan tidak mendapat dukungan
sepenuhnya, maka acara penggantian penghulu dilatak dulu(diletak dulu), artinya
ditangguhkan dahulu sampai saatnya tepat. Apabila
acara pencalonan berjalan lancer,. Setelah semua anggota kerapatan menyatakan
persetujuan, lalu oleh kaum itu disampaikanlah hari perjamuan managakkannya. Seiring dengan itu, diundang seluruh urang ampek jinih untuk menghadiri perjamuan itu. Lalu kepada
kerapatan dibayarkan bea”lilin ambalau dan bea manurunkan jamua”(lilin ambalau dan menurunkan jemur) yaitu bea
persetujuan dan bea perjamuan.
·
Upacara
Mendirikan Penghulu
Upacara managakkan penghulu
dilangsungkan dimedan nan bapaneh (lapangan
yang berpanas). Merawal atau panji-panji dikibarkan, gong dipalu sepanjang
hari, kerbau disembelih. Perjamuan berlangsung selama tiga hari dengan acara
sebagai berikut:
1.
Hari pertama Batagak Gadang (mendirikan penghulu), yakni upacara peresmian yang berlansung dirumah
gadang dan dihadiri urang ampek jinih,
dengan disumpah. Isi sumpah:”Akan dimakan biso kawi, diateh indak bapucuak,
dibawah indak baurek, di tangah-tangah dilariak kumbang”(akan dimakan bisa
kawi, diatas tidak berpucuk, di bawah tidak berakar, di tengah ditembus
kumbang). Habis sumpah dibacakan doa, lalu oleh janang semua tamu dipersilahkan menyantap nasi yang dihidangkan
dengan pidato persembahannya.
2.
Hari kedua Hari Perjamuan yang dimeriahkan
dengan kesenian serta jamuan makan minum kepada isi nagari yang datang.
3.
Hari ketiga Hari Peraarakan dengan diantar
galombang dan ditingkah bunyi-bunyian,
penghulu baru diarak kerumah bako. Jika dinobatkan itu penghulu
pucuk atau penghulu tua, maka perarakan memakai payung
kuning.
Batagak gadang dengan
upacara yang lengkap demikian disebut:Adaik di isi, limbagi dituang(adat diisi,
lembaga dituang) batagak gadang bisa juga dilakukan pada tanah
tasirah (tanah lagi merah) yakni pada saat upacara penguburan penghulu yang
digantikan meninggal disebut Talambok talabuah (pelembab terlabuh) dalam
jarak waktu 110 hari disebut tirai
takambang (tirai terkembang).
HARTA
PUSAKA
Masyarakat
Minangkabau menganut sistem kolektif dalam kegiatan usahanya terutama di sektor
produksi yang vital dalam kehidupan ekonomi agraris, karena itu tanah menjadi
milik komunenya yang dalam hal ini dalam bentuk suku. Tanah yang tidak
diusahakan menjadi milik nagari. Meskipun sektor produksi yang vital seperti
sawah menjadi milik komune dan digarap secara kolektif, individu dapat juga
mengusahakannya sepanjang usianya. Setelah individu itu meninggal, sawah yang
di usahakannya otomatis menjadi milik bersama para kemenakannya. Sejak itu sawah menjadi
milik sebagian komune kembali dan tidak bisa dijual atau diberikan kepada orang
lain. Sektor usaha yang
tidak vital, seperti perkebunan, peternakan, industri, dan perdagangan, di
kelola individu. Kalau usaha itu memerlukan banyak tenaga, maka mereka akan
memakai sistem kerja kolektif dan sistem bagi hasil. Sistem buruh yang
dibayar meletakkan manusia bertingkat-tingkat, yang satu lebih tinggi dan yang
lain lebih rendah. Sistem meletakkan manusia bertingkat-tingkat itu tidak
sesuai dengan ajaran falsafah mereka. Falsafah mereka memandang manusia berada
pada tempat yang sama.
·
Arti
Tanah
Kaum atau orang-seorang yang tidak mempunyai tanah
barang sebingkah dianggap sebagai orang kurang. Siapa yang tidak mempunyai
tanah dipandang sebagai orang malakok(melekap=menempel) yang tidak jelas asal usulnya. Analoginya,
sebagai tempat lahir, maka setiap kerabat harus memilki sawah atau ladang yang
menjadi andalan untuk menjamin makan kerabat, sebagai tempat mati setiap kaum
haruas mempunyai pendam-pusara agar jenazah kerabat jangan terlantar.
Ketiga-tiganya merupakan harta pusaka yang melambangkan kesahannya sebagai
orang Minangkabau.
·
Tanah
Ulayat
Setiap nagari di
Minangkabau mempunyai ulayat dengan batas-batas sesuai dengan situasi alam
sekitarnya.
Ada dua jenis ulayat dalam suatu nagari yaitu ulayat nagari dan
ulayat kaum. Ulayat nagari berupa hutan yang jadi cagar alam dan tanah cadangan
nagari. Ia juga disebut sebagai hutan tinggi. Ulayat kaum ialah tanah yang
dapat dimanfaatkan tetapi belum diolah penduduk. Ia juga disebut hutan rendah.
Ulayat itu berada di bawah kekuasaan penghulu. Ulayat nagari dibawah
kekuasaan penghulu andiko, yang juga disebut penghulu keempat suku. Sedangkan
ulayat kaum dibawah kekuasaan penghulu suku yang jadi pucuk atau tuanya.
Pengertian kekuasaan disini mengambil hasilnya atau mengambil pajak hasil hutan
yang diperdagangkan. Hasil hutan ulayat nagari yang beraliran koto piliang boleh diambil
siapa saja setelah mendapat izin dan membayar pajaknya kepada penghulu yang
mempunyai wewenang. Hasil hutan nagari yang beraliran bodi caniago hanya boleh
diambil kaumnya dengan persyaratan yang sama, izin penggarapan ulayat untuk dijadikan sawah
atau ladang. Pengambilan hasil hutan tidak dikenakan bea yang dinamakan bungo(bunga). Ada empat
macam bunga yang dipungut penghulu, yakni seperti berikut:
1.
Bungo kayu
(bunga kayu) yaitu pajak hasil kayu yang di perniagakan. Besarnya 10%.
2.
Bungo aleh
(bunga alas) yaitu pajak hasil hutan lainnya, seperti damar, dan rotan, yang
akan diperdagangkan. Besarnya 10%.
3.
Bungo ampiang (bunga amping) yaitu pajak
hasil penggarapan sawah ladang. Besarnya 10%.
4.
Bungo tanah
(bunga tanah), yaitu pajak hasil tambang. Besarnya 10%.
Kegunaan hasil pungutan bea ulayat nagari ditentukan penghulu
keempat suku. Kegunaan hasil pungutan bea ulayat kaum ditentukan penghulu kaum.
Izin Usaha Orang Luar
Orang luar yakni
orang yang bukan berasal dari nagari yang mempunyai ulayat, diizinkan menggarap
tanah ulayat itu, selama ulayat itu tidak mampu digarap warga itu sendiri.
Namun, syaratnya lebih berat disamping bea yang harus dibayarnya, syarat lainnya. Bagi setiap orang yang
telah memperoleh izin wajib menyelesaikan pekerjaan membuka ulayat itu menurut
jangka waktu yang telah disepakati. Bila tidak terpenuhi, kesepakatan batal. Pemegang izin
tidak boleh memindahkan haknya pada orang lain tanpa persetujuan pemberi izin.
Pemindahan hak, tingkat pertama prioritasnya diberikan kepada warga suku
pemilik ulayat, tingkat kedua kepada warga nagari tanah ulayat tingkat
selanjutnya pada siapa saja yang sanggup menerima pemindahan hak itu. Pemegang izin wajib
mengembalikan hak izinnya kepada penghulu yang memberikannya, apabila pemegang
tidak hendak melanjutkan usahanya dan tidak ditemui orang yang mau menerima
pemindahan hak itu. Pemegang izin berhak menerima pampasan dari penghulu yang
memberikan izin dalam jumlah yang disepakati. Lazimnya sebanyak bea yang pernah
dikeluarkannya.
apabila pemegang izin meninggal tanpa ahli waris tanah garapan itu
menjadiarato gantuang(harta gantung)
untuk jangka waktu tertentu. Bila kemudian pemegang izin ternyata mempunyai
ahli waris, maka hak izin dapat diteruskan.
·
Tata Cara
Menggarap Sawah
Minangkabau menjadikan sawah sebagai sumber kehidupan yang merupakan milik bersama tanah merupakan milik kaum atau kerabat, sehingga
pengerjaannya pun secara bersama oleh seluruh warga pemiliknya karena ajaran falsafahnya
menuntut kehidupan kebersamaan dan kekerabatan bagi setiap kaum maka
penggarapan sawah dilakukan secara kolektif diterapkan sesuai dengan ajaran
rasa persamaan baa di urang, baa di awak(Tata caranya ialah saling maimbau (memanggil), yang dapat diartikan saling mengundang bekerja sama.
Namun, bisa pula diartikan lain, yakni yang tidak kena imbauan itulah yang
sedang dikucilkan.
Cara bekerja sama imbau-mengimbau juga disebut julo-julo (jula-jula) yakni semacam arisan tenaga. Para undangan dijamu makan.
Sehabis makan si pangkalan(ahli rumah) menyampaikan maksud jamuan itu, yakni hendak mengajak
yang hadir turun ke sawah atau menyabit padi seorang malin membacakan
doa membawa peralatan yang telah sejak semula dibawa atau diletakkan didekat
rumah orang yang menjamu. Jika sawah itu milik orang seorang yang diperolehnya
dari menerima gadai, penggarapannya memakai sistem julo-julo antara sesama
penggarap. Pemilik sawah yang
tidak dapat ikut mengerjakan sawahnya dapat menempuh dua cara, yakni dengan
cara saduo(sedua) atau dengan cara sarayo (seraya) yang mengadakan jula-jula sesama mereka. Pekerjaan
menggarap sawah dilaksanakan laki-laki dan perempuan dengan tugas yang berbeda.
Pekerjaan membuka sawah baru, yang disebut taruko(teruka), dilakukan laki-laki.
Demikian pula pekerjaan awal musim ke sawahTugas perempuan, selain menyediakan
makanan selama musim ke sawah, juga bertanam benih, menyiang, mengangin padi,
dan kemudian menumbuknya sampai menjadi beras. Jarak waktu antara turun ke sawah dan musim panen dan antara musim
panen dan turun ke sawah lagi adalah masa yang cukup panjang. Saat itulah
biasanya yang digunakan orang-orang muda yang belum atau sudah menikah untuk
pergi ke rantau.
·
Sistem
Bagi Hasil
Orang Minangkabau
merasa diri rendah bila menjadi orang suruhan atau orang upahan. dipandang
sebagai pekerjaan budak .Seseorang yang memerlukan tenaga orang lain disebutkan sebagai
meminta tolong manyarayo(menyeraya), meminta tolong menyambilkan pekerjaan itu.Pekerjaan
menolong seperti itu bukan cuma-cuma sebab jaria
manantang buliah (jerih payah menentang kebolehan), jerih payahnya memperoleh imbalan.
akan memperoleh pambali rokok(pembeli rokok) Jumlahnya tidak pernah ditetapkan, tergantung pada
kerelaan hati yang memberi. Apabila sawah itu tiidak dapat dikerjakan
pemiliknya sendiri caranya ialah dengan saduo(sedua).
Artinya pemilik dan penggarap akan membagi dua hasilnya. Dalam sistem
sedua itu tidak berarti hasilnya dibagi dua sama banyak, melainkan hasilnya
dibagi dua yang tidak sama banyak antara mereka. Perimbangan bagi hasil itu
tergantung pada lokasi dan kondisi sawah. Meskipun pembagian telah disepakati kedua belah
pihak terikat pada persyaratan lainnya. Benih disediakan pemilik. Antara jarak waktu panen
dan turun ke sawah kembali, pihak penggarap boleh menggarap sawah itu dengan
tanaman palawija yang hasilnya semata-mata untuk penggarap. Kerusakan yang terjadi
karena bencana alam menjadi tanggungan kedua belah pihak. Bila penggarap meninggal,
haknya diteruskan pada ahli warisnya.
·
Bagi
Hasil Peternakan
Sistem sedua
dilazimkan juga dalam hal memelihara ternak yang berkaki empat. Dengan 2 cara:
1.
Saduo
sambutan(sedua sambutan) yaitu bagi hasil dalam hal memelihara ternak
potong. Sebelum tenak itu diserahkan pemilik kepada peternak, harganya dinilai
bersama terlebih dahulu. Bila ternak itu hendak dipotong atau hendak dijual
lagi harganya pun dinilai kembali selisih harga pembelian dengan penjualan
itulah yang dibagi dua antara pemilik dan peternak dengan jumlah yang sama.
2.
Saduo
itiak(sedua itik) yaitu bagi hasil dalam hal memelihara ternak yang
dikembangkan. Ternak yang diseduakan ini ialah ternak betina. Yag dibagi dua
antara pemilik dengan peternak ialah anak yang dilahirkan ternak itu. Sedangkan
susu yang dihasilkan ternak betina itu sepenuhnya mejadi hak peternak. Kalau
ternak betina itu mulai dipelihara sedari kecil, maka bagi hasil menurut kedua
sistem sedua itu. Sistem sedua hampir bersifat umum untuk kegiatan sektor
produksi.
·
Pemilikan
Harta
Harta ialah benda-benda
yang tidak bergerak. Yang memiliki benda itulah yang dipandang sebagai orang
berharta. Tanpa memiliki salah satu dianggap sebagai urang kurang(orang kurang) ia
akan dipandang rendah, bahkan hina. Alam pikiran demikian bertolak dari ajaran
falsafah mereka bahwa setiap orang dilahirkan sama dalam zatnya dan adalah
kesalahan mereka sendiri apabila kurang dari yang lain. Apabila salah satu dari
keempat macam harta tidak dimilikinya tentu saja ada yang kurang dalam dirinya agar menjadi
sama dengan orang lain dan agar jangan dipandang sebagai urang kurang setiap orang senantiasa berusaha memiliki harta. Kalau
tidak bisa semua, sekurang-kurangnya sebuah rumah. Ada empat cara bagi
seseorang memperoleh harta:
1.
Pusako(pusaka)
ialah warisan yang menurut adat Minangkabau diterima dari mamak oleh kemenakan.
2.
Tambilang
basi(tembilang besi) ialah harta yang diperoleh dari usaha sendiri,
umpamanya dengan cara manaruko sawah atau membuka hutan untuk perladangan
cancang latiah(sencang letih) yang artinya dengan tenaga sendiri.
3.
Tambilang
ameh(tambilang emas) ialah memiliki harta dengan cara membeli. Oleh karena
harta di Minangkabau tidak dapat di beli maka cara memperolehnya ialah dengan
memegang gadai.
4.
Hibah
yaitu harta yang diperoleh karena pemberian.
·
Pusaka
Bagi masyarakat yang berstelsel matrilineal seperti Minangkabau,
warisan diturunkan kepada kemenakan, baik warisan gelar maupun warisan harta,
yang biasanya disebut sako dan pusako(saka dan pusaka). Sebagai warisan, harta yang ditinggalkan pewaris
tidak boleh dibagi-bagi oleh yang berhak. Setiap harta yang telah jadi pusaka
selalu dijaga agar tinggal utuh, demi untuk menjaga keutuhan kaum kerabat. Pada gilirannya diturunkan
pula kepada kemenakan berikutnya. Kemenakan laki-laki dan perempuan yang berhak
menerima warisan memiliki kewenangan yang berbeda. Kemenakan laki-laki
mempunyai hak mengusahakan, sedangkan kemenakan perempuan berhak memiliki disebutkan warih dijawek, pusako ditolong(waris di jawat, pusaka ditolong) ialah bahwa sebagai
warisan harta itu diterima dari mamak, sebagai pusaka harta itu harus
dipelihara dengan baik.
·
Hak
Warisan
Petitih mengatakan bahwa sako(saka) dan pusako(pusaka) diwariskan kepada kemenakannya: dari niniak ke mamak, dari mamak ke kemenakan(dari nenek (moyang) ke mamak, dari mamak ke kemenakan). Pengertian
nenek (moyang) sudah tentu berdasarkan stelsel matrilineal turunnya hak warisan
dari sako dan pusako. Sako adalah warisan jabatan sedangkan pusako merupakan
warisan harta benda. Berhubung sistem ekonomi mereka bersifat komunal, maka dengan
sendirinya harta benda itu milik bersama seluruh kerabat atau seluruh kaum yang
secara geneologis menurut garis turunan perempuan. Sako diwariskan kepada
kemenakan yang didalamnya melengket segala tugas, hak, dan kewajiban
laki-laki. Dalam masalah pusako, kaum laki-laki merupakan kuas sedangkan
pemilikan oleh seluruh kerabat. Dengan sendirinya, meskipun sebagai kuasa laki-laki
tidak berhak menetapkan sendiri kedudukan pusako. Pihak perempuan mempunyai hak
yang sama. Kedudukan barang-barang
yang bergerak berlaku juga ketentuan adat. Namun, dalam perjalanan sejarah kuasa serta
pemilikan terhadap warisan yang demikian seperti ada suatu kesepakatan yang
telah menjadi kelaziman umum, yaitu harta pusaka demikian jatuh kepada
kemenakan laki-laki, sedangkan harta pusaka seorang ibu jatuh menjadi milik
anak perempuan. Terutama berkenaan dengan harta milik ibu ini, anak laki-laki akan
merasa malu menggunakan haknya sebagai ahli warisan. Ajaran mereka berpantang
laki-laki memakan pencarian perempuan Harta itu adalah hak saudara
perempuannya. Seandainya saudaranya yang perempuan tidak ada, hak warisan itu
akan diberikannya kepada saudara sepupunya yang perempuan (anak dari saudara
ibunya yang perempuan). Membagi-bagi harta pusaka kepada ahli waris
yang tidak berhak berakibat memecah belah keutuhan sistem kekerabatan. Ka ateh indak bapucuak, ka bawah indak
baurek, di tangah-tangah dilariak kumbang
·
Pusaka
Rendah dan Pusaka Tinggi
Warisan yang ditinggalkan seseorang pada tingkat pertama disebut
sebagai pusako rendah(pusaka rendah).
Ahli waris
dapat membuat kesepakatan untuk mengelolah harta warisan itu Sebagai pusaka tinggi warisan itu memerlukan
persetujuan penghulu kaum untuk mengubah statusnya, umpamanya untuk
menggadaikannya. Persetujuan penghulu itu tentu saja tidak akan mudah didapat
karena penghulu itu hanya akan menyetujui tindakan itu apabila seluruh ahli
waris telah sepakat. Petitih mereka mengatakan tentang harta warisan itu:Warih dijawek pusako ditolong(warisan
dijawat pusako ditolong). Yang artinya sebagai warisan, kepada yang berhak
menjawatnya (menyambutnya) tetapi sebagai pusaka harus ditolong atau
dipelihara, karena ia merupakan suatu lembaga milik bersama untuk
turun-temurun. Rumah gadang sebagai pusaka mempunyai nilai sendiri dalam sistem pewarisan. Ia
ditempatkan seolah-olah pusaka yang sakti
atau tidak dapat diganggu gugat atau dipindah tangankan milik yang
dikuasai kerabat yang perempuan.
·
Harta
Pencarian
Yang dimaksud dengan harta pencarian yaitu harta yang diperoleh
karena usaha pribadi. Sebagai harta pencarian hak warisannya tidak jatuh kepada hukum
adat. Apabila dari hasil pencariannya ia memegang gadaian dikampung halamannya,
maka hak warisan dari harta itu jatuh kepada hukum adat. Sesuai dengan bunyi
petitih:Dimano bumi dipijak, disitu
langik dijunjuang(dimana bumi dipijak, disana langit dijunjung). Harta
pencaharian yang letaknya di rantau, hukumnya menurut: Dimano bumi dipijak, disitu langik dijunjuang.
·
Harta
Suarang
Harta yang diperoleh karena kerja sama dengan suami itu disebut suarang. Suarang dibagi, pusako dibalah(barang dibagi, pusaka dibelah).
Maksudnya, bila perkawinan mereka bubar Ketentuannya sebagai berikut. (1) Bila
suami istri bercerai, harta suarang dibagi dua antara mereka yang berusaha. (2)
Bila perkawinan itu bubar karena suami meninggal, harta itu dibagi dua antara
istri dan ahli waris suaminya yang dalam hal ini kemenakannya. (3) Bila yang meninggal
istri, harta itu dibagi dua antara suami dan ahli waris istrinya yang dalam hal
ini anaknya. (4) Bila keduanya meninggal serempak, bagian suami diwarisi
kemenakannya, seangkan bagian istri diwarisi anak-anaknya. Pengertian anak dari
istri itu bisa saja anak-anaknya dari suaminya yang lain.
·
Pegang
Gadai
Dalam pindah tangan pemilikan harta di Minangkabau tidak dikenal
sistem jual beli. Di Minangkabau tidak ada orang yang mau dan dapat menjual
hartanya, karena selain harta demikian merupakan milik bersama, hukum adat pun
tidak membenarkannya. Dijual tak
dimakan bali, digadai tak dimakan sando”(dijual tak
dimakan beli, digadai tak dimakan sandera). Apabila harta pusaka itu hendak
dipindahtangankan untuk mengatasi kesulitan, ia hanya dapat digadaikan sebagai
jaminan pinjaman. Sando atau sandaro ada tiga jenisnya:
1.
Sando atau
sandaro(sandera) yaitu menggadaikan harta yang akan ditebus sewaktu-waktu,
sekurang-kurangnya setelah sekali panen.
2.
Sando
kudo”atau”sandaro kudo(sandera kuda), yaitu menggadaikan harta yang tidak
mungkin dapat ditebus lagi karena telah beberapa kali dipadalam (diperdalam),
yakni uang gadaian diminta tambah, sehingga kalau hendak ditebus harganya telah
terlalu tinggi. Lebih baik memegang gadai orang lain yang luasnya sama tetapi
harganya akan lebih rendah.
3.
Sando
aguang”dan”sandaro aguang(sandea agung), yaitu merungguhkan harta untuk
selamanya, bagai salamo matohari, bulan dan bintang berada, salamo awan putiah,
salamo gagak itam, salamo aia ilia (selama matahari, bulan dan bintang beredar,
selama awan putih, selama gagak hitam, selama air mengalir).
·
Alasan
Gadai
Hanya karena empat alasan pegang
gadai bisa dilakukan. Itu pun harus atas kesepakatan semua warga kaum.
Keempat alasan itu :
1.
Maik
tabujua di ateh rumah(mayat terbujur di atas rumah).
2.
Managakkan
gala pusako(mendirikan gelar pusaka),
3.
Gadih
gadang indak balaki(gadis dewasa belum bersuami)
4.
Rumah
gadang katirisan(rumah gadang ketirisan
·
Syarat
Pegang Gadai
Syarat pegang gadai sangat berat bagi pihak yang menggadaikan. Nilai
harga gadaian hampir sehingga akan sulit menebusnya kembali. Dan selama
tergadai, hasil atau sebagian hasil dari harta pusaka itu tidak diperoleh lagi
kalau tidak oleh alasan yang berat yang akan dapat member malu seluruh kaum
kerabat, maka pegang gadai tidak akan pernah dilakukan. Syarat dalam perjanjian
pegang gadai Pegang gadai dianggap sah, apabila semua ahli waris telah
menyetujuinya. Andai kata masih ada salah seorang saja yang berkeberatan,
pegang gadai dipandang tidak sah. Jangka waktu perjanjian pegang gadai
sekurang-kurangnya sampai si pemegang telah memetik hasil harta yang
digadaikan, yakni sekali panen. Pihak penggadai mempunyai hak pertama untuk
menggarap tanah (sawah) yang tergadai dengan system sedua. Jika ia tidak hendak
menggarapnya pemegang boleh menyerahkan kepada orang lain. Pemegang gadai tidak
boleh menggadaikan lagi tanah atau sawah yang dipegangnya ke pihak ketiga tanpa
persetujuan penggadai pertama. Sebaliknya, penggadai pertama wajib menyetujui
penggadaian ke pihak ketiga bila pemegang memerlukan uangnya dan sipenggadai
belum dapat menebus. Dalam hal ini penggadai pertama atau ahli warisnya dapat
menebus gadaian itu langsung kepada pihak ketiga. Nilai harga harta gadaian boleh diperdalam.
Artinya sipenggadai boleh meminta tambahan harga gadaian dalam masa perjanjian
pegang gadai berjalan. Sebaliknya penebusannya tidak dapat dilakukan dengan
cicilan. Jika salah satu pihak yang membuat perjanjian pegang gadai meninggal
atau keduanya meninggal maka hak pegang atau hak tebus diwariskan kepada ahli
warisnya masing-masing. Jika dalam masa perjanjian itu terjadi kerusakan
terhadap harta gadaian, umpamanya karena bencana alam kedua belah pihak tidak
terikat pada masalah ganti rugi. Pemegang berhak memperbaiki kerusakan itu
serta menggarapnya terus sebagaimana biasa. Andai kata si pemegang tidak hendak
memperbaikinya, maka harta gadaian itu kembali menjadi hak penggadai. Jika yang
digadaikan itu tanaman keras, seperti kelapa atau cengkih pemegang berhak
mengambil hasilnya tetapi tidak boleh memegang pohonnya.
·
Hibah
Hibah artinya pemberian. Bagi masyarakat Minangkabau ialah pemberian
harta ayah kepada anaknya yang akan dihibahkan itu merupakan harta kaum, maka
tata cara penghibaan itu senantiasa melalui hokum adat yaitu persetujuan
anggota kaum pemberi hibah dan penyerahannya dihadiri mamak atau penghulu kedua
belah pihak.
RUMAH GADANG
Rumah gadang
minangkabau merupakan tugu hasil kebudayaan suatu suku bangsa yang hidup di
daerah bukit barisan yang menjajar di sepanjang pantai barat Pulau Sumatra
bagian tengah. Rumah gadang mempunyai
kolong yang tinggi. Atap nya yang lancip merupakan arsitektur yang khas serta
membedakannya dengan bangunan suku bangsa lain di edaran garis katulistiwa itu.
·
Arsitektur
Sebagai suku bangsa yang menganut falsafah alam
takambang jadi guru, mereka menyelaraskan kehidupan pada susunan alam yang
harmonis tetapi juga dinamis sehingga
kehidupannya menganut teori dialektris
yang mereka sebut bakarano bakajadian( bersebap dan berakibat) rumah gadang
itu pun mengandung rumusan falsafah itu. Rumah gadang itu berbentuk segi empat yang tidak dimetris yang
mengambang ke atas. Garis melintangnya melengkung secara tajam dan juga landai
dengan bagian tengahnya rendah. Lenkung
pada atapnya tajam seperti garis tanduk kerbau sedangkan lengkung badan
rumah seperti badan kapal. Garis segi empat yang membesar ke atas
dikombinasikan dengan garis yang melengkung rendah di bagian tengah secara
esterika merupakan komposisi yang di di names. Jika di lohat pula dari sebelah
sisi bangunan, maka segi empat yang memebesar ke atas ditutup semuanya
membantuk keseimbangan estetika yang sesuai dengan ajaran hidup mereka. Garis dan bentuk rumah
gadangnya kelihatan serasi dengan alam bukit barisan yang bagian puncaknya
bergaris lengkung yang meninggi pada bagian tengahnya serta garis lerengnya
melengkung dan menganbang kebawah dan dengan membentuk persegi tiga pula. Garis
alam bukit barisan dan garis rumah gadang merupakan garis-garis yang berlawanan
tetapi merupakan komposisi yang harmonis jika di lihat secara estetika. Jika
dilihat dari segi fungsinya garis-garis rumah gadang menunjukkan penyesuian
dengan alam tropis atap yang lancip berguna untuk membebaskan dari endapan air
pada ijuk yang berlapis-lapis itu sehingga air hujan yang betapapun sifat
curahnya akan meluncur cepat pada atapnya. Bangun rumah yang membesar ke atas
yang meraka sebut silek membebaskannya dari terpaan tampias. Kolongnya
memberikan hawa yang segar terutama pada musim panas. Di sampng itu gadang
bangunan berjajaran menurut mata angin dari utara ke selatan guna
membebaskannya dari panggang matahari serta serbuan angin. Arsitektur rumah gadang
itu di bangun menurut syarat-syarat estetika dan fungsi yang sesuai dengan kodrat atau yang
mengandung nilai-nilai kesatuan, keseimbangan, dan kesetangkupan dalam ke
utuhannya yang padu.
·
Ragam Rumah Gadang
Rumah gadang mempunyai nama yang beraneka ragam menurut
bentuk ukuran, serta gaya kelarasanny dan gaya luhak. Menurut bentuknya ia
lazim pula di sebut rumah gonjong atau rumah bagonjang(rumah
bergonjang) karena bentuk atapnya yang bergonjong runcing menjulang. Namalah
yang membedakannya dengan rumah yang beratap biasa. Jika menurut ukuranya ia
tergantung pada jumblah lanjarnya. Lanjar ialah ruang dari depan
kebelakang. Sedangkan ruang yang berjajar dari kiri ke kanan di sebut ruang.
Rumah yang berlabnjar dua dinamakan lipek pandan(gajah mengeram).
Lazimnya gajah mengeram memakai gonjong enam atau lebih. Menurut gaya
kelarasan, rumah gadang aliran koto piliang di sebut si tijau laut. Kedua
ujung rumah diberi beranjung, yakni sebuah ruang kecil yang lantainya lebih tinggi. Karena
beranjung itu ia disebut juga rumah baanjuang (rumah baranjueng). Sedangkan rumah dari aliran bodi caniago
lazimnya di sebut rumah gadang bangunannya tidak beranjung atau berserambi
sebagai mana rumah dari koto piliang seperti halnya diluhak agam dan luhak lima puluh koto. Rumah gadang
kaum ini menurut tipe rumah gadang koto paliang, yaitu memakai anjung pada
kedua anjung rumahnya. Sedangkan system pemerintahannya menurut aliran Bodi
Caniago. Rumah gadang dari tuan gadang di patipuh yang bergerlar Harimau Campo
Koto piling yang bertugas sebagai panglima disebut rumah
batingkok(rumah bertingkap). Tingkapnya terletak di tengah puncak atap.
Mungkin tingkap atap itu di gunakan sebagai tempat mengintip agar panglima
dapat menyiapkan kewaspadaannya. Rumah di daerah cupak atau Salayo, di luhak kubung
tiga belas merupakan wilayah kekuasaan raja disebut rumah”berserambi”( rumah berserambi). Tiap luhak mempunyai gaya
dengan namanya yang tersendiri. Rumah gadang luhak tanah datar dinamakan gajah
maharam karena besarnya. Sedangkan modelnya rumah baanjuang karena
luhak itu menganut aliran kelarasan koto
piliang. Rumah gadang luhak agam dinamakan serambi papek(serambi pepat) yang bentuknya bagai dipepat pada kedua belah
ujungnya. Sedangkan luhak lima puluh koto dinamakan rajo babandiang(raja berbanding) yang bentuknya seperti rumah luhak tanah datar
yang tidak beranjung.
Pada umumnya rumah gadang mempunyai satu tangga yang terletak
dibagian depan. Letak tangga rumah gadang Rajo Babandiang dari luhak lima puluh
koto di belakang. Letak tangga rumah gadang surambi papek dari luhak agam
disebelah kiri antara dapur dan rumah. Rumah gadang sitinjau laut atau rumah
baanjaung dari tipe koto piliang mempunyai tangga di depan dan di belakang yang
letaknya di tengah. Rumah gadang dibangun baru melazimkan letak tangganya
didepan dan dibagian tengah. Dapur dibangun terpisah pada bagian belakang rumah
yang didempet pada dinding. Tangga rumah gadang rajo babandiang terletak pada
bagian dapur dan rumah. Dapur rumah gadang sarambi papek dibangun terpisah oleh
suatu jalan untuk keluar masuk malalui tngga rumah.
·
Fungsi Rumah Gadang
Rumah gadang di katakan gadang bukan karna gadang(besar) bukan karna fisiknya besar, melainkan fungsinya. Selain
sebagai tempat kediaman keluarga, fungsi rumah gadang juga sebagai lambang
kehadiran suatu kaum seta sebagai pusat kehidupan dan kerukunan rumah gadang
mempunyai ketentuan-ketentuan tersendiri. Setiap perempuan yang bersuami
memperoleh sebuah kamar. Perampuan yang termuda memperoleh kamar yang terujung.
Pada gilirannya ia akan berpindah ke tengah jika seorang gadis memperoleh suami
pula. Sebagai tempat bermufakatan, rumah gadang merupakan bangunan pusat dari
seluruh anggota kaum dalam membicaraka masalah mereka bersama. Sebagai tempat
melaksanakan upacara, rumah gadang menjadi penting dalam meletakkan tingkat
martabat mereka pada tempat yang semestinya. Di sanalah dilakukan penobatan
penghulu. Sebagai tempat merawat keluarga, rumah gadang berperan pula sebagai
rumah sakit setiap laki-laki yang menjadi keluarga mereka antara
istri-istrinya.
Umumnya rumah gadang di diami nenek,ibu,dan anak-anak
perempuan. Bila rumah itu telah sempit, rumah lain akan dibangun di sebelahnya.
Andai kata rumah yang akan dibangun itu bukan rumah gadang, maka lokasinya di
tempat yang lain yang tidak sederetan dengan rumah gadang.
·
Fungsi Bagian Rumah
Rumah gadang terbagi atas bagian-bagian yang masing-masing mempunyai
fungsi khusus. terbagi atas lanjar dan ruang yang di tandai oleh
tiang. Tiang itu berbanja dari muka kebelakang dan dari kiri ke kanan. Tiang
yang berbanjar dari depan ke belakang menandai lanjar, sedangkan dari tiang
kiri ke kanan menandai ruang. Jumlah lanjar tergantung pada besar rumah, bisa dua, tiga, dan empat.
Ruangnya terdiri dari jumlah yang ganjil antara tiga dan sebelas. Lanjar yang
terletak pada bagian dinding sebelah belakang bias digunakan untuk kamar-kamar.
Lanjar kedua merupakan
bagian yang digunakan sebagai tempat khusus penghuni kamar. Lanjar ke tiga
merupakan lanjar tengah pada rumah berlanjar empat dan merupakan lanjar tepi
pada rumah belanjar tiga. Sebagai lanjar tengah, ia digunakan untuk tempat
menanti tamu penghuni kamar masing-masing yang berada di ruang itu. Lanjar tepi
yaitu yang terletak dibagian depan dinding depan, merupakan lanjar terhormat
yang lazimnya digunakan sebagai tempat tamu laki-laki bila diadakan perjamuan. Kolong rumah
gadang sebagai tempat penyimpanan alat-alat pertanian dan atau juga tempat
perempuan bertenun. Seluruh kolong di tutup dengan ruyung yang berkisi-kisi
jarang.
·
Tata Hidup Dan Pergaulan Dalam Rumah Gadang
Rumah gadang sangat dimuliakan, bahkan di pandang suci.
Oleh karena itu, orang yang mendiami nya mempunyai darah turunan yang murni
dari kaum yang bermatabat Sebagai perbendaharaan kaum yang dimuliakan dan di pandang suci,
maka setiap orang yang naik kerumah gadang akan mencuci kakinya lebih dahulu di
bawah tangga. Di situ disediakan sebuah batu ceper yang lebar yang di sebut
batu talapakan , sebuah tempat air yang juga dari batu yang di sebut
cibuak meriau, serta sebuah timba air dari kayu yang bernama taring
berpanto. Para tamu dating pada waktu tertentu, lazimnya pada hari baik
bulan baik.
·
Tata Cara MendirikanRumah Gadang
Rumah gadang
dibangun di atas tanah kaum dengan cara bergonto-royong sesama mereka serta
dibantu kaum yang lain hanya boleh didirikan pada perkampungan yang berstatus
nagari atau koto. Diperkampungan yang lebih kecil, hanya boleh didirikan rumah
yang bergojong dua. Diteratak tidak boleh didirikan rumah yang bergonjong. Pendirian
rumah gadang itu dimilai dengan permufakatan orang yang sekaum. Hasil mufakat
itu di smpaikan kepada penghulu suku. Kemudian penghulu suku inilah yang
menyampaikan rencana mendirikan rumah gadang itu kepada penghulu suku yang
lain. Peristiwa ini disebut acara maelo kayu (menghela kayu). Bila bahan
sudah cukup tersedia, dimulailah mancatak tiang tua,
seperti ketikabatagak
tiang(menegakkan tiang), yaitu pekerja mendirikan seluruh tiang dan
merngkumnya dengan balok-balok yang tersedia, di adakan pula kenduri maimbau(memanggil)
semua orang yang patut di undang. Demikian pula pada waktu menaikan kudo-kudo(menaikan kuda-kuda) kenduripun diadakan lagi dengan maksud yang sama. Apabila rumah
itu selesai diadakan lagi perjamuan menaiki rumah(menaiki rumah) dengan
menjamu semua orang yang telah ikut membantu selama ini. perjamuan ini semua
tamu tidak membawa apapun karena perjamuan merupakan suatu upacara syukuran dan
terima kasih kepada semua orang.
·
Ukiran
Semua dinding rumah gadang dari papan, terkecuali
dinding bagian belakang dari bambu. Semua papan yang menjadi dinding dan
manjadi bingkai diberi ukiran, sehingga semua dinding penuh ukiran. Ada kalanya
tiang yang tegak ditengah diberi juga sebaris ukiran pada pinggangnya ajaran
falsafah minang kabau yang bersumber dari alam terkembang, sifat ukiran non
figurative, tidak melukiskan lambang-lambang atau simbol-simbol. Motifnya
tumbuhan merambat yang disebut akar yang berdaun, berbunga, dan berbuah. Pola
akar itu berbentuk lingkaran. Akar berjajaran, berhimpatan, berjalinan, dan
juga bersanbung menyambung. Cabang atau ranting akar itu berkeluk keluar, kedalam,
keatas, dan kebawah. Ada keluk yang searah disamping ada yang berlawanan.
Seluruh bidang diisi dengan daun, bunga, dan buah karena rambatan akar itu
bervariasi banyak maka masing-masing diberi nama tergantung pada garis yang dominan pada
ukiran nama yang diberikan sebagaimana
berikut:
1.
ular gerang karena lingkaran yang
menimbulkan asosiasi pada bentuk ular
yang sedang melingkar.
2.
saluak (seluk) karena bentuknya yang
berseluk atau berhubungan satu sama lain.
3.
jalo (jala) atau tangguak (tangguk)
atau jarek (jerat) karena mempunyai jalinan benang pada alat penangkap
hewan.
4.
aka (akar), karena bentuknya merambat.
Akar ganda yang paralel dinamaka kambang
(kembang = mekar).
5.
kaluk (keluk).
6.
salompek (selompat). Ukuran atau bentuk
lingkaran itu sama atau tidak sama.
Dari motif pokok
itu dapat dibuat
berbagai variasi :
Mengkombinasikannya motif segi empat.Menyusun dalam kombinasi rangkap.
memperbesar atau mempertebal bagian-bagian hinggal lebih menonjol
dari yang lain. Memutar atau membalikkan komposisi. Disamping motif akar
dengan berbagai pola itu, ada lagi motif akar yang tidak memakai pola.
Ukirannya mengisi seluruh bidang yang salah satu bagian sisinya bergaris
lerung. Motif lainnya ialah motif geometri bersegi tiga, empat, dan genjang.
Motif ini dapat dicampur dengan motif akar, juga bidangnya dapat diisi ukiran
atau dihias ukiran pada bagian luarnya. Motif daun, bunga atau
buah dapat juga diukir tersendiri, secara berjajaran. Ada kalanya dihubungkan
oleh akar yang halus, disusun berlapis dua, atau berselang-seling berlawanan
arah, atau berselang-seling dengan motif lainnya. Nama bagi motif daun, bunga,
dan buah boleh dikatakan semua menggunakan nama daun, bunga, dan buah yang
dipakai sebagai model ukiran, seperti daun sirih sakek(anggrek), kacang dan bodi. Ada kalanya hiasan ukiran pengganti
bunga atau buah itu dipakai motif dari benda perhiasan lainnya, Nama ukiran
geomteri bersegitiga pada umumnya disebut dengan pucuk rebung atau si tinjau
laut. Ukiran
segi empat dinamakan siku. Ukiran segi empat genjang. dinamakan sayat gelami. Nama ukiran yang dibuat
bervariasi dengan berbagai kombinasi dan peribahan komposisi dan penonjolan
bagian-bagiannya umumnya memakai nama hewan Pemenpatan motif ukiran tergantung
pada susunan dan letak papan pada dinding rumah gadang. Pada papan yang
tersusun secara vertikal, motif yang digunakan ialah ukiran akar. Pada papan
yang dipasang secara horizontal, digunakan ukiran geometris. Pada bingkai
pintu, jendela, dan pelapis sambungan antara tiang dan bandul serta param,
dipakai ukiran yang motif lepas. Sedangkan pada bidang yang salah satu sisinya
berelung dipakai bermotif ukiran akar bebas. Ada kalanya dipakai motif kumbang,
mahkota, dan lain-lainnya sebagai hiasan pusat.
·
Rangkiang
Setiap rumah gadang mempunyai rangkiang yang ditegakkan
dihalaman depan. Rangkiang ialah bangunan tempat menyimpan padi milik kaum. Ada
empat macam jenisnya. Bentuk rangkiang sesuai dengan gaya bangunan rumah gadang. Atapnya
bergonjong dan dibuat dari ijuk. Tiang penyangganya sama tinggi dengan tiang
rumah gadang. Pintunya kecil dan terletak pada bagian atas dari salah sati
dinding singkok(singkap) yaitu bagian segi tiga
lotengnya. Tangga bambu untuk menaiki Rangkiang dapat dipindah-pindahkan untuk
keperluan lain dan bila tidak digunakandisimpan di bawah kolong rumah gadang. Empat jenis Rangkiang :
1.
Si tinjau lauik (Si tinjau laut) yaitu
tempat menyimpan padi yang akan digunakan untuk membeli barang atau keperluan
rumah tangga yang tidak dapat dibikin sendiri.
2.
Si bayau-bayau yaitu tempat menyimpan
padi yang akan digunakan untuk makan sehari-hari.
3. Si tangguang lapa (si tanggung lapar),
yaitu tempat menyimpan padi cabangan yang akan digunakan pada musim pecaklik.
4.
Si rangkiang kaciak (rangkiang kecil),
yaitu tempat menyimpan padi abuan yang akan digunakan untuk benih dan biaya
mengerjakan sawah pasa musim
berikutnya.
·
Balairung dan Masjid
Balairung ialah bangunan yang digunakan sebagai tempat
para penghulu mengadakan rapat tentang urusan pemerintah nagari dan
menyidangkan perkara atau pengadilan. bangunan diatas tiang dengan atap yang
bergonjong-gonjong, tetapi kolongnya lebih rendah dari kolong rumah gadang.
Tidak berdaun pintu dan berdaun jendela. Ada kalanya balairung itu tidak
berdinding sama sekali segingga panghulu mengadakan rapat dapat diikuti oleh
umum seluas-luasnya. Kedua kelarasan yang berada aliran itu mempunyai perbedaan pula dalam
bentuk balairung masing-masing. Balairung kelarasan Koto Piliang mampunyai
anjung pada kedua ujungnya dengan lantai lebih tinggi. Lantai yang lebih tinggi
digunakan sebagai tempat penghulu pucuk. Anjungnya ditempati raja atau
wakilnya. Sedangkan balairung kelarasan Bodi Caniago tidak mempunyai anjung
dan lantainya rata dari ujung-keujung. Balairung dari
aliran ketiga, Balairung ini diberi labuah gajah, tetapi tidak mempunayi
anjung. Bangunannya rendah tanpa dinding sama sekali, sehingga setiap orang
dapat melihat permufakatan yang diadakan diatasnya. Tipe lain dari balairung
Pada halaman depan diberi parit sehingga setiap orang yang akan masuk ke
balairung harus melompat terlebih dahulu. Pintu balairung diletakkan pada
lantai dengan tangganya dikolong, sehingga setiap orang yang akan naik ke
balairung itu harus menunduk ke bawa lantai.Apabila balairung digunakan sebagai
pusat pemerintahan, maka masjid merupakan pusat kegiatan kerohanian dan ibadah.
·
Pemedanan Galanggang dan Sasaran
Pusat kegiatan duniawi ialah pemedanan, yaitu
suatu medan atau lapangan luas yang terletak diluar perkampungan digunakan tempat penyelesai
persengketaan antara orang-orang, antara kaum, dan atau antara nagari yang
tidak mungkin diselesaikan penghulu masing-masing. Dalam perkalahian pisik,
pihak yang bersengketa masing-masing membawa teman yang bertugas sebagai saksi
atau sebagai pembantu untuk menggotong pulang yang kalah atau untuk membalas
kecurangan yang mungkin dilakukan satu pihak. Apabila dengan dialog itu tidak
dapat penyelesaian, mereka akan
melakukan perkelahian bebas dengan bersenjata atau tanpa senjata. Orang perkasa
yang melakukan tindakan sewenang-wenang terhadap orang yang kecil boleh
dikeroyok pada saat kesewenangan itu dilakukannya tidak bolah pada waktu yang
lain. Pengeroyokan pada waktu yang lain dilakukan dengan bersembunyi sehingga
tidak seorangpu yang tahu.Adapula galanggang(gelangang). Ia merupakan tempat permainan rakyat, pimpinan
galanggang dinamakan juaro(juara). Guna tempat latihan ketangkasan atau
permainan lainnya didekat surau dibangun pula sautu bangunan yang dinamakan sasaran.
Bagunan itu persegi empat tampa dinding dan atapnya belah ketupat. Sasaran
tidak hanya digunakan kaum yang bersangkutan, tapi juga dapat digunakan anggota
kaum lain sebagai tempat belajar pada salah satu pendekar terkemuka
dibidangnnya.
PERKAWINAN
Suku bangsa
Minangkabau, menempatkan perkawinan menjadi persoalan dan urusan kaum kerabat,
mulai dan meneari pasangan, membuat persetujuan, pertunangan, dan perkawinan,
bahkan sampai kepada segala urusan akibat perkawinan itu, sehingga masalah pribadi
dalam hubungan suami istri tidak terlepas dan masalah bersama bersifat
eksogami. Kedua belah pihak atau salah satu pihak dari yang menikah itu tidak
lebur ke dalam kaum kerabat pasangannya. Jadi, setiap orang tetap menjadi warga
kaumnya masing-masing, meskipun telah diikat perkawinan dan telah beranak-pinak
karenanya. Anak yang lahir akibat perkawinan itu menjadi anggota kaum sang
istri. Perkawinan
eksogami meletakkan para istri pada status yang sama dengan suaminya pola hidup
komunal menyebabkan mereka tidak tergantung pada suaminya ia bukanlah pemegang
kuasa atas anak dan istrinya.
·
Perkawinan
Ideal
Perkawinan
yang paling ideal ialah perkawinan antara keluarga dekat, pulang ke mamak atau pulang
ke bako. Tingkat perkawinan ideal berikutnya ialah perkawinan ambil-mengambil. Artinya kakak beradik
laki-laki dan perempuan A menikah secara bersilang dengan kakak beradik
laki-laki dan perempuan B.
perkawinan antara awak sama awak. Pola perkawinan awak sama awak itu
berlatar belakang sistem komunal dan kolektivisme yang dianutnya pola
perkawinan eksogami yang menjadikan ikatan suami istri begitu semu itu
diperlukan modus agar lembaga perkawinan tidak menjadi rapuh. Tambah dekat
hubungan awaknya, tambah kukuhlah hubungan perkawinan itu. Perkawinan
dengan orang luar, terutama mengawini perempuan luar dipandang sebagai perkawinan
yang akan bisa merusakkan struktur adat mereka kehadiran seorang istri yang
orang luar dipandang sebagai beban bagi seluruh keluarga pula.
·
Kawin
Pantang
Hukum
perkawinan selain mempunyai larangan juga mempunyai pantangan. Pengertian
larangan ialah perkawinan tidak dapat dilakukan. Yang berupa pantangan,
perkawinan dapat dilakukan dengan sanksi hukuman semacam perkawinan sumbang,
tidak ada larangan dan pantangannya akan tetapi lebih baik tidak dilakukan.
Perkawinan yang dilarang ialah perkawinan yang terlarang menurut hukum
perkawinan yang telah umum seperti mengawini ibu, ayah, anak saudara seibu dan
sebapak, saudara ibu dan bapak, anak adik dan kakak, mertua dan menantu, anak
tiri dan ibu atau bapak tiri, saudara kandung istri atau suami, dan anak saudara
laki-laki ayah. Perkawinan Pantang ialah perkawinan yang akan merusakkan sistem adat
mereka.
Perkawinan sumbang merusakkan kerukunan sosial lebih bertotak pada menjaga
harga diri orang tidak tersinggung atau merasa direndahkan diagungkan ajaran raso jo pareso(rasa
dan periksa) atau tenggang raso (tenggang rasa) Pantangan perkawinan : (1) mengawini orang yang
telah diceraikan kaum kerabat, sahabat dan tetangga dekat. (2) mempermadukan
perempuan yang sekerabat, sepergaulan, dan setetangga. (3) mengawini orang yang
tengah dalam pertunangan. (4) mengawini anak tiri saudara kandung. Sanksi hukum ditimpahkan
kepada pe1anggar tergantung kepada keputusan yang ditetapkan musyawarah
kaumnya. Tingkatannya antara lain: membubarkan perkawinan itu, hukum buang
dengan diusir dari kampung atau dikucilkan dan pergaulan atau hukum denda dengan
cara meminta maaf kepada semua pihak pada suatu perjamuan dengan memotong
seekor dua ekor temak.
·
Aneka
Ragam Perkawinan
Dalam alam pikiran orang Minangkabau, tata cara
perkawinan ada dua yakni menurut syarak (agama) dan menurut adat. Syarak ialah mengucapkan
akad nikah di hadapan kadhi. Upacara perkawinan menurut adat perlu pula
dilaksanakan. Perkawinan menurut syarak saja lazin disebut kawin gantung atau
nikak ganggang. Melakukan kawin gantung disebabkan salah satu atau kedua orang
yang menikah itu belum cukup umur, atau yang laki-laki belum mempunyai
pekerjaan, atau pihak perempuan belum sanggup menyelenggarakan perhelatan
menurut adat. Akan tetapi, kedua belah kekerabat telah sepakat untuk bertalian
keluarga secepatnya dan agar kedua remaja itu tidak terpaling kepada yang lain. Perkawinan baru dianggap
sah bila telah dilakukan perkawinan menurut adat perkawinan ganti lapik atau
ganti tikar yaitu perkawinan seseorang Perkawinan seperti ini hendak mendukung
tali persaudaraan antara dua kerabat agar tetap utuh dan juga karena alasan
agar anak-anak dari perkawinan lama memperoleh ayah atau ibu tiri yang bukan
orang lain.
Perkawinan yang unik ialah dua buto (cina buta). Bentuk perkawinan lain yang lazim pula ialah kawin wakil. Terjadi riya karena
pengatin laki-laki tidak dapat hadir pada waktu pemikahan.
·
Pinang-Meminang
Lazimnya
diprakarsai kerabat pihak perempuan. Mulailah kerabatnya menyakangkan mata. Jika basil penyelidikan
itu memberi angin, barulah dikirim utusan untuk melakukan pinangan dipimpin
mamak si gadis. Kepastian hasil dalam pinang-meminang itu belum diambil. Pihak
laki-laki akan merundirigkan lebih dahulu masalahnya dengan semua kerabat.
Apabila pinangan telah diterima tidaklah otomatis perkawinan bisa
dilangsungkan. Rundirigan selanjutnya ialah untuk menentukan kapan waktunya
pertunangan dilaksanakan. Hari pertunangan itu biasa disebutkan batimbang tando. Benda yang dijadikan
pertukaran tanda itu tidaklah sama pada semua nagari. Namun yang umum pihak
perempuan memberikan kain atau perhiasan emas, sedangkan pihak laki-laki
membetikan keris pusaka. Andai kata pertunangan itu putus, pihak yang memutuskan akan
mengembalikan tanda yang ditetima dahulu. Namun, pihak lain tidak berkewajiban
mengembalikan tanda yang diterimanya. Setelah pertunangan memakan jangka waktu tertentu,
barulah dimulai pula perundirigan pemikahan. dibicarakanlah waktu dan cara yang
akan digunakan dalam perkawinan
·
Mas
kawin, Uang Antaran, Uang Jemputan dan Sebagainya
Masyarakat Minangkabau tidak mengenal mas kawin lebih
merupakan suatu perikatan antara dua kerabat daripada perjodohan antara dua
jenis kelamin. Namun, marapulai yang datang untuk bertempat tinggal di rumah
istrinya selama membayar mahar menurut hukum Islam, membawa juga perangkat
keperluan anak dara yang jadi istrinya itu, yang disebut sebagai panibo. Spasang pakaian lengkap
untuk anak dara. Di berbagai luhak atau nagari panibo itu berbeda beda
bentuknya.
·
Malam
Bainai
Acara malam bainai dilaksanakan di rumah anak dara, yang
diadakan sehari atau beberapa hari sebelum hari pemikahan. Bainai ialah
memerahkan kuku pengantin dengan daun inai yang telah dilumatkan. Masalah uang jemputan atau
uang dapur itu menjadi syarat yang mutlak bagi suatu perjodohan jejaka yang
hendak menikah tidak dapat berbuat lain karena ikatan kekerabatannya lebih kuat
daripada cinta kasihnya kepada calon istrinya. Jika mereka punya perempuan. Dan kalau ada
laki-aki pihak marapulai yang hadir, mereka hanyalah pngiring untuk teman
pulang di tengah malam. Mereka tidak ikut naik ke rumah. Hanya di halaman saja. Dalam acara
ini hanya dihidangkan minuman dan makanan kecil. Tujuan menginai kuku agar
merah itu ialah untuk memberikan pertanda kepada kedua pasangan .
·
Acara
Perkawinan
Acara perkawinan dimulai pada hari pemikahan. Hari yanig
dianggap paling baik ialah petang Kamis malam Jumat. Sedangkan musim
perkawinan pada umumnya sehabis panen pada daerah-daerah agraris.
·
Pernikahan
Acara pemikahan menurut kebiasaan yang lazim
dilaksanakan di rumah anak dara. Namun, biasa pula dilaksanakan di masiid. Jika
dilaksanakan di masiid, calon marapulai dijemput ke rumah orang tuanya untuk
dibawa ke masiid oleh utusan kerabat anak dara. Utusan itu terdiri dan kaum
laki-laki semata. Bila dalam perjanjian semula ada syarat-syarat yang harus
diisi pihak kerabat anak dara maka pada waktu itulah perjanjian itu dipenuhi.
Semua syarat itu dibawa dua tiga perempuan tua. Kalau pemikahan itu
dilaksauakan di rumah anak dara utusan akan terdiri dan laki-laki dan perempuan.
Saat itu merupakan kesempatan yang tepat untuk mengundang seluruh kerabat
marapulai untuk menghadiri perjamuan di rumah anak dara. Apabila pemikahan itu
akan dilaksanakan dalam beberapa hari, marapulai akan memakai pakaian biasa
yang lengkap saja. Akan tetapi, bila saat pemikahan itu acara perhelatan
perkawinan langsung diadakan, marapulai akan mengenakan pakaian marapulai
tradisional. Pakaian itu biasanya dibawa utusan anak dara. Sehabis pemikahan
marapulai akan kembali ke rumah orang tuanya. Ia akan ke rumah anak dara bila
dijemput secara adat. Dalam acara pernikahan marapulai dan anak dara tidak dihadirkan
berhadap-hadapan. Sebab, yang akan mengucapkan akad (perjanjian) nikah hanyalah
marapulai kepada ayah (wali) anak dara. Anak dara hanyalah menyatakan
persetujuannya kepada para saksi yang datang menanyainya di kamarnya. Saksi
yang utama dalam hal ini ialah kadhi. Akan tetapi ayah anak dara boleh juga
meminta kadli untuk mewakilinya untuk melaksanakan akad nikah.
·
Menjemput
Marapulai
Acara yang paling pokok dalam perkawinan menurut adat
istiadat ialah basandiang (bersanding), yaitu mendudukkan kedua pengantin di
pelaminan untuk disaksikan jamu atau tamu yang hadir. Sebelum bersanding
marapulai lebih dahulu dijemput ke rumah kerabatnya. Pada waktu itulah segala
upacara adat istiadat perkawinan harus dipenuhi sebagaimana yang disepakati
sebelumnya. Beberapa orang perempuan muda yang menjadi sumandan mengenakan
sunting di kepalanya, serta mengenakan baju yang bersuji benang emas serta
bersarungkan kain belapak. Perempuan lainnya membawa syarat syarat penjemputan
marapulai di atas baki. Besar kecilnya perhelatan itu akan tercermin pada
banyak sedikitnya jumlah utusan yang datang. Rombongan utusan itu diikuti
beberapa orang laki-laki yang akan menjadi juru bicara. Dilakukan dialog singkat
tentang maksud kedatangan mereka. Terjadilah pidato sembah-menyembah untuk
menyilakan tamu menyantap makanan yang telah terhidang. Habis makan secara resmi
pihak utusan menyampaikan maksudnya dengan pidato yang penuh ungkapan pepatah
petitih. Mulanya
pidato yang isinya menyatakan diri mereka sebagai utusan yang membawa kiriman
dan meminta agar kiriman itu diterima barulah disampaikan maksud kedatangan utusan itu
sesungguhnya. Upacara menjemput marapulai ini banyak sekali memakan waktu untuk
pidato yang bersahut-sahutan dari kedua belah pihak pihak yang diwakilnya bukan
sembarang orang menyandang adat yang tinggi. Selesai upacara pidato, barulah marapulai dilepas
kerabatnya untuk dibawa ke rumah anak dara tidak dilepaskan sendirian. Ia
diiringi kerabatnya dengan suasana yang sama megahnya dengan utusan yang yang
dating menjemput itu. Di rumah anak dara, kedua pengantin didudukannya
bersanding di pelaminan. Di sini acara makan minum dan pidato pun dilakukan
pula Selesai upacara bersanding, marapulai dibawa lagi oleh kerabatnya pulang
ke tempatnya ada kalanya bersama-sama anak dara. Hal ini bergantung pada
rencana yang dimufakati sebelumnmya oleh
kedua belah pihak. Tidak ada keseragaman pada semua nagari.
·
Manjalang
Manjalang (menjelang) yang artinya berkunjung merupakan
acara puncak di rumah marapulai. Para kerabat berkumpul menanti anak dara yang
datang menjelang. Waktu berangkat dan rumah anak dara, kedua pengantin berjalan
bersisia, diapit sumandan dengan pakaian mereka yang terbagus, diiringi
perempuan kerabat anak dara, dan di belakangnya perempuan yang menjunjung
jambar di kepala. Seperangkat pemain musik mengikuti mereka paling belakang.
Sesampai arakan pengantin di rumah marapulai, kedua pengantin disirami beras
kunyit untuk memberi berkah. Kemudian barulah semua rombongan dipersilakan
naik. lalu mereka didudukkan di perjanjian. Dalam acara ini laki-laki tidak
berperan. Acara lebih mengutamakan saling memperkenalkan kerabat dan kedua
belah pihak Pada waktu rombongan yang datang menjelang hendak kembali pulang
semua jambar yang mereka bawa tadiriya diletakkan kembali ke tengah helat. Salah satu dulang yang
tidak ditutup dengan tudung saji telah diisi dengan pemberian kerabat marapulai
untuk anak dara. Isinya bisa berupa kain baju bisa juga berupa perhiasan.
Rombongan itu kembali bersama anak dara. Marapulai tidak ikut pergi
apabija waktu itu masih siang biasanya sekitar pukul 09.00 ia akan dijemput
lagi beberapa anak muda yang sebaya dengan marapulai. Jemputan merupakan acara
menjemput marapulai untuk berdiam di rumah anak dara untuk pertama kali.
Marapulai akan diiringi oleh beberapa temannya yang sebaya yang disebut rang
mudo (orang muda)
bertugas menemani marapulai di rumah anak dara. Setetah tiga hari
marapulai tinggal di ramah anak dara ada kalanya seorang gadis yang belum
remaja pergi ke rumah semua kerabat dekat marapulai.
·
Perjamuan
Upacara dan perhelatan terpusat di rumah anak dara perlengkapan
kamar pengantin pakaian pengantin makan minum dan juga permainan untuk
meramaikannya. Perhelatan yang
sederhana disebut gontek pucuak (petik pucuk) Perjamuan yang lebih besar
disebut kabuang batang kabung batang). Sedangkan perjamuan besar disebut”lambang urek”(lambang urat) yang
artinya perjamuan itu diselenggarakan secara besar-besaran atau habis-habisan
dengan memotong kerbau sebagaimana yang dimaksud oleh ungkapan
·
Perkawinan
Menurut Kerabat Perempuan
Kepentingan
perkawinan lebih berat kepada kerabat pihak perempuan pihak mereka yang menjadi
pemrakarsa dalam perkawinan dan kehidupan rumah tangga. Tujuan perkawinan bagi
pihak mereka serba rangkap. Pertama-tama ialah melaksanakan kewajiban yang
merupakan beban hidup yang paling berat untuk menjodohkan kerabat mereka yang
telah menjadi gadis gadang atau gadis dewasa yang telah tiba saatnya untuk
bersuami. Perkawinan seorang gadis dapat pula digunakan untuk menaikkan
martabat kerabat atau kaum. Caranya dengan menjodohkan anak gadis mereka dengan
seseorang dari kalangan yang lebih mulia dan mereka baik mulia sehingga mereka
akan mendapat tempat yang lebih baik dari sediakala dalam pandangan
masyarakatnya. Perkawinan juga dapat digunakan sebagai pengukuhan hubungan
sosial antara kerabat, antara sahabat atau untuk menyambung pertalian yang
telah lama putus atau hubungan yang telah lama renggang.
·
Posisi
Semenda dan Kerabatnya
Kepentingan
perkawinan lebih berat cenderung ke arah kerabat pihak perempuan, posisi
semenda beserta kerabatnya lebih tinggi, layanan terhadapnya bagai”manatiang minyak panuah”(menating minyak penuh) yang artinya orang
semenda itu harus dijaga perasaannya agar tidak tersinggung. Kepadanya tidak
diberikan tanggung jawab apa pun. Bahkan kesulitan rumah tangga tidak
diceritakan kepadanya. Terutama terhadap ibunya, penghormatan harus dinyatakan dalam
berbagai cara. Apabila hal-hal itu terlalaikan, dapat dipandang sebagai
tindakan yang hendak memancing gara-gara. Empat macam penilaian terhadap semenda. Yakni: (1)
sumando bapak paja (semenda bapak
anak), yaitu semenda yang bertingkah sebagai pejantan semata, yang tidak
menghirau kehidupan dan keadaan istrinya. (2) sumando kacang miang (semenda kacang miang), yaitu semenda yang
tingkah lakunya membuat onar dan pecah belah di rumah istrinya. Lazim pula
disebut semando langau hijau (semenda lalat hijau) yang suka pada keadaan yang
kotor atau busuk. (3) sumando lapiak buruak
(semenda tikar buruk), yaitu semenda yang tingkah lakunya menguras harta benda
istrinya. (4)
sumando niniak mamak (semenda ninik
mamak), yaitu semenda yang menghiraukan suka duka kehidupan rumah tangga
istrinya. Bagi semenda yang tingkah
lakunya tidak disukai ada berbagai cara untuk menyatakannya. Mulai dari
sindiran halus maupun sindiran kasar.
·
Perkawinan
dari Segi Pandangan istri.
Seorang
perempuan menjadi istri dan sebagai wakil kerabatnya, ia tidak dapat menentukan sikap sendiri
terhadap suaminya ia harus menyembunyikan seluruh perasaannya dan suaminya
sehingga tidak terlihat rasa duka dan sukanya. Kepada ibunyalah ia harus
menyampaikan segala perasaan dan pikirannya. Istri-istri yang mempunyai usaha sendiri pada prinsipnya usaha itu
tidak bold dicampuri suaminya. Masing-masing dengan kasnya sendiri-sendiri.
Namun, pihak istri akan selalu berusaha memperoleh sesuatu dan suaminya, yang
menjadi haknya sebagai istri. Perceraian
merupakan mimpi buruk bagi setiap perempuan karena setiap istri tidak
tergantung kehidupannya pada suaminya, perceraian tidaklah akan menyebabkan ia
bancur Ia akan memperoleh dirinya sendiri dan tidak terikar oleh suatu beban
sebagai wakil kaum kerabatnya. Di samping kebebasan ia pun memperoleh motivasi untuk menegakkan
kehidupannya sendiri. Keadaan kaum kerabat bukanlah urusannya. Itu adalah urusan mamak dan
saudaranya laki-lakinya bersama ibu mereka. Jika menjanda karena suaminya
meninggal, keadaannya akan sama dengan perceraian. Namun, hubungannya dengan
kerabat almarhum suaminya tidak terputus. Hidup menjanda lebih bebas daripada
istri yang ditinggalkan merantau oleh suaminya dan sebagai janda ia bebas
memilih jodoh.
·
Perkawinan
Menurut Kerabat Laki-Laki
Jarang kerabat yang mempunyai anak gadis yang mau
melamar jejaka yang tidak mempunyai mata pencaharian kecuali apabila jejaka
itu anak orang terkemuka karena hartanya, jabatannya, atau karena ilmunya.
Jejaka yang tidak mempunyai mata pencaharian disarankan agar pergj merantau
untuk memperoleh harta atau memperoleh ilmu. Mereka maklum bahwa bagi
masyarakat yang berpola pada ajaran materialisme itu meskipun mereka ingin
memperoleh semenda yang jejaka, mereka lebih suka mempunyai semenda yang punya
mata pencaharian yang besar, walau berusia tua atau celah menikah. Apalagi
kalau duda yang masih muda. Seorang jejaka tidak dibiarkan memilih jodoh
sendiri. Tujuannya demi menjaga agar tidak sampai memperoleh jodoh yang
mempunyai cacat lahir batin atau turunan. Konsekuensi perkawinan atas pilihan
kerabatnya itu didukung kerabatnya pula. Segala kewajiban yang harus ia pikul
bagi istrinya akan disediakan kerabatnya selama ia belum mampu. Tujuannya ialah
agar anak kemenakannya terpandang sebagai semenda yang dihormati kerabat
isrrinya. Suatu perkawinan yang tidak rukun tetap menjadi urusan kerabat. Jika
yang menyebabkannya pihak anak kemenakan sendiri maka mereka berusaha ikut
memperbaikinya. Demikian pula apabila perkawinan itu menyebabkan anak kemenakan
mereka lupa akan kewajiban atas kerabatnya sendiri, mereka akan berusaha
merenggangkannya mencarikannya lagi seorang istri yang lebih cantik dan lebih
muda.
·
Posisi
Menantu dan Kerabatnya
Seorang istri dipandang sebagai menantu oleh kerabat
suaminya. Posisinya tidaklah sama dengan posisi suaminya sebagai semenda. Jika
semenda bagai dimanjakan di rumah mertuanya, maka menantu perempuan harus
pandai-pandai mengambil hati mertua.
·
Perkawinan
dan Segi Pandangan Suami
Menjadi semenda di rumah istri menempatkannya sebagai
seorang yang dihormati, malah dimanjakan ia tidak perlu memikul beban kehidupan
rumah tangganya dengan segala akibatnya. Lebih-lebih jika ia sebagai orang yang
dijemput karena hartanya, karena turunannya atau karena ilmunya. Kelihatannya
kehidupan demikian mengenakkan bagi laki-laki yang normal, apalagi kalau akalnya
sehat serta rohaninya bersih, bertempat tinggal di rumah mertua menimbulkan
keadaan yang runyam bagi kehidupannya ia tidak mungkin bergaul dengan anak
istrinya sebebas yang dikehendakinya. Tentu saja banyak suami yang memanfaatkan
sistem sosial dalam perkawinan demikian untuk enaknya sendiri. Suami yang telah menjadi
laki-laki tua tidaklah akan tersia-sia apabila pada masa mudanya ia mengamalkan
ajaran adat sebagaimana mestinya. Yaitu apabila ia tetap menjaga keseimbangan
hidupnya di antara kepentingan anak dan istrinya dan kemenakan dan kaum
kerabatnya sebagaimana yang diungkapkan oleh mamangan anak dipangku kemanakan dibimbiang(anak dipangku kemenakan dibimbing).
·
Suami
Istri di Rantau
Kehidupan suami istri yang tinggal di kampung dan
berdiam di rumah kaum harus menyesuaikan diri dengan tata kehidupan bersama.
Lebih-lebih apabila di rumah itu tinggal juga beberapa pasangan suami istri
lainnya. Kehidupan dalam rumah bersama hanya baik dan menyenangkan bagi
pasangan yang suaminya sukses dalam materi. Sikap ahli rumah yang seperti”memijak batuang sabalah”(memijak betung sebelah)
itu tentu saja menimbulkan beban perasaan bagi semenda yang tidak sukses. Suami
istri yang membangun kehidupan bersama di luar rumah keluarga mereka atau yang
pergi merantau bersama, lebih terbuka jika dibandingkan dengan kehidupan dalam
rumah bersama. Hal ini disebabkan segala-galanya akan mereka rundingkan berdua
dari di antara keduanya tidak lagi ada sikap kepura-puraan yang selama ini
biasa mereka lakukan karena menenggang perasaan orang luar. Seorang laki-laki
yang sukses di rantau akan memikul berbagai kewajiban. Meskipun tidak secara
langsung, kerabat istrinya pun menjadi tanggungannya menurut alam pikiran
Minangkabau rumah adalah milik istri. Hal itu menimbulkan konsekuensi bahwa
secara psikologis dan berangsur kerabat istri akan lebih dominan di rumah itu
jika dibandingkan dengan kerabat suami.
·
Hubungan
Kekerabatan
Masyarakat komunal dengan pola perkawinan eksogami
menimbulkan hubungan kekerabatan yang mempunyai daya ikat antara individu di
luar jalur stelsel matrilineal dan sistem persukuan. Perkawinan bukan
semata-mata hubungan antara dua orang individu, tetapi juga hubungan antara dua
kerabat dan bahkan hubungan antara seluruh kerabat yang telah berhubungan
karena perkawinan empat macam hubungan kekerabatan atau pertalian kekerabatan : (1) tali kerabat mamak
kemenakan.
(2) tali kerabat suku sako. (3) tali kerabat induak bako anak pisang. (4) tali kerabat andan
pasumandan. Tali kerabat dua yang pertama bersifat hubungan ke dalam. Timbulnya
karena pertalian darah. Sedangkan tali kerabat jenis yang lain bersifat keluar
dan timbulnya karena perkawinan. Tata tertib yang mengaturnya dapat menjamin kesatuan, kesamaan, dan
keutuhan pendirian sikap dan perbuatan seorang individu terhadap suatu kasus
yang menyentuh kehidupan kekerabatan mereka.
·
Mamak
Kemenakan
Tali kerabat mamak kemenakan ialah hubungan antara
seorang anak laki-aki dan saudara laki-laki ibunya, atau hubungan seorang anak
laki-laki dengan anak-anak saudara perempuannya Bagi seseorang, saudara
laki-laki ibunya adalah mamaknya dan ia adalah kemenakan saudara laki-laki
ibunya.
Bimbingan yang diminta dan dituntut pada seorang laki-laki yang
berkenaan dengan fungsinya sebagai mamak dalam membimbing lingkungan masyarakat
yang dipimpinnya itu pada pokoknya terdiri dan dua sasaran:
1. Menyambut warih bajawek (waris berjawat) dan
persiapan untuk melanjutkan turunan. Artinya merek
merupakan titik pusat lingkungan masyarakatnya di rumah dengan peran sebagai
nenek dan ibu yang akan mengasuh anak cucunya dan sebagai istri yang menjadi
tali penghubung dengan lingkungan masyarakat lain.
2. Persiapan untuk pusako batolong (pusaka bertolong) ialah
untuk berperan sebagai penunjang dan pengembangan sumber-sumber kehidupan sanak
saudaranya, terutama sanak saudara perempuannya yang akan melanjutkan turunan
mereka.
Tugas mamak kepada kemenakannya tidak ubahnya seperti tugas ayah
pada masyarakat non Minangkabau. Akan tetapi, tugas mamak ada kalanya jauh
lebih ringan mana kala seorang dua perempuan mempunyai banyak saudara laki-laki
yang menjadi mamak anak-anak mereka.
·
Suku Sako
Tali kerabat suku sako dikenal sebagai hubungan kerabat yang
bersumber dari sistem kekerabatan geneologis yang berstelsel matrilineal pada
lingkungan kehidupan sosial sejak dari rumah sampai ke nagari yang lazim
disebut suku. Suatu nagari didiami
penduduk yang terdiri dari sekurang-kurangnya empat buah suku. terbagi dalam
beberapa kampung diisi beberapa kelompok rumah didiami orang-orang yang
saparuik (seperut).
·
Induk
Bako Anak Pisang
Tali kerabat induak bako anak pisang ialah hubungan
kekerabatan mereka antara seorang anak dan saudara-saudara perempuan bapaknya
dan atau hubungan kekerabatan antara seorang perempuan dan anak-anak
saudara-saudara laki-lakinya. Berhubung induk
bako adalah perempuan, hubungan tali
kerabat itu lebih memerankan peranan perempuan. Seorang perempuan, yang
selain merupakan kemenakan saudara laki-laki ibunya juga merupakan anak pisang dan akan menjadi induk bako
atau bako pula. memangku dua fungsi. Pertama fungsi intern Kedua. Fungsi ekstem
Anak pisang lazim pula disebut dengan nama lain, yakni”anak pusako”(anak pusaka). Jika anak
laki-laki lebih mendapat pendidikan dari mamaknya, maka anak perempuan mendapat
pendidikan dari bakonya di samping dan ibunya sendiri. dari dua jalur rumah
gadng dari jalur rumah gadang tempat ibunya dilahirkan dan dari rumah gadang
tempat ayahnya dilahirkan. akan sangat berguna baginya bila menjadi seorang
istri dan ibu.
·
Andan
Pasumandan
Tali kerabat andan
pasumandan adalah hubungan antara
anggota suatu rumah, rumah gadang, atau kampung dan rumah, rumah gadang atau
kampung yang lain tersebab salah satu anggota kerabatnya melakukan perkawinan horisontal, kedua
belah pihak berstatus sama derajatnya.
Selain dari bubungan kekerabatan menurut tali darah ibu, maka mereka
juga terikat pada hubungan tali darah bapak, bahkan juga hubungan kekerabatan
karena perkawinan anak-anak mereka. Tali-tali kerabat itu terjalin dalam suatu
anyaman yang mendukung falsafah mereka, yakni adat.
KESUSASTRAAN
Bahasa minangkabau mempunyai banyak dialek. Setiap luhak
da kalnya mempunyai lebih adri sebuah dialek. Bahkan dialek suatu nagari yang
bertetangga pun bisa berbeda, setidak- tidaknya dalam irama. Ada dialek yang
melodius yang rata, yang kasar. ada juga suatu bahasa umum inilah yang menjadi
pendukung kesusatraan Minangkabau. Kesusastraan Minangkabau banyak mengandung
ungakapan yang plastis dan penuh dengan kiasan, sindiran, perumpamaan atau
ibarat, petatah, petitih, mamangan, yang dikategorikan para ahli sebagai bahasa
percakapan sehari-hari orang lazim menggunakan ungkapan yang plastis. Dalam
percakapan dikenal empat cara berkata- kata yakni kata mendatar, kata mendaki,
kata menurun, dan kata melereng. kato nan ampek (kata nan empat). Kata mendatar
ialah bahasa orang sepergaulan atau seusia. Kata mendaki ialah bahasa orng
kecil kepada yang lebih tinggi kedudukannya. Kata menurun ialah basa orang yang
lebih tinggi kepada orang yang lebih kecil. Kata melereng ialah bahasa orang
yang saling menyegani, baik karena hubungan kekeranbatan maupunkarena hubungan
jabatan. “ manusia tahan kias, kerbau tahan palu dan pukul anak, sindir menantu. Oleh karena orang Minangkabau merasa
dirinya sama dengan orang lain, maka mereka tidak mau direndahkan. Mereka
menuntut penghargaan yang sama, bahkan dalam sopan santun berbicara. Oleh
karena itu, orang Minangkabau harus mahir dan memahami kata kiasa, atau kata
sindiran sebagai kata melereng itu. Karena kemahiran mereka, sepotong kalimat
yang telah diucapkan seseorang pada umumnya telah mereka pahami kemana arah
pembicaraan itu. Malah menyebutkan sepotong kata sampiran sebuah pantun sudah
cukup mnyampaikan makna seluruh maksd pembicaraan. Bbanyak pula istilah yang bermakna ganda dan
kebiasaan mengubah-ubah suatu istilah guna membedakan pengertian suatu kata
benda yang maknanya hampir sama. istilah baso-basi berarti bahsa dan juga bisa
berarti basa dari pasangan basi-basi, labuah bisa berarti lebuh (jalan), bisa
juga berarti labuh (persinggahan kapal), basi bisa berarti besi, bisa pula
berarti rasan, rasan bisa berati resan, bisa pula berarti resam (sifat) karena
itu, dalam memahami hasil sastra minangkabau sangat diperlukan penguasaan
pengertian ganda itu, sehingga makna yang terkias didalam nya dapat diketahui
dengan cepat.
·
Susunan
Kalimat
Meskipun dalam percakapan sehari-hari orang membiasakan
menggunakan peribahasa, bahasa percakapan banyak berbeda dengan bahasa
kesusastraan. Bahasa percakapan menggunakan kalimat yang pendek-pendek dan
menggunakan potongan –potongan kata akhir secara berurutanBahasa utuhnya
adalah hancik caah lu jadi Awak makn
ciek dulu. Terjamahnya adalah “ Tunggu sebentar ya. Saya makan dulu.
Sedangkan bahasa kesusastraan memakai kata- kata yangutuh.
Kalimatnya panjang- panjang dengan menggunakan bnyak anak kalimat, yang
masing-masing terdiri dari empat buah kata, tidak ubahnya seperti kalimat
pantun. Ada kalanya pula kalimat itu hanya menggunakan tiga buah kata atau
lebih dari empat buah kata. Waktu pengucapan dan iramanya tetap sebagaimana
mengucapkan kalimat yang terdiri dari empat kata. Banyak juga
kalimat-kalimat itu dibantu berbagai macam kata sandang (nan, lah, malah, bak,
lai, dek, itu, iko, an alah) yang lebih berfungsi sebagai penyampurna agar pengucapan dapat
berirama Contohnya ialah sebgai berikut.
Mulonyo kato nan dikatoan,
asanyo kaji nan disbuik, ado kapado suatu malam, hari nan tarang-tarang lareh,
patang kamih malam jumaik, dlam nagari tanjuang balik. Malam nan samalam
nantun, sadang rinyai-rinyai kaciak, kiro- kiro pukua salapan, urang nan lah
sumbayang isya. Jalan bajalan sagalo dubalang, sarato nanti nan jo punggawa…
Bentuk kalimat yang memakaitiga kata biasanya ada pada kisah yang
mengandung ketegangan.
·
Martabat
Kata
Martabat memiliki empat kategori, yang mempunyai nilai :
1.
Kato nan sabana karo (kata yang sebenarnya
kata): kata-kata perbendaharaan kebudayaan dan sebagai warisan nenek moyang
yang dapat dipakai sebagai pegangan hidup.
2.
Kato nan dikatokan (kata yang dikatakan): berupa
wasiat yang harus dipegang teguh walaupun sifatnya menyimpang dan norma yang
lazim.
3.
Kato nan bakato-kato (kata yang berkata-kata):
ucapan yang mengandung pengertian ganda, sehingga memerlukan penafsiran.
4.
Kato nan takata-katai (kata yang cerkata-katai):
ucapan liar, atau tidak berarti apa-apa, baik yang timbul karena luapan emosi.
5.
·
Sifat Kata
Sifat kata merupakan watak kata atau ucapan, yang bila
diucapkan akan menimbulkan reaksi bagi pendengarnya empat kategori sifat kata :
1. Kato
Hiancari kawasi (kata mencari kawan): ucapan yang menimbulkan rasa simpati
atau rasa senang bagi yang mendengarnya.
2. Kato
nancari lawan (kata mencari lawan): ucapan yang menentang sehingga
membangkitkan amarah yang mendengarkannya.
3.
Kato indak
bakawan (kata tidak berkawan): ucapan yang bersifat fitnah, gunjingan, atau
bohong.
4. Kato indak
balawan (kata tidak berlawan): ucapan yang bersifat perintah yang salah,
tetapi harus dilaksanakan.
·
Pantun
Buah kesusatraan Minangkabau yang terpenting ialah
pantun, kaba, dan pidato paling utama dari semuanya menjadi buah bibir, bunga kaba, dan hiasan
pidato
Sarancak saelok ikolah
parak Secantik saelok inilah parak
Indak badasun agak sabuah Tak berdasun barang sebuah
Sarancak saelok ikolah awak Secantik seelok inilah awak
Indak bapantun agak sabua. Tak berpantun barang sebuah.
Pantun terdiri dari
beberapa baris dalam jumlah yang genap, dari dua baris sampai dua bealas bari.
Setiap baris terdiri dari empat kata engan rima akhir yang sama. Separuh jumlah
baris permulaan disebut sampiran. Fungsi sampiran ialah sebagai pengantar dari
isi, bunyi, dan iramanya. Pantun yang semourna ialah apabila sampirannya
mengandung ketia unsur itu. Contohnya ialah sebagai berikut.
Tinggi malanjuiklah kau
batuang Tingi melenjutlah kau betung
Indak ka den tabang-tabang
lai Tak kan ku tebang-tebang lagi
Tingga mancaguiklah kau
kampuang Tinggal mencegutlah kau kampung
Indak ka den jalang-jalang
lai. Takkan kujelang-jelang lagi.
Pantun yang sempurna itu tidak banyak karena memang
tidak mudah menyusun atau memilih sampiran yang dapa memberi kiasan yang tepat
serta didukung bunyi dan irama kata demi kata yang tepat pula.
·
Ragam
Pantun
Umumnya yang dinamakan pantun ialah kalimat berita yang
terdiri dari empat baris dan setiap baris terdiri dari empat kata. Akan tetapi,
banyak pula ditemui pantun yang terdiri dari dua baris. Di samping itu, banyak
pula ditemukan pantun yang terdiri dari enam sampai dua belas baris. Di bawah
ini beberapa contoh.
Pantun dua baris:
Sabab puluik santan binaso Sebab pulut santan binasa
Sabab muluik badan binaso Sebab mulut badan binasa.
Pantun empat baris:
Biriak biriak tabang ka
samak Birik birik terbang ke semak
Dari samak ke halaman Dari semak ke halaman
Dari niniak turun ke mamak Dari ninik turun ke mamak
Dari mamak ka kemenakan. Dari mamak ka kemenakan.
·
Seloka,
Talibun, dan Gurindam
Pantun yang enam sampai yang dua belas baris juga
dinamai talibun. Seloka ialah “Pantun empat baris yang terdiri dari beberpa untai. Tiap-tipa untai
pantun berhubungan dengan untai berikutnya. Hubungan itu ialah baris kedua dan keempat setiap untai yang disisipkan pada
baris pertama dan ketiga dari untai barikutnya. Kalau seloka itu terdiri dari
bebebrapa buah untai, maka untai ketiga mengutip lagi baris kedua dan keempat
untai kedua. Berikut ini contoh seloka:
Tanam malati basusun
tangkai Tanam melati bersusun tangkai
Tanam padi ciek-ciek Tanam padi satu-satu
Kalau buliah basusun
bangkai Kalau boleh bersusun bangkai
Dagiang hancua manjadi
ciek. Daging hancur menjadi satu.
Tanam padi ciek-ciek Tanam
padi satu-satu
Anak lintah dalam cunia Anak lintah dalam cunia
Dagiang ancua jadi ciek Daging hacur jadi satu
Tando bacintao dalam dunia. Tanda bercinta didunia.
Anak lintah dalam cunia Anak lintah dalam dunia
Ubua-ubua balah duo Ubur- ubur belah dua
Tando bacinto dalam dunie Tanda bercinta didunia
Ciek kubua kito baduo. Satu kubur kita berdua.
Dalam bentuk lainnya, pantun itu ada yang dinamai
gurindam. Pada umumnya gurindam berisikan saripati kata yang tersusun dalam dua
atau empat baris. Berbeda dengan pantun, gurindam tidak mempunyai sampiran.
Gurindam langsung masuk kepada maksud dan intinya.
·
Pantun
Adat
Menurut isisnya, ada lima jenis pantun, yaitu: pantun
adat, pantun tua, pantun muda, pantun duka, dan pantun suka.
Pantun adat itu digunakan dalam pidato. Isinya kutipan
undang-undang, hukum, tambo, dan sebagainya yang berhubungan dengan adat.
Berikut ini contoh pantun adat.
Yang berkenaan dengan pemerintahan:
Rang gadih mamapek kuku Anak gadis memepat kuku
Dipapek jo pisau sirauik Dipepat dengan pisau siraut
Tapapek dibatuang tuo Terpepat pada betung tua
Batuang tuo elok kalantai Betung tua baik untuk lantai
Nagari bakaampek suku Nagari berempat suku
Bahindu babuah paruik Berhindu berbuah perut
Kampuang dibari batuo Kampung dibari bertua
Rumah dibari batungganai. Rumah diberi bertungganai,
·
Pantun
Tua
Pantun tua berisi petuah orang tua kepada anak muda,
yang mengandung nasehat serta ajaran etik yang lazim berlaku dimasa itu. Sebuah
contoh pantun tua sebagai berikut.
Kamuniang ditangah balai Kemuning ditengah balai
Ditutuah batambah tinggi Ditutuh bertambah tinggi
Barundiang j urang tak
pandai Berunding dengan urang tak pandai
Bak alu pancukia duri. Bagai alu pencukil duri.
·
Pantun
Muda
Pantun muda ialah pantun asmara, yang mengiaskan atau
menyindirkan betapa dalam cinta asmara yang terpendam. Contoh pantun muda.
Pisau sirauik ilang dirimbo Pisau
siraut hilang dirimbo
Dipakai anak rang
Payokumbuah Dipakai anak orang payakumbuh,
Karam dilauik buliah
ditimbo Karam dilaut boleh ditimba,
Dari mato
jatuah ka ati Dari mata jatuh kehati.
Karam dihati mambao luluah. Karam
dihati membawa luluh.
Padang panjang dilingka
bukik Padang
panjang dilingka bukit
Bukik dilingka sikayu jati Bukit
dilingkar sikayu jati
Kasiah syang indak sadikik Kasih
sayang bukan sedikit,
·
Pantun
Suka
Pantun suka ialah pantun jenaka yang berikan olok-olok.
Kadang-kadang isi pantun ini juga ejekan yang tajam terhadap buah perangai
orang-orang yang tidak menyenangkan. Contoh pantun olok-olok jenaka:
Tanah liek bakapiek Tanah liat berkepit
Ditimpo tanah badarai Ditimpa tanah berderai
Nan alun diliek alah diliek
Yang belum dilihat sudah dilihat
Kucinga jo mancik samo
bakasai Kucing dengan tikus sama berkasai.
·
Pantun
Duka
Pantun duka ialah pantun yang umumnya diucapkan anak
dagang yang miskin, yang tidak sukses hidupnya di rantau orang. Yang paling
terkenal pantun ini ialah:
Singkarak kotonyo tinggi Singkrak kotanya tinggi
Sumani mandado dulang Sumani
mendada dulang
Awan barak ditangisi Awan bararak ditangisi
Badan jauah dirantau urang Badan
jauh ditangisi
·
Kaba
Kaba
betul=betul merupakan produk minangkabau. Jika dilhat dari isisnya, laka kaba
dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu yang klasik dan yang baru. Kaba yang
dikategorikan klasik ialah kaba yang diangkat dari hikayat. Misalnya, dari
hikayat Malin Deman, menjadi kaba Malin Deman, hikayat Anggun Cik Tunggal menjadi Kaba Anggun Nan Tungga. Atau hikayat
lainnya yang menjadi kaba, Peristiwa sensasionalpun diangkat menjadi kaba,
sepeti kaba si sabariah Kemudian permainan randai, sebagai teater rakyat,
memunculkan banyak kaba baru, antara kaba si marantang, kaba siti rabiatun, dan
kaba angku kapalo sitalang. Rupa-rupanya kaba pada m,ualanya beredar diwliyah
rantau pesisir bagian barat minagkabau yang dikuasai raja aceh. Mungkin melalui
aceh inilah hikyat dan syair-syair diperkenalkan keminangkabau. Cerita kaba
kaba memperlihatkan produk kebudayaan yang bukan asli minangkabau pada awal
pertumbuhannya.
·
Gaya
Bahasa
Kaba adalah salah satu cerita rakyat disamping dongeng,
hikayat dan cerita lainnya. Ada beberapa perbedaan yang khas antara kaba dan
yang lainnya, yakni bentuk bahasanya yang liris, ungkapan- ungkapannya yang
plastis, dan penggunaan pentu yang dominan. Bahasa kaba mempunyai susunan yang
tetap. Empat buah kata dalam sebuah kalimat. Ada kalanya terdiri dari tiga buah
kata bila kalimat itu bersuasana penegasan, sebagaimana yang lazim ditemukan
pada klimat pantun. Selain susunan bahasanya yang tetap juga ungkapan-
ungkapannya pun tetap, sebagaiman bahasa klise, terutama dalam mengisahkan
suatu peralihan peristiwa, waktu, dan suasana. Bentuk dan tingkah laku orang
pun diungkapkan dengan bahasa klise.
PERMAINAN
RAKYAT
Permainan rakyat Minangkabau sebagai kesenian
tradisiorial bersifat terbuka, oleh rakyat dan untuk rakyat, sesuai dengan
system masyarakamya yang demokratis yang mendukung falsafah persamaan dan
kebersamaan antara manusia. sifamya yang terbuka sebagai milik umum, maka
permainan rakyat mudah berubab akibat persentuhannya dengan kebudayaan luar.
Persentuhannya dengan kebudayaan luar ialah akibat peranannya dalam sejarah
sebagai suku bangsa yang menerima hubungan dengan pihak luar dan juga karena
kebiasaan mereka pergi merantau.
peta permainan rakyat itu pun sesuai dengan wilayah pengaruh
kekuasaan asing yang datang itu. pengaruh ajaran yang datang kemudian yang
menjadi anutan suku bangsa Minangkabau menberi warna yang berbeda dengan
pernainan rakyat tradisional. Sebagian pengaruh kebudayaan asing atau luar itu
menyatu atau mengubah permainan rakyat Minangkabau. tetapi ada yang tetap
terpisah dalam pelaksan annya, Pengaruh kebudayaan itu mempunyai penganut
masing-masing. Kadang-kadang terjadi perbenturan sosial antara mereka dalam
sejarahnya yang lalu, tetapi lambat laun segalanya diterima menurut apa adanya.
Namun, yang terkuat akhiniya menjadi dominan berkat seleksi hidup mereka yang
praktis, sehingga pennainan rakyat yang lebih bersifat duniawi.
·
Darat dan
Pesisir
Selain pengaruh kebudayaan luar itu, perbedaan
geografis, yaitu darek (darat) dan pasisia (pesisir) juga menyebabkan adanya
perbedaan corak dan gaya permainan rakyat. Perbedaan ini selaras dengan
mamangan mereka luliak bapangulu, rantau barajo. Selain yang bersifat
Mmnangkabau, maka kesenian yang berasal dan kebudayaan Islam Syiah cukup
dominan, sepert- salawat. Permainan rakyat yang bersifat Minangkabau serta yang bersilat Islam
didukung pendu duk desa yang digelari dengan nama golongan parewa, gambus dan
kasidah Sedangkan di wilayah darat yang dominan ialah permainan rakyat yang
bersifar MinangkabauPeralatan karawitan di pesisir lebih beragam dan melodinya
memiliki lima nada dan lebih dinamis. Sedangkan karawitan darat lebih bersifat
monoton dengan jumlah pemainnya yang juga sangat terbatas. Komposisi alat
karawitan pesisir bisa berkonibinasi dengan berbagai alat yang berasal dan
kebudayaan luar, terutama alat pukul yang bervariasi, mulai dari telempong,
gong, tansa, gendang, dan indang, sampai alat untuk lagu rebab, dan bangsi.
Sedangkan di darat alat pukulnya hanyalah telempong dan adok serta alat untuk
lagu seperti salung. Permainan rakyat yang bersifat Minangkabau yang terpenting pada
dasarnya bertolak dati kaba sebagai tema dan pencak silat sebagai gerakan
dengan dendang serta karawitan sebagai alat pembantu.
·
Pencak
Silat
Peranan pencak di samping sebagai permainan juga sebagai
tangga mempelajari silat. Pesilat disebut pandcka (pendekar), pemain pencak
disebut anak slick (anak silat) Seorang pendekar mempunyai etik Musuah indak dicari, jikok basuo pantangdiriakkan(musuh tidak dicari kalau bertemu pantang dielakkan). Silat juga
mempunyai berbagai aliran. Yang terkenal ialah aliran silat lintau, yaitu silat
dati Nagani Lintau. Dan yang lain silat pauh, Di samping itu terkenal pula
sitaralak, Perbedaan aliran lintau dan pauh ialah yang pertama mengutamakan
keterampilan tangan, sedangkan yang kedua mengutamakan keterampilan kaki.Pada
dasamya silat merupakan seni bela diri. Pentahanannya ialah
tangkap dan elak. Jenis tangkap ialah: rangkok (tangkap) dengan menggunakan
kedua tangan, kabek (kebat) dengan menggunakan lengan dengan mengantukkan siku,
dan kunn dengan menggunakan seluruh anggota tangan. Dan tangkapan itu dapat
dilakukan tindakan yang mencederakanPencak merupakan permainan silat.
·
Tarian Pencak
Pencak merupakan permainan yang dilakukan dua orang
dengan melakukan perkelahian bergaya silat. Yang dinamakan dengan tarian pencak
ialah gerakan yang menyerupai pencak, baik dalam gerakan maupun dalam
prinsipnya. Perbedaannya dengan pencak ialah secara fisik pemain yang
berhadapan tidak bersinggungan atau boleh dikatakan tidak bersinggungan dan
sebagai tati, permainan itu diiringi bunyi-bunyian., gerakan tati tidak harus
mengikuti irama bunyi-bunyian itu yang terutama dalam tarian ini ialah tan sewah, tari alo ambek, dan
tari galombang.
1. Tari sewah yaitu
dilakukan dua atau tiga orang Yang memakai senjata Kalau pemain tiga orang, yang
bersenjata dua orang sedangkan yang tidak bersenjata menjadi sasaran tikaman.
2. Tari alo ambek yaitu dilakukan dua orang
yang dibantu dua pendamping danipeang (damping) dan dua orang janang.
keterampilan menyerang dan menangkis secara bergantian antara dua orang yang
berhadapan. Bentuk penycrangan ialah merebut pakaian lawan,. Permainan ini
dipimpin wasit yang disebut dampeang. Sedangkan janang memberikan penilaian
atas keterampilan dua pemain itu.
3. Tari gelombang. Lebih merupakan tarian upacara perjamuan besar
daripada permainan atau tontonan. Pemerannya terdiri, dari puluhan laki-laki
yang terbagi dua kelompok. Setiap kelompok diiringi pemain alat bunyi-bunyian,
yang biasanya talempong dan puput batang padi. rnarapulai maupun penghulu,
datang ke tempat perjamuan dengan didahului penan gelombang yang melangkah
dengan langkah pemain pencak yang disebut Iangkah empat. Kira-kira lim puluh
meter dan tempat perjamuan, rombongan disongsong kelompok penan gelombang si
pangkal (man rumah). Dalam jarak kira-kira sepuluh meter akan berhadapan,
kelompok penani si pangkal membuat gerakan mundur kedua kelompok tidak
melakukan gerakan menyerang atau menangkis.
·
Tarian
Perintang
Tarian orang muda yang biasa disebut tan perintang
merupakan tarian yang dilakukan pemuda-pemuda untuk kegembiraan atau
perintang-rintang hari atau waktu ditarikan secara bersama-sama atau seorang
diri dengan iringan bunyi-bunyian, jenis tarian :
1. Tari piring dimainkan secara
tunggal atau bersama. Di telapak tangan ada piring porselen dan di ujung jari
tengah dipasang cincin. Cincin itu dijentikkan pada pining sehingga menimbulkan
bunyi sesuai dengan irama musik atau nyanyian yang cepat. Gerakan kaki terutama
pada rentak dan langkah membuat lingkaran.
2. Tarik galuk tari yang memakai galuk (ccmpurung) di kedua belah
tangan. Sambil menari galuk itu dilaga-lagakan menurut mama
3. Tari kabau jalang
tarian yang mengimprovisasi gerakan kerbau liar yang menggila. Kedua tangan pemain
diacungkan lewat kepala membentuk tanduk kerbau. Napas mendengus-dengus.
Keliaran gerakan tari ini hampir sampai ke tingkat pemain menjadi kesurupan.
·
Tarian
Kaba
Tarian kaba ialah penamaan untuk berbagai jenis tan yang
mengangkat tema cerita kaba. Gerakannya terpusat pada tangan dan kaki yang
melangkah dan merentak. Kisah yang diangkat tarian ini tergantung pada pesanan.
Ada kalanya penyanyi tidak berkisah melainkan berpantun seperti pendendang yang
diiringi rebab atau salung. Tarian yang sama jenisnya ialah tari ilau yang
dimainkan sekurang-kurangnya empat orang, yang sambil benjalan berkeliling,
mereka merarap berganti-ganti mengisahkan suatu peristiwa dalam cerita, lalu
meratap bersa ma sebagai intro adegan berikutya. Lazim pula
berbagai tarian digabungkan dan nama tariannya berubah, Umpamanya tari-tan
bentan menarikan lima jenis gerakan tari secara berganti-ganti, Pada mulanya
tari tan bentan, yang juga disebut tan adok, merupakan tarian yang mengisahkan
cerita kaba yang panjang. Pada setiap perpindahan babakan, sebuah tari
ditampilkan sebagai selingan. Selama cerita kaba dikisahkan, berbagai macam
tarian ditampilkan. Pada waktu yang pendek, seluruh kisah tidak dapat
dinyanyikan. Namun, berbagai macam tari sempat ditampilkan, sehingga akhirnya
tarianlah yang menjadi dominan. mengakibatkan yang semula merupakan penampilan
kaba berubah menjadi tari. Akan tetapi, dalam sejarahnya yang panjang,
berbagai rombongan pemain tampaknya membuat kecenderungan sendiri dengan
mengubah pola untuk disesuaikan dengan pesanan atau kepenluan setempat.
·
Bakaba
Bakaba (berkaba) merupakan suatu permainan rakyat yang
termasuk paling popular. Bakaba suatu cara berkisah yang menimbulkan banyak pengaruh kepada
berbagai bentuk permainan rakyat lainnya, pembawanya disebut tukang kaba
disampaikan dengan nyanyian, terdapat berbagai cara serta gaya sendiri dan
masing-masing mempunyai nama sendiri pula. Setiap nyanyian selalu diiringi alat
bunyi-bunyian sebagai pengiring. Alat bunyi-bunyian itu bisa apa saja. Lazimnya permainan
salung dan rahab mengiringi nyanyian yang berpantun dan isi pantun lazimnya
pula menurut pesanan.
·
Randai
Permainan randai dibawakan banyak orang. Mereka bermain
membuat Lingkaran. Sambil melangkah kecil-kecil secara perlahan mereka
bernyanyi berganti-gantian. Sebelum menyanyi. mereka membuat gerakan pencak
dengan langkah maju, mundur, ke dalam memperkecil lingkaran, lalu ke luar lagi.
Ada kalanya mereka menyepak, menerjang, atau memukul dengan tangannya. Sesudah
itu mereka berjalan sambil bernyanyi. Semua gerakan pencak dituntun aba-aba
salah seorang di antaranya. Ada kalanya pula permainan randai tidak merupakan
acara pokok. Yang pokok ialah permainan yang pada mulanya merupakan sehngan
itu, sehingga terdapatlah permainan rakyat yang bernama randai ala ambekDalam
sejarah perkembangannya randai itu kemasukan unsur lakon. Akan tetapi, pacla
waktu-waktu istirahat, yang lazimnya diisi dengan berbagai keterampilan anggota
rombongan,disuguhkan penampilan lakon. Sesudah sebuah adegan cerita dilakonkan
mereka berandai lagi. Lalu ditampilkan lanjutan lakon cerita. Begitulah
seterusnya, Permainan randai ini pada zaman jayanya juga mempengaruhi permainan
rakyat lainnya.
·
Gamat
Tarian ini merupakan tarian Melayu dan bersama musiknya
dinamakan gamat. Gamat ditarikan penduduk kota atau pendatang yang termasuk
suku bangsa Melayu. Alat musiknya biola dan gendang dengan irama 4/4 dan nada
diatonic. Ia
ditarikan laki-laki, perempuan, atau secara berpasangan gamat merupakan tari
pergaulan.
·
Tabut
Permainan rakyat ini berkembang di daerah pesisr,
terutama di daerah Pariaman. Tabut mempunyai hubungan dengan agama Islam mazhab
Syiah. Ia bukan akidah, melainkan upacara peringatan terbunuhnya Husein, cucu
Nabi Muhammad, dalam peperangan Karbala. Peristiwa itu diperingati setiap 10
Muharram dengan membuat arakan tabut. Acara ini dimulai sejak tanggal 1
Muharram.
Biasanya tabut yang diarak dalam acara ini tidak sebuah. Beberapa kampung di
Pariaman menampilkannya. Masing-masing diarak di sekitar kampungnya sendini. Suasana menjadi panas
dan ada kalanya terjadi perkelahian ramai sampai ada yang benlumuran darah,
karena ketika berpapasan pengiring kedua tabut itu saling mengejek dengan mulut
dan tingkah laku serta diriuhi bunyi musik tansa yang berirama perang ini.
Namun, pada arakan hari kedua, ketika tabut hendak dibuang ke laut, habis
pulalah sisa-sisa perkelahian yang telah terjadi sesamanya.
·
Karawitan
Karawitan semata-mata berpenan sebagai alat pengiring
nyanyian dan tarian, pengiring permainan debus dan berbagai penanakan. Jenis alat karawitan dan juga dengan
sendininya sifat melodmnya. Yang berasal dari daratnya tidak sekaya yang dari
pesisir, baik dalam jenisnya maupun dalam melodinya. Nada penyanyi ditentukan
nada yang bisa dikeluarkan alat pengiringnya. Jenis alat pukul ialah talernpong
dan gendang. Kedua jenis alat karawitan ini
digunakan di seluruh Minangkabau, meskipun dengan jenis yang berbeda di
sana-sini. Jènis talempong ada dua. yakni model saran dan gambang pada gamelan.
Terhadap model saran namanya tetap dipakai ralempong, sedangkan untuk model
gambang dipakai berbagai macam nama. Cara memainkan talempong ada dua macam. Yang pertama dengan cara
menenteng dua atau tiga talempong pada saru tangan. Talempong model gambang
ada dua jenis. Yang disebut taleping Saunt
dibuat dati bambu sedangkan yang lainnya dan logam. Talempong ini diguna
kan sebagai alat pengiring nyanyian atau tarian. Jenis gendang lebih banyak
variasinya. Ada gendang yang bersisi sebelah dan ada pubs yang bersisi di kedua
belah badannya. Yang berisi satu disebut indang ukuran dua kali lebih besar
disebut rebana. Gendang yang mempunyai dua sisi ada yang dimainkan gendang
keling yang badannya panjang dan kedua kulit gendang pada sisinya tidak sama
besarnya hingga bunyinya berbeda besamya. Alat ini digunakan pada musmk gamat.
Yang lain ialah gendang tabut. Gendang di daerah darat yang bentuknya seperti
indang dengan ukurannya lebih besar, tetapi lebih kecil dan rebana, namanya
adok. Melodi lagu yang bersifat Minangkabau, terutama yang dibawakan
pedendang rebab atau salung, pada umumnya tidak semenarik melodi yang dapat
dimunculkan peniup bansi. Fungsi melodi pada rebab dan salung ialah sebagai
pengiring buah lagu yang didendangkan. Buah lagu itulah yang scbenarnya yang
menjadi daya tarik utama bagi penggemarnya. Nada yang dapat dicapai rebab dan
salung itu sangat terbatas. Namun, oleh pemain rebab acau salung diciptakan
banyak melodi. Setiap melodi mempunyai nama sendiri-sendiri. Dan nama-nama iru
tidak menentukan isi lagu. Setiap pcrnain rebab atau pemain salung mempunyai
kcbiasaan mcmbuat nama berbagai melodi yang seolah-olah diciptakannya.
·
Proses
Pengembangan
Proses pengembangan kesenian di Minangkabau sejalan
dengan proses pengembangan kehidupan sosialnya, terutama setelah munculnya
pendidikan sekuler dan pendidikan madrasah Islam. Golongan sekuler sangat
dipengaruhi musik Barat. Sedangkan pihak madrasah mengembangkan kesenian Islam
yang mempunyai dua kutub orientasinya, Lahirnya pendidikan nasional, seperti
INS Kayutanam yang dalam hal pendidikan kesenian tidak menganut onentasi
kesenian tertentu, memainkan peranan besar dalam pengembangan kesenian di
Minangkabau.
Ketika zaman Jepang, yang segala macam kesenian yang berbau Barat
dilarang kesenian Minangkabau baru memperoleh wajah yang lain Iagi. Tenutama
kesenian gayibaru itu demikian kerasnya menjalar ke desa-desa melalui aktivitas
sekolah atau aktivitas generasi muda yang berpendidikan di kota yang pada masa
libur pulang ke desa masing-masing. Hal ini menyebabkan jurang antara ketiga
peminat peminat kesenian itu sangat menipis. Namun, kesenian “barn” itu belum
sampai menjadi permainan rakyat sebagaimana kesenian tradisional. Kesenian
sebagai permainan rakyat pada dasarnya belum beranjak dan bawaannya yang
tradisional. Pembauran yang telah dimulai sejak lama itu uipa-rupanya hanya
berlangsung di bangku sekoiah saja. Sedangkan di kalangin masyarakat sendini setiap
kutub yang ada tetap di tempamya masing-masing. Meskipun demikian, pemaharnan
golongan ‘parewa”, golongan “surau”, dan golongan “angku-angku” tidak lagi
mengentara di permukaan kehidupan social.